Mohon tunggu...
Mugy Nugraha
Mugy Nugraha Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Ilmu Bahasa Arab

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Semantik Arab Klasik Dan Modern

31 Desember 2023   18:45 Diperbarui: 31 Desember 2023   19:00 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Semantik (ilm al-dalalah) merupakan salah satu unsur internal bahasa yang dipandang sebagai puncak dari studi bahasa, karena setiap kata atau ungkapan () tentu membutuhkan makna (). Ilm al-dalalah lahir belakangan jika dibandingkan dengan munculnya ilmu bahasa yang lain seperti fonologi,morfologi dan sintaksis.

Sebagai salah satu unsur bahasa yang mengkaji makna, semantik pada mulanya terkesan kurang diperhatikan karena obyek studinya dianggap sulit ditelusuri dan dianalisa strukturnya, berbeda dengan morfem atau kata sebagai obyek kajian dalam morfologi yang strukturnya tampak jelas. Namun dewasa ini semantik banyak dikaji dan dipandang sebagai komponen bahasa yang tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan linguistic. Bahkan menurut Ibrahim Anis Bahasa dapat didefinisikan sebagai simbol bunyi (sound symbolis) yang dipergunakan oleh sekelompok manusia untuk menyampaikan makna-makna tertentu yang dimaksudkan.       

Pembagian unsure bahasa bahasa tersebut telah dibagi secara tegas oleh para linguist Barat sejak akhir abad XIX M, sehingga bahasa menurut mereka terdiri dari sistem fonologi  (bunyi, ashwat), morfologi (bentuk kata, sharf), sintaksis (nahwu) dan semantik (makna, dalali). Keempat sistem ini dalam bahasa Arab sebenarnya telah dibahas - khususnya nahwu secara mendalam - oleh para ulama lughah dan ulama Nahwu klasik dan ulama muta'akhkhirin, sesuai dengan kebutuhan dunia Islam saat itu, seperti Sibawaih, Al-Kisa'i, Ibnu Jinni, Ibnu Malik, Al-Suyuthi dan yang lainnya. Hanya saja pemisahan kepada empat sistem tersebut belum dilakukan secara tegas.

       Terdapat istilah penting dalam linguistic Arab klasik, yang populer pada abad pertama hijrah, yaitu istilah:  "nahwu"(Tatabahasa Arab) "lughah" (kosakata) dan "al-'Arabiyyah" (bahasa Arab sebagai alat komunikasi). Pembahasan nahwu pada saat itu, sebagaimana dikemukakan Ibnu Jinni (w.392 H), meliputi juga pembahasan sharf.  Istilah "sharf" pertama kali dikenalkan oleh seorang ulama muta'akhkhirin bernama As-Sakaky (w.626 H) ketika beliau membicarakan tentang ketentuan-ketentuan yang khusus menyangkut binyah kalimat (bentuk kata) dalam salah satu kitabnya  

Seperi disinggung di atas, aspek bahasa meliputi apa yang disebut dengan dalli (makna). Makna kata dalam satu bahasa seringkali mengalami perluasan sehubungan dengan berkembangnya bidang aktivitas kebutuhan manusia. Kebutuhan akan konsep baru seperti diketahui tidak selamanya harus dijawab dengan penciptaan kata baru, tetapi justru lebih sering ditempuh oleh pengguna bahasa adalah dengan memperluas komponen makna kata-kata yang sudah ada. Oleh karena itu artikel ini akan membahas bagaimana karakteristik perluasan dan perubahan makna dalam bahasa Arab.

Ulama-ulama Arab pada dasarnya memiliki perhatian lebih terhadap medan-medan kajian bahasa. Mereka menganggap bahasa adalah satu-satunya alat komunikasi dan alat untuk mengungkapkan buah fikiran.  Bahasa pun tidak terlepas dari makna, sehingga pangkal berbahasa adalah bukan untuk mencari kebenaran tetapi untuk mencari kebermaknaan.


Ulama Arab menyoal sulitnya menentukan sebuah makna. Karena tidak semua makna yang dimuat di dalam kamus bisa sesuai dengan makna yang diharapkan didalam kalimat. Karena ada unsur-unsur lain yang ikut serta membantu dalam menentukan makna bahasa seperti, susunan kalimat, siyq (konteks), situasi dan kondisi, hubungan pembicara (mutakallim) dengan tempat, perbedaan lingkungan dan yang lainnya. 

Ulama modern berpendapat bahwa sulitnya menentukan makna akan berakibat pada mis understanding. Karena satu 'kata' di dalam kalimat cenderung melibatkan banyak makna yang bisa digunakan. Sehingga bisa dikatakan, perbedaan dalam menentukan makna disebabkan rendahnya pemahaman terhadap makna. Hal ini tercermin pada karya-karya tafsir, dimana pada bagian-bagian tertentu, setiap tafsir hampir berbeda dalam menentukan makna ayat-ayat al-Qur'an. 

Aspek terpenting dalam sebuah ungkapan adalah ketelitian bentuk kata, jelasnya makna dan tidak menimbulkan keraguan bagi yang mendengar atau membacanya. Hal itu bisa diaplikasikan dalam berkomunikasi atau membuat sebuah tulisan yang komunikatif dan imformatif.  Karena fungsi bahasa terpinting adalah sebagai alat komunikasi antara individu masyarakat.

Bahkan menurut ulama arab, harakat (irab) menunjukan sebuah makna. Mereka pun beranggapan bahwa harakat adalah salah satu alat untuk menyelamatkan keutuhan makna. Selain irab, ada beberapa jenis kata yang sangat memerlukan ketelitian di dalam menentukan makna kata tersebut, sperti  taraduf, lafzd isytirk, majaz, tawassu fi al-man dan kalimah gharibah,.

Untuk lebih jelas, ulama-ulama Arab telah menjelaskan hal-hal yang menyulitkan kita dalam mengungkap makna, sebagai berikut ini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun