Mohon tunggu...
Yasinisme
Yasinisme Mohon Tunggu... Lainnya - Lelaki penikmat es kelapa muda

Lelaki yang berusaha memanusiakan manusia. Kuli tinta, Pengabdi masyarakat. www.yasinisme.blogspoot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Pelakor dan Pikiran Kotor

24 Februari 2018   21:00 Diperbarui: 24 Februari 2018   23:34 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keretakan rumah tangga adalah momok yang paling mengerikan sekaligus hal yang paling ditakutkan baik bagi kekasih yang baru membangun rumah tangga, ataupun yang sudah berpuluhan tahun membina rumah tangga. Membagi perasaan tentunya bukanlah pilihan apalagi sebuah keinginan dari seseorang yang sudah berjanji dalam ikatan yang sangat sakral, sebab bukan hanya menyangkut rumah tanga saja, tapi ada orang tua serta mertua yang ikut andil dalam kebahagiyaan pernikahan. 

Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang sangat rentan terhadap perselingkuhan, selain karena rasa bosan dan jenuh serta mudahnya tertarik dengan sesuatu yang baru, hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya kasus perceraian, sepanjang tahun saja tidak terhitung kasus tersebut, bercerai karena kekerasan rumah tangga, ataupun karena perselingkuhan itu sendiri.

Dari sebutan playboy, atau tukang selingkuh, kini marak penyebutan pelakor bagi seoran yang terang-terangan berani hadir dalam rumah tangga orang lain, meski sangat-sangat tidak masuk akal dan terkesan sadis, pelakor sendiri terbilang sangat cerdik dan lihay dalam memerankan lakonya, sebab dari kebanyakan pelakor yang terciduk, pada awalnya semua bermain sangat rapih dalam jejaring dunia maya, samapai tidak tanggung-tanggung aksinya tersebut  kuat kaitanya dengan pemakaian ajimat, sebut saja pelet, guna-guna dan sejenisnya. Lantas dari hal ini apakah sepenuhnya pelakor yang bersalah?.

Jika tidak ada sebab, tidak pula akan terjadi akibat, hal seperti itu yang seharusnya terpikirkan dahulu sebelum menciduk sepenuhnya kesalahan pada si pelakor. pelakor bertindak sebagai perayu atau pengalih perasaan lelaki yang hampir 85% dipicu karena rasa bosan, jika lelaki sasaran pelakor bisa menjaga perasaan dan setia terhadap pasanganya, tentu tidak akan terusik dan tidak akan menjadi permasalahan yang menjadi-jadi. Kalau sepenuhnya menyalahi si pelakor, lalu bagaimana dengan lelakinya?, apa tetap benar dan teradilkan dengan kebenaran, terlepas dari kesalahan dan cukup adil dibilang korban?,

Tentunya kita masih ingat tentang pelakor yang terciduk oleh istri yang sejatinya pelakor tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah sahabatnya sendiri, bahkan flesback ke belakang dibeberapa hari sebelumnya atara pelakor dan sang istri kedapatan sedang berkaraoke ria sambil memperlihatkan betapa hangatnya hubungan persahabatan mereka. Miris memang, tapi segalanya bisa saja terjadi, bukan hanya tentang ketampanan, materipun memegang  peranannya, jika sudah menyangkut keduanya, rasa-rasanya hubungan keluarga juga bisa hancur berantakan.

Dalam beberapa permasalahan, menentukan pelaku tidaklah susah, cukup mencari penyebabnya maka dengan sendirinya pelaku bisa diketemukan. Namun dalam hal ini rasa-rasanya tidak cukup kuat menyimpulkan pelakor adalah mutlak penyebab dari kerusakan rumah tangga, Perlu penyelidikan lebih dalam dan cakupan yang luas mengenai bagaimana hal tersebut bisa terjadi, apalagi menyangkut lelaki yang menjadi sasaran dari aksi pelakor tersebut. 

Diketahui lebih dalam dan sudah sangat umum jika faktanya lelaki dan perempuan memiliki kepekaan yang jauh berbeda. Wanita cenderung sangat peka terhadap perasaan sedangkan lelaki sebaliknya, wanitapun kerap bermain dengan perasaan sedang lelaki cenderung pada logika.

Menggali lebih jauh entang pelakor, tiap manusia memiliki pendangan masing-masing, namun dalam hal ini mencoba untuk lebih teliti serta memaknai penyebab terjadinya perceraian tersebut adalah sebuah kewajiban, sebab bukanlah kebijakan yang adil jika menilai benar dan salahnya perbuatan diambil dari ramainya ucapan-ucapan manusia, atau sekedar penafsiran dari beberapa manusia saja. Akal sehat dan penalaran juga sangat diperlukan dalam hal ini, karena sejatinya tuhan tidak pernah member cobaan tanpa sebab untuk hambanya.

m/y

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun