Mohon tunggu...
Tari Abdullah
Tari Abdullah Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nama lengkap Mudjilestari tapi lebih sering disapa dengan Tari Abdullah profesi sebagai penulis, conten creator, dan motivator. Ibu dari 4 anak berstatus sebagai single parent. Berdarah campuran sunda - jawa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pusaran Waktu

2 Juni 2020   05:32 Diperbarui: 2 Juni 2020   05:37 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/pusaran/photo:doc.pri

"Take it or leave it."
"Leave it." Lintang menjawab tegas. Laki-laki setengah baya bermata biru di hadapannya langsung mengernyitkan alis, tak percaya atas jawaban Lintang.

"Are you sure?" tanyanya meyakinkan.

"Yes Iam."

"No.., no.., something could be wrong." Laki-laki itu mengeleng-gelengkan kepalanya, raut wajah putih kemerahannya menyemburatkan rona bingung.

"What's wrong with you, Lintang. I don't believe how can you take that crazy desicion."

Lintang menghela nafas. Saat ini keyakinan atas keputusan yang diambilnya memang sangat rapuh. Mungkin dengan sekali sentil keyakinan itu akan hancur berkeping.

"Posisi yang akan kamu tempati adalah Trade Line Manager, bukan suatu posisi yang main-main. Autoritas Trade Line Manager bukan cuma mencakup  Indonesia, tapi juga wilayah Asia dan Australia. Kamu akan mendapatkan fasilitas rumah dan tentu saja mobil selain fasilitas lain untuk level top manager." Laki-laki bule itu berusaha meyakinkan Lintang, ia sungguh berharap Lintang tidak serius dengan keputusannya.

Mr. Hans, laki-laki berdarah Jerman yang menjabat sebagai Board Of Director untuk Asia dan Australia itu, tahu benar bagaimana kapasitas seorang Lintang.  Seorang dengan kualitas superior dengab dedikasi dan afiliasi yang sangat bisa dibanggakan. Tak mudah mencari pengganti seorang manager yang IQ maupun EQ nya di atas rata-rata.

Lintang masih bergeming, matanya menatap angka empat dengan tujuh angka nol  dibelakangnya yang akan di terima sebagai kompensasi bulanannya, tertera jelas dengan bold font di kertas Perjanjian Kerja. Keyakinannya goyah.., terbayang bagaimana jabatan yang akan membawanya pada puncak karir di usianya yang hampir menginjak kepala empat. Fasilitas rumah dan mobil seharga property artis papan atas. Begitu fantastis menari-nari di benaknya. Lalu bayangan Remund, pasti sekembalinya dari Jerman ke Jakarta nanti pasti akan banyak kesempatan untuk melanjutkan kisah yang sempat terjeda. Merajut kembali mimpi-mimpi indahnya.

Tangan Lintang meraih kertas yang ada di hadapan Mr. Hans,  mengambil pulpen, lalu pelahan menggerakkan jemarinya pada kolom tanda tangan. Sejenak ia ragu, bayangan Anggie menyeruak tiba-tiba, lalu berturut-turut adegan demi adegan seperti diputarkan ulang.  Kejadian yang menimpa Chelsea, putri Sitha yang hampir terenggut nyawanya  karena kurangnya komunikasi dan kasih sayang orang tua. Percakapan dengan Dewi dan cita-cita sederhananya. Juga janjinya pada Anggie untuk berhijrah....

Arrrhhhgg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun