Mohon tunggu...
Muhamad Mustaqim
Muhamad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Peminat kajian sosial, politik, agama

Dosen

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Teologi Memilih

29 Mei 2018   09:50 Diperbarui: 29 Mei 2018   10:10 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2018 sering disebut tahun politik. Pasalnya, di tahun 2018 ini selain terdapat hajatan demokrasi Pilkada serentak, juga merupakan tahun persiapan Pileg dan Pilpres 2019. Pilkada 2018 ini setidaknya diikuti oleh tiga provinsi dengan jumlah penduduk terbesar, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. 

Dan saat ini, kita sedang memasuki masa kampanye dalam tahapan Pilkada, di mana hiruk-pikuk "perang kekuatan" untuk mempengaruhi konstituen sedang dilakukan. Meskipun bangsa ini telah melaksanakan pesta demokrasi cukup banyak, yakni mulai tahun 1955, namun fenomena golongan putih (golput) masih saja menunjukkan angka yang cukup tinggi. 

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi memilih masyarakat masih sangatlah rendah. Padahal prinsip demokrasi sendiri termanifestasi melalui kuantitas suara yang diberikan pemilih.

Dalam pandangan Islam, memilih pemimpin mempunyai urgensi yang sangat tinggi. Keberadaan seorang pemimpin merupakan sebuah keniscayaan yang harus ada dalam sebuah komunitas masyarakat. Para nabi dan rasul pada hakekatnya adalah pemimpin yang dikirim oleh Allah untuk menyampaikan risalah ilahi dalam rangka membangun masyarakat. 

Itulah mengapa, ketika Rasulullah Muhammad SAW meninggal, para sahabat segera menggelar suksesi kepemimpinan, meskipun jenazah Rasulullah belum dimakamkan. Padahal, menguburkan jenazah merupakan salah satu hal yang harus disegerakan oleh ummat Islam dan tidak boleh ditunda-tunda. Hal ini membuktikan bahwa memilih pemimpin merupakan hal yang lebih diutamakan, karena menyangkut nasib masyarakat secara umum.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa tentang bagaimana hukum memilih pemimpin ini. Menurut MUI, memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib. Sebaliknya, memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat, hukumnya adalah haram. 

Saya memaknai fatwa ini sebagai sebuah upaya penyadaran ummat untuk memilih pemimpin yang ideal dan baik. Implikasinya, golput atau tidak memilih dihukumi haram. Pemimpin itu merupakan penentu hitam putihnya sebuah bangsa. Sebagaimana bunyi sebuah adagium, al-mulku 'ala dini malikihi, bangsa itu sebagaimana agama pemimpinnya. Artinya, karakter sebuah bangsa sangat dipengaruhi oleh karakter pemimpinnya.

Lebih  jauh, Ibnu Taimiyyah, yang juga diisyaratkan oleh Al-Mawardi,  dua orang pemikir "politik" Islam pernah mengatakan "Enam Puluh tahun dengan pemimpin yang dzalim (masih) lebih baik daripada semalam tanpa penguasa". 

Kekosongan kepemimpinan (vacuum of power) dalam konteks ini adalah sebuah malapetaka dan mushibah yang harus dihindarkan oleh ummat islam. Dan realitas menunjukkan bahwa, kekosongan kepemimpinan seringkali menimbulkan kekacauan (chaos) yang sangat membahayakan masyarakat dan Negara.

Melalui momentum "pesta demokrasi" ini, sekiranya menjadi bahan pertimbangan bagi kita bersama untuk menentikan karakter pemimpin ideal yang kita harapkan. Jika realitas kepemimpinan bangsa ini menunjukkan tingkat korupsi, nepotisme, otoritarian yang tinggi, maka salah satu upaya untuk merubah kecenderungan tersebut adalah melalui pergantian kepemimpinan ini. 

Bangsa yang cerdas pada hakekatnya adalah bangsa yang bisa memilih pemimpinnya dengan cerdas. Di sinilah hati nurani berbicara. Kita tentunya tidak ingin menggadaikan masa depan bangsa ini hanya dengan sehelai kaos, selembar uang yang nilainya sangatlah kecil dibandingkan suara kita untuk bangsa ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun