Opini-Dalam hiruk pikuk kehidupan yang serba cepat ini, manusia seringkali terjebak dalam ilusi bahwa panjangnya usia adalah anugerah yang diukur semata dari deretan angka tahun. Padahal, sesungguhnya berkah umur yang sejati bukan terletak pada berapa lama seseorang menghirup udara dunia, melainkan pada seberapa banyak jejak kebaikan yang ditinggalkannya di setiap detik yang berlalu. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mulk ayat 2: "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya." Ayat mulia ini bagaikan mercusuar yang menerangi hakikat sejati kehidupan bahwa umur yang panjang tanpa diisi dengan amal saleh adalah seperti pohon rindang yang tidak berbuah, megah rupanya namun hampa manfaatnya. (Rabu, 15/10/25).
Rasulullah SAW dalam sabdanya yang agung telah mengingatkan umatnya tentang esensi berkah dalam hidup. Beliau bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalnya, dan seburuk-buruk manusia adalah yang panjang umurnya namun buruk amalnya" (HR. Tirmidzi). Hadits ini bagaikan pedang bermata dua yang memisahkan antara mereka yang memanfaatkan waktu dengan bijaksana dan mereka yang membiarkannya berlalu sia-sia. Panjang umur, dalam perspektif Islam, adalah kesempatan emas yang diperpanjang Allah untuk memperbanyak bekal akhirat, bukan sekadar menambah usia biologis yang akan berujung pada kefanaan.
Berkah umur sejatinya adalah ketika setiap napas yang dihembuskan menjadi saksi bagi kebaikan yang dilakukan. Bayangkan seorang hamba yang usianya dipanjangkan, namun di setiap paginya ia bangun dengan semangat untuk berbuat kebajikan memberi makan orang lapar, mengajarkan ilmu kepada yang membutuhkan, menyantuni anak yatim, mendamaikan yang berselisih, atau sekadar tersenyum tulus kepada sesama. Dalam QS. Al-Asr, Allah bersumpah demi masa bahwa manusia berada dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh. Sumpah Allah demi waktu ini bukan tanpa makna ia adalah peringatan keras bahwa waktu adalah aset paling berharga yang akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Fenomena berkah dalam hidup juga tercermin dari kualitas, bukan sekadar kuantitas. Seorang pemuda yang meninggal dalam usia 30 tahun namun telah membangun ratusan sumur untuk masyarakat yang kehausan, akan lebih mulia di sisi Allah dibandingkan orang yang berumur 90 tahun namun hanya menghabiskan waktunya untuk dirinya sendiri. Nabi Muhammad SAW bersabda: "Jika anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya" (HR. Muslim). Hadits ini mengajarkan bahwa berkah hidup yang sejati adalah meninggalkan warisan kebaikan yang terus mengalir pahalanya meski jasad telah tiada.
Kisah para salafus salih menjadi bukti nyata bagaimana mereka memanfaatkan setiap detik kehidupan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Imam Ahmad bin Hanbal yang hidup hingga usia 77 tahun, tidak menyia-nyiakan waktu siang dan malamnya kecuali untuk menuntut ilmu, mengajar, dan beribadah. Imam Bukhari menyelesaikan kitab shahih-nya dengan meneliti ratusan ribu hadits, membuktikan bahwa umur yang panjang jika diisi dengan ketekunan akan melahirkan karya monumental yang manfaatnya melampaui zamannya. Dalam QS. Ibrahim ayat 24-25, Allah mengibaratkan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kokoh dan cabangnya menjulang ke langit, memberikan buah setiap waktu dengan izin Tuhannya begitulah gambaran kehidupan yang penuh berkah.
Namun, kenyataan pahit yang sering kita saksikan adalah betapa banyak manusia yang dianugerahi umur panjang justru terperosok dalam kemaksiatan dan kemalasan. Mereka menghabiskan hari-harinya dalam kesia-siaan bergunjing, bermalas-malasan, mengejar hawa nafsu, dan melalaikan kewajiban kepada Allah. Allah memperingatkan dalam QS. Al-Jumu'ah ayat 9-10 agar manusia tidak melalaikan dzikir dan ibadah karena kesibukan duniawi. Panjang umur tanpa kesadaran spiritual adalah kutukan yang terselubung, karena semakin lama seseorang hidup dalam kealpaan, semakin banyak pula dosa yang terakumulasi, semakin jauh pula ia dari rahmat Ilahi.
Keajaiban dari umur yang diberkahi adalah lahirnya generasi-generasi yang tercerahkan. Seorang guru yang mengabdikan 40 tahun hidupnya untuk mendidik ribuan murid, telah menanam benih kebaikan yang akan tumbuh menjadi hutan lebat kebajikan. Setiap murid yang ia didik dengan ikhlas akan menjadi perpanjangan amal jariyahnya, dan ketika murid-murid itu kemudian juga berbuat kebaikan atau mengajarkan ilmunya kepada orang lain, maka pahala sang guru akan terus mengalir bagaikan sungai yang tidak pernah kering. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya" (HR. Muslim). Inilah matematika surgawi yang tidak terbatas umur yang diberkahi bukan hanya tentang apa yang kita lakukan sendiri, tetapi juga tentang berapa banyak orang yang kita ilhami untuk berbuat kebaikan.
Lantas bagaimana agar umur kita benar-benar diberkahi? Jawabannya terletak pada kesadaran akan kefanaan dan niat yang lurus dalam setiap langkah. Rasulullah SAW mengajarkan doa yang sangat indah: "Ya Allah, berkahilah umurku, pekerjaan yang aku kerjakan, dan semua yang Engkau berikan kepadaku." Berkah dimulai dari memohon kepada Sang Pemberi Berkah, kemudian dibuktikan dengan konsistensi dalam kebaikan sekecil apapun. Dalam QS. Az-Zalzalah ayat 7-8, Allah menegaskan bahwa siapa yang berbuat kebaikan seberat dzarrah pun akan melihat balasannya, dan siapa yang berbuat kejahatan seberat dzarrah pun akan melihat balasannya. Tidak ada amal yang sia-sia di sisi Allah, sekecil apapun kebaikan yang dilakukan akan menjadi investasi abadi.
Di era modern ini, berkah umur juga berarti memanfaatkan teknologi dan kesempatan untuk memperluas jangkauan kebaikan. Seorang content creator yang membuat konten edukatif dan inspiratif akan terus mendapat pahala setiap kali kontennya ditonton dan bermanfaat bagi orang lain, meski ia telah tiada. Seorang donatur yang membangun masjid, sekolah, atau rumah sakit akan terus mengalir pahalanya selama bangunan tersebut digunakan untuk kebaikan. Nabi Muhammad SAW bersabda: "Tidak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, melainkan menjadi sedekah baginya" (HR. Bukhari). Prinsip sedekah jariyah ini mengajarkan bahwa umur yang diberkahi adalah umur yang dampak kebaikannya melampaui batas ruang dan waktu.
Pada akhirnya, panjang umur yang diberkahi dengan amal kebaikan adalah mahkota paling indah yang bisa dikenakan seorang hamba. Ketika ajal menjemput, ia akan pergi dengan tenang karena tahu telah meninggalkan jejak cahaya di dunia yang gelap ini. Seperti yang difirmankan Allah dalam QS. Al-Fajr ayat 27-30 tentang jiwa yang tenang: "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku." Inilah puncak kesuksesan sejati bukan seberapa lama kita hidup, melainkan bagaimana kita hidup dan apa yang kita tinggalkan. Mari kita berlomba-lomba menjadikan setiap detik kehidupan sebagai ladang pahala, sehingga ketika waktu kita di dunia berakhir, kita bisa tersenyum bahagia karena telah menjalani hidup yang benar-benar bermakna, hidup yang penuh berkah, hidup yang diridhai Allah SWT. Sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah: "Ya Allah, jadikanlah aku orang yang terbaik di antara umur panjang dengan amal yang baik."