Aku menatap langit senja dari jendela kamar, membiarkan angin sepoi-sepoi menerpa wajahku. Sudah sekian lama aku menyimpan perasaan ini, perasaan yang tak seharusnya ada. Aku mencintai seseorang, namun temanku juga mencintainya.Â
Namaku Ridwan, siswa kelas 12 semester akhir yang selalu menyibukkan diri dengan tugas dan ujian akhir. Namun, di balik kesibukan itu, ada satu hal yang tak bisa kuhindari, perasaanku terhadap Ara. Dia adalah perempuan yang lembut, cerdas, dan selalu bersikap baik kepada siapa saja. Aku jatuh cinta pada senyumannya, pada caranya berbicara, bahkan pada hal-hal kecil yang mungkin tak disadari orang lain.
Namun, ada satu masalah. Temanku Yusuf, ia juga menyukainya, ia adalah temanku sejak MTs. Ia sudah mencintai Ara selama 5 tahun, dan aku menjadi saksi bahwa Yusuf menembak Ara. Aku ada di sana saat Yusuf menyatakan perasaannya kepada Ara. Aku melihat bagaimana Ara tersipu malu menerima cinta Yusuf. Aku pun ada di sana ketika mereka melewati masa-masa sulit dalam hubungan mereka.
Awalnya, aku menganggap perasaan ini hanya sebatas kagum. Namun, semakin lama, semakin sulit bagiku untuk mengabaikannya. Aku tahu ini salah. Aku tahu aku seharusnya tidak jatuh cinta pada Ara. Namun, hatiku seolah tak mau diajak kompromi.
Suatu sore, kami bertiga bertemu di kantin sekolah. Yusuf tengah sibuk membicarakan rencananya untuk meyakinkan Ara kembali setelah lulus nanti.
"Gue udah mantap, wan. Setelah lulus, gue mau langsung kerja dan yakinin Ara. Gue nggak mau buang waktu lagi," ucap Yusuf penuh semangat.
Aku hanya tersenyum tipis, berusaha menutupi rasa sesak di dadaku. Ara yang duduk di sebelahnya tersenyum malu-malu, dan aku tahu betapa bahagianya dia mendengar rencana itu.
"Wah, bagus dong. Gue doain semua lancar," ucapku, meski dalam hati aku ingin sekali berteriak.
Ara menatapku, dan untuk sesaat aku merasa ada sesuatu dalam tatapan itu. Apakah hanya perasaanku saja, atau ada keraguan di matanya? Namun, aku segera mengenyahkan pikiran itu. Ara mencintai Yusuf, dan aku hanyalah seorang teman yang harus mendukung mereka.
Beberapa minggu berlalu, dan aku semakin sulit menyembunyikan perasaanku. Aku mulai menjaga jarak dari mereka, terutama dari Ara. Namun, suatu hari, Ara tiba-tiba mengirim pesan padaku.
"Ridwan, bisa ketemu sebentar? Ada yang mau aku omongin."