Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), hasil muktamar Lampung ke 34 menyatakan akan mempertegas khittah NU 1926 yang diputuskan dalam muktamar NU Situbondo tahun 1984. Khittah artinya kembali kepada visi, misi dan perjuangan seperti saat NU didirikan tahun 1926 yaitu tidak terlibat dalam politik kekuasaan (Politik praktis) dengan cara tidak memihak kekuatan politik (Partai politik) manapun. Â
Konsentrasi perjuangan NU pada penguatan sosial keagamaan (dakwah Islam) dengan cara yang santun damai, membangun kerukunan, penguatan ekonomi dan memperkuar keutuhan NKRI. Kalaupun berjuang dalam ranah politik, NU melakukan gerakan politik kebangsaan yaitu menyadarkan hak dan kewajiban warga negara agar bisa terlaksana secara proporsional dan profesional.
Sikap tegas PBNU  ditunjukan dengan pemanggilan ketua PCNU Banyuwangi dan Sidoarjo yang dianggap ikut hadir dalam acara Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) yang diduga berkaitan dengan dukung  mendukung politik praktis proses calon presiden tahun 2024.
Ketika PBNU memanggil ketua PCNU Banyuwangi dan Sidoarjo karena dianggap terlibat politik praktis dalam acara Gus Muhaimin yang terkait dengan calon presiden 2024, terasa aneh dan baru kali ini ada PBNU memberi peringatan keras kepada pengurus dibawahnya dengan alasan bermain politik praktis. Keanehan bisa dipandang dari dua hal,
Pertama, KPU belum menentukan tahapan pemilihan presiden (Pilpres), pemilu legeslatif dan pilkada serentak. Oleh karena itu belum ada siapapun yang bisa dianggap sebagai bakal calon (balon) presiden dan wakil presiden. Apalagi calon presiden (Capres) tahun 2024. Forum kegiatanpun tidak bisa di kategorikan  sebagai kegiatan politik praktis pilpres 2024.
Kedua, satu satunya partai politik di Indonesia yang dideklarasikan oleh personal pengurus PBNU atau NU tanggal 23 juli 1998 bernama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Maksud dan tujuan dideklarasikan PKB tidak lain untuk menampung aspirasi politik warga NU yang dianggap tidak efektif jika lewat partai politik lainya. Artinya PKB didirikan untuk alat politik praktis warga NU (ingat bukan NU tapi warga NU). Munculah jargon PKB partainya warga NU, PKB didirikan kiai NU, PKB dari NU, oleh NU dan untuk bangsa.
Khittah NU: Bulat Telur
Kalau dengan jujur, sebenarnya Khittah NU itu dilema bagi NU dan warga NU. Kenapa? Satu sisi NU dan jajaranya harus netral dengan partai politik manapun. NU tidak kemana mana tapi ada dimana mana. Disisi lain, sejarah membuktikan bahwa PBNU pada zamanya pernah memfasilitasi berdirinya PKB, kiai kiai NU juga  ikut mendirikan PKB, warga NU punya partai politik sendiri yaitu PKB.
Pertanyaanya yang perlu direnungkan adalah lalu bagaimana sikap NU, Kiai NU dan warga NU Â yang seharusnya dilakukan terhadap PKB saat ini dan masa mendatang khususnya menghadapi hajatan politik tahun 2024?
Khittah NU telah diputuskan dalam forum muktamar Situbondo tahun 1984 yang harus dilaksanakan seluruh pengurus NU disemua tingkatan. Tidak ada alasan untuk tidak melaksanakan khittah NU karena secara etik hasil muktamar bersifat mengikat.
Asbabul wurudl khittah 1926 yang diputuskan muktamar Situbondo sebenarnya, NU ingin menegaskan jatirinya untuk keluar dari "rahim" Partai Persatuan Pembangunan (PPP) agar NU bisa diterima oleh semua kekuatan politik termasuk partai penguasa saat itu yaitu Golongan Karya (Golkar). Dengan keluar dari PPP, NU dianggap netral dalam politik praktis, sehingga NU bisa leluasa memberikan kritik atau masukan dalam membangun bangsa dan membangun kualitas beragama Umat Islam khususnya dan umat agama lain pada umumnya.