Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tanda Tangan dan Mitos Identitas yang Autentik

15 Maret 2023   07:29 Diperbarui: 15 Maret 2023   14:20 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal munculnya tanda tangan sebagai sebuah identitas yang otentik. Setelah Alfabet lahir, tanda tangan mulai berkembang. Namun sayang, semakin mitos tanda tangan berkembang pesat semakin banyak pula kelemahan yang terdapat di dalamnya. 

Pada tahun 1776 Parlemen Inggris membuat undang-undang tentang penggunaan tanda tangan yang dianggap memiliki keaslian dan bernilai hukum, sebabnya adalah karena banyak pemalsuhan segel dari lilin. Hingga sampai saat ini tanda tangan menjadi alat untuk melakukan kontak, membuat perjanjian, dan sebagai bukti tanda keputusan. 

Hari demi hari, waktu demi waktu, apa yang selama ini kita konsumsi tentang tanda tangan merupakan sebuah mitos yang telah terbentuk dari lama. Bagaimana sebuah coretan di atas kertas dapat diidentifikasi sebagai sesuatu yang menunjukan identitas pembuatnya. Padahal tanda tangan adalah sebuah garis bertinta yang tidak berdaya oleh air.

Kelemahan tanda tangan semakin waktu semakin melemah, tetapi masih banyak pula segolongan orang yang masih mempertahankannya. Apa lagi di era digital seperti saat ini. Saat Anda melakukan perjanjian kontrak dengan perusahaan, atau saat Anda melakukan pembuatan surat menyurat, semua kegiatan tanda tangan bisa di wakili oleh siber dan dikirim dengan waktu yang cepat. 

Artinya sebuah berkas yang berisi tanda identitas kita telah diberikan kepada orang lain begitu saja dengan mudah. Apalagi kemungkinan pemalsuhan tanda tangan semakin waktu semakin mudah saja. Dengan bantuan teknologi tanda tangan serumit apapun dengan mudah ditiru dan digunakan. 

Namun anehnya masyarakat urban yang hidup dan bekerja dengan akalnya, justru masih kekeh untuk menggunakannya. Padahal pemindai sidik jari atau finger spint, adalah barang yang selama ini menentukan upahnya dalam bentuk absensi, dan bukan dari sebuah tanda tangan.

Memang benar, dengan menandatangi kontrak dari perusahaan yang Anda lamar, maka Anda resmi menjadi karyawan di dalamnya. Namun tanda tangan yang Anda bubuhkan di atas kertas itu tidak lagi berfungsi untuk beberapa hari kedepan, karena Anda tetap harus menggunakan jempol anda di mesin pemindai sidik jari atau fingerprint. 

Selama ini orang-orang yang tidak bisa membuat tanda tangan dan terpaksa menggunakan tanda jari sering mendapatkan mitos bawah orang tersebut pastilah buta huruf, tidak memiliki pengetahuan yang luas, dan tidak memiliki kepribadian tinggi, dan padahal kenyataannya tanda cap jempol atau cap jari jauh lebih akurat untuk mengidentifikasi seseorang. 

Bahkan pemindai jari atau fingerprint tidak hanya digunakan untuk absensi pagawai saja, Ia juga dapat digunakan sebagai kunci pellindung untuk menjaga aset berharga kita yang terdapat dalam sebuah lemari, komputer, atau tablet kita.

Alangkah lucunya logika ini, pengusaha kecil yang sempat diceritakan di atas terpaksa menggunakan tanda jempol karena tidak bisa membuat tanda tangan. Paksaan halus dari seorang petugas bank menjadi alasannya. Hal tersebut melawan kontruksi sosial yang menyebutkan bahwa tanda tangan menunjukan identitas pembuatnya yang otentik. 

Jelas bahwa si pengusaha kecil tadi telah melawan imajinasi itu, karena nyatanya tanda jari atau tanda jempol, jauh lebih otentik dari pada sebuah coretan. Tanda tangan hanyalah imajinasi di luar dari tubuh kita yang kemudian dituangkan menggunakan tinta di atas kertas. Ia sama sekali bukan bagian dari diri kita, karena tanda tangan tercipta dari sebuah gagasan, ide, atau mungkin sekedar presepsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun