Mohon tunggu...
Muhamad Saudi
Muhamad Saudi Mohon Tunggu... Penikmat kopi hitam

Biografi Ulama Tanah Banten (Rangkasbitung Pandeglang Serang Cilegon Tangerang)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Abuya Dimyati Cidahu Pandeglang Banten

30 Juli 2023   01:16 Diperbarui: 30 Juli 2023   01:24 2520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 gambar Abuya Dimyati diambil dari Tebuireng online

4. Ahmad Munfarij,

5. Ahmad Mujtaba, dan

6. Ahmad Muayyad.

Tahun 1965, Mbah Dim mendirikan Pondok Pesantren Cidahu. hanya ada puluhan santri yang mondok di kobong sederhananya itu. Namun, berkat pengalaman dan wawasan yang luas, pesantrennya semakin berkembang pesat. Jumlah santrinya pun bertambah banyak. Mereka bukan hanya berasal dari Pandeglang, melainkan dari berbagai wilayah di Indonesia. Hingga akhirnya, jumlah santri yang mondok di Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Cidahu lebih dari 1.000 orang.
Mbah Dim sosok ulama yang juhud. berpuasa setiap hari kecuali di hari yang diharamkan untuk berpuasa. dzikirnya semalam suntuk. Al-Qur'an bisa di khatamkan hanya dengan beberapa jam saja, Aktifitas Mbah Dim tiada lain kecuali hanya mengaji. dimulai sejak Pukul 06.00 hingga pukul 11.30, istirahat sebentar setelah salat Zuhur mengajar kembali hingga Asar. Ba'da salat Asar, Mbah Dim pun mengajar lagi hingga Magrib. berhenti kemudian wirid hingga Isya, lalu mengaji hingga tengah malam. KH.Dimyati Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, pernah berkata: "bahwa belum pernah ada seorang Kiai yang ibadahnya luar biasa seperti Mbah Dim." Ya.. bagi beliau, Hidup hanyalah ibadah dan ucapan beliau yang paling fenomenal adalah: "Torekat aing mah ngaji." (thoriqoh saya mah ngaji).
Metode yang diterapkan dalam pengajaran tahfiz Qur`an kepada para santrinya, mengharuskan santrinya agar terlebih dahulu belajar kitab salaf secara mendalam sebelum menghafal Al-Qur`an. karena Menurut beliau, menghafal Al-Qur`an sebelum pandai memahami dan mengkaji kitab salaf, maka ia tidak akan maksimal mempelajari Al-Qur'an.
Jumlah santrinya pun bertambah banyak. Mereka bukan hanya berasal dari Pandeglang, melainkan dari berbagai wilayah di Indonesia. Hingga akhirnya, jumlah santri yang mondok di Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Cidahu lebih dari 1.000 orang. Bahkan di antara murid-muridnya ada yang sudah mendirikan pesantren sendiri.

Di mata para santrinya, Abuya Dimyati adalah pribadi yang lemah lembut. berbanding terbalik dengan sikapnya terhadap anak-anaknya. bila terlambat saja datang ke Majelis, beliau tidak akan segan-segan menjewer telinganya. berbeda jika yang terlambat itu adalah santrinya, beliau hanya menatapnya dengan lembut, dan tidak pernah memarahinya.
Abuya Murtadlo, putra dari Abuya Dimyati bercerita bahwa Abah ialah ulama yang nasionalis karena sangat peduli terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa.
Di era penjajahan, Abuya Dimyati juga terlibat aktif melawan penjajahan. masih menurut cerita Abuya Murtadlo, pada waktu proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945,  Abuya sudah mengumpulkan orang-orang dan mengatur strategi untuk bersama-sama melawan penjajah Jepang. Namun, karena Jam 10 diproklamirkan kemerdekaan Indonesia, maka pada saat itu juga beliau bubar sendiri karena sudah dinyatakan merdeka dari pihak pusat."
Sikap nasionalis Abuya Dimyati juga dibuktikan lagi dari hafalnya beliau akan  lagu-lagu kebangsaan seperti Garuda Pancasila, Indonesia Raya dan sebagainya.

Di tahun 1970 Abuya Dimyati menikah untuk ke empat kalinya dengan Nyai Hj.Muthi'ah dari Serang Banten. Melalui pernikahan ini Abuya Dimyati dikaruniai seorang putra, bernama Muhammad Thoha yang meninggal dunia ketika lahir.
Dimasa orde baru tepatnya Jumat 11 Maret 1977, sebelum berkhotbah, Abuya Dimyati berpesan kepada kepala desa setempat agar masyarakatnya jangan ditakut-takuti dan diintimidasi oleh kepentingan salah satu partai peserta pemilu, dengan menggunakan berbagai ancaman. Salah satunya dengan pernyataan "Golkar itu Pemerintah". Abuya Dimyati mengatakan, "Pemerintah adalah RI dan bukan Golkar".
Imbas dari kejadian itu Situasipun memanas. Orde Baru menuduhnya telah menghasut masyarakat untuk anti-pemerintahan. Abuya Dimyati ditangkap polisi tiga hari kemudian. Abuya pun divonis enam bulan penjara karena fitnah. Kenang Abuya Muhtadi.

Mbah Dim ulama yang sangat berpengaruh di Nusantara. di tanah Banten, beliau dikenal masyarakat seperti halnya masyarakat mengenal Abuya Busthomi (Cisantri) dan Abuya Munfasir (Ciomas).
Setiap hari semasa hidupnya, banyak tamu dari berbagai kalangan rela antri dalam barisan sepanjang 100 meteran lebih, tak lain hanya ingin bertemu dengan Mbah Dim. Para peziarah Walisanga yang tour keliling Jawa, para peziarah dari Malang, Jember, ataupun Madura merasa seolah belum lengkap jika belum sowan ke ulama Cidahu ini. melihat wajahnya, dan ber mushafahah (bersalaman).
Saking terkenalnya beliau dulu, banyak pihak yang ingin mendokumentasikan kegiatannya di pesantren. Begitu pun ketika beliau diberi sumbangan oleh para pejabat, termasuk putra RI pada saat itu yang ingin memberikan uang senilai 1 milyar, Mbah Dim selalu menolaknya dengan halus.

Mbah Dim ulama yang produktif. beliau memiliki banyak karangan monumental, di antaranya:
1. Kitab Minhaj Al-Istifa'yang menguraikan tentang Hizb Nashr dan Hizb Ikhfa,
2. Kitab Ashl Al-Qadar tentang keistimewaan sahabat perang Badar,
3. Kitab Bahjat Al-Qala'id,

4. Kitab Nadzam Tijan Ad-Durari, dan
 5. Kitab Al-Hadiyyat al-Jalaliyyah tentang ajaran tarekat Syadziliyah.
Pernikahan kelima Abuya Dimyati adalah dengan Nyai Hj. Afifah binti H. Marhasan, Pandeglang, pada tahun 1997 dan tidak dikaruniai anak.
Abuya Dimyati wafat pada Hari Jumat 3 Oktober 2003 / 7 Sya'ban 1424 H (7339 hari yang lalu) dalam usia 78 tahun. Abuya meninggalkan 3 orang istri, 6 orang putra, dan 2 orang putri. pada hari itu Cidahu menjadi lautan tangisan manusia.

Karya Abuya yang telah dicetak di Pesantren Raudatul 'Ulum Cidahu adalah:
1. Kitab Minhaj al-Istifa fi Khashaish Hizb an-Nashr wa Hizb al-Ikhfa,
 2. Kitab Al-Hadiyyah al-Jalaliyyah fi ath-Thariqah asy-Syaziliyyah,
 3. Kitab Ashl al-Qadr fi Khashaish Fadlail Ahl Badr,
 4. Kitab Rasm al-Qashr fi Khashaish Hizb an-Nashr,
 5. Kitab Bahjah al-Qalaid fi 'Ilm al-'Aqaid,
 7. Kitab Nur al-Hidayah fi Ba'd ash-Shalawat 'ala Khair al-Bariyyah, dan 8. Majmu'ah al-Khutab.
Selain karya tersebut, sebuah karya berjudul Madad al-Hakam al-Matin musnah dalam musibah kebakaran kediamannya pada tahun 1987.

Tulisan ini diambil dari berbagai sumber yang kompeten. mengajak sobat Kompasiana mengenang orang-orang Soleh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun