Mohon tunggu...
Andi MuhaiminDarwis
Andi MuhaiminDarwis Mohon Tunggu... Relawan - Menulislah. Sebelum kenangan indah terbuang sia-sia. Hargai hidupmu lebih dari siapapun itu.

Teknik Sipil 2015, Univ. Muhammadiyah Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesalahpahaman terhadap Firaun

26 Februari 2019   23:21 Diperbarui: 2 Juli 2021   14:53 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

     Belakangan terakhir marak digaungkan di seluruh media tentang pemimpin, kaitannya dengan pemilihan umum serentak. Di masjid, kampus dan dalam diskursus yang ada, sering dijelaskan agar tidak memilih pemimpin yang zalim.

Entah sosok siapa yang dimaksudkan sebagai pemimpin yang zalim itu. Mungkin saja Joko Widodo dalam periodisasi pemerintahannya di Republik Indonesia. Namun tidak menutup kemungkinan juga bahwa sosok Prabowo yang dianggap zalim ketika masih menjabat sebagai komandan KOPASSUS (Komando Pasukan Khusus) ataupun ketika masih menjadi bagian dari ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).

Dalam berbagai pembahasan, nama seorang Fir'aun kerap muncul sebagai pemimpin zalim yang dimaksudkan. Menghinanya adalah sudah menjadi hal yang biasa di masyarakat. Terlebih ketika membahas tentang kisah Nabi Musa as. dalam proses pengejarannya bersama Bani Israil.Namun setelah membaca beberapa literatur,  ternyata ada beberapa kesalahan dalam mendefenisikan Fir'aun.

Baca juga: Musa dan Penaklukan Firaun, Kisah Agama, dan Historisitasnya

Fir'aun pada dasarnya adalah merupakan sebutan untuk istana raja yang menjabat saat itu. Jadi, pada awalnya Fir'aun bukan nama sesesorang, melainkan nama tempat yang dihuni oleh seorang raja. Lalu kemudian seiring waktu, nama tersebut mengalami pergeseran makna menjadi nama raja yang diangkat pada saat itu.

Dalam sejarah kebudayaan Mesir, tercatat ada banyak sosok yang kemudian diangkat sebagai raja dan mendapat gelar Fir'aun. Raja pertama bernama Menes yang menyatukan mesir pada alaf ke-3 sebelum masehi.

Menes adalah seorang raja yang kemudian rakyat Mesir menggantungkan hidup padanya. Ia lalu menganggap dirinya sebagai pengejawantahan dewa-dewa saat itu. Raja Menes menyatukan sungai Nil dari hulu hingga ke hilir lalu membuat jalan untuk mengalirkan air dari sungai sampai ke pemukiman hingga istana raja saat itu.

Kemudian sepeninggal Fir'aun (Menes), maka kebiasaan tersebut terus bergulir seiring dengan diangkatnya Fir'aun baru. Pada abad ke-14 sebelum masehi, diangkatlah seorang Fir'aun baru yaitu, Amenhotep IV.

Baca juga: Menemukan Obelisk Firaun di Istanbul

Fir'aun (baru) tersebut ternyata adalah seorang yang memiliki keyakinan monoteistik. Ia mengajak kepada masyarakat Mesir pada saat itu untuk menyembah hanya kepada satu Tuhan dan tidak menyekutukanNya. Sampai naiklah seorang raja bernama Ramses II, yang kemudian melanjutkan roda estafet Fir'aun.

Ramses II adalah seorang pemimpin yang teramat zalim. Mempekerjakan Bani Israil sebagai budak dan warga lokal sebagai orang terpandang. Selain itu, Ramses II mengembalikan kebiasaan politeistik Mesir pada saat itu. Ia kembali menganggap dirinya salah satu Dewa yang harus disembah. Lalu Allah swt. mengutus Nabi Musa as. kepadanya dan memberikan peringatan yang amat nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun