Mohon tunggu...
Muchammad Pebriyanto
Muchammad Pebriyanto Mohon Tunggu... Guru - Guru

Senang membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 1.3

7 Desember 2022   22:56 Diperbarui: 7 Desember 2022   23:02 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya Muchammad Pebriyanto, S.Pd. calon guru penggerak (CGP) angkatan 7 dari SDN Cipete Utara 01 Jakarta Selatan dalam kolom artikel ini akan menyampaikan tahapan Koneksi Antar Materi dari alur MERDEKA yang merupakan akronim dari (M) Mulai dari diri, (E) Eksplorasi konsep, (R) Ruang kolaborasi, (D) Demonstrasi kontekstual, (E) Elaborasi pemahaman, (K) Koneksi antar materi, dan (A) Aksi nyata.

Pada tahap 1.3.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 1.3 ini, sebagai Calon Guru Penggerak diminta untuk merefleksikan dan mengaitkan pemahaman antar modul (Modul 1.1, 1.2, dan 1.3) yang telah dipelajari hingga saat ini dalam menjawab pertanyaan berikut: "Apa yang Bapak/Ibu pahami mengenai kaitan peran pendidik dalam mewujudkan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Profil Pelajar Pancasila pada murid-muridnya dengan paradigma Inkuiri Apresiatif (IA) di sekolah Bapak/Ibu?"

Oleh karena itu, saya akan mengemukakan keterkaitan/koneksi antara: Filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD), Memimpikan murid di masa depan, Profil Pelajar Pancasila, Nilai-nilai dan peran guru penggerak, Visi guru penggerak, Paradigma Manajemen Inkuiri Apresiatif (IA), dan Prakarsa Perubahan BAGJA

Setelah mempelajari Modul 1.1 tentang Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, saya mulai memahami secara bertahap konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Secara perlahan, saya mulai menerapkan konsep pemikiran beliau yang turut memberi pengaruh terhadap pola pemikiran dan wawasan saya tentang pendidikan, khususnya dalam mendidik dan mengajar anak-anak.

Dalam bergerak dan menggerakkan saya harus memahami filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, seperti Trilogi Pendidikan yang sangat menginspirasi yaitu: ing ngarso sung tulodho (di depan memberi teladan), ing madyo mangun karso (di tengah membangun semangat, kemauan), dan tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan). Filosofi Ki Hajar Dewantara menetapkan asas Trikon yaitu: Kontinuitas (tidak melupakan akar nilai budaya), Konvergensi (harus memanusiakan manusia), dan Konsentris (harus menghargai keberagaman dan memerdekakan murid). Tripusat pendidikan memegang peran penting dan saling terkait dalam keberhasilan pendidikan, yaitu orang tua melaksanakan kewajibannya mendidik anak di dalam keluarga, guru memberikan pengajaran dan pendidikan di sekolah. Keterbatasan orang tua lalu menyerahkan ke sekolah, dan masyarakat menjadi fasilitator bagi anak dalam mengaktualisasikan keterampilannya.

Menurut beliau antara pendidikan dan pengajaran adalah dua hal yang berbeda. Pengajaran (onderwijs) merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Pengajaran itu tidak lain adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu yang bermakna untuk hidup anak-anak, baik lahir dan batin. Pendidikan diartikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak, yaitu  menuntun segala kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia dan anggota masyarakat.

Dalam melakukan pendidikan dan pengajaran, menurut filosofi Ki Hajar Dewantara hendaknya dengan proses menuntun bukan menuntut anak sesuai keinginan kita, yang berpihak pada murid, menghamba pada anak, dan belajar sambil bermain. Kita diibaratkan sebagai petani dan anak-anak sebagai benih (misalnya benih padi). Kita sebagai pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya padi tersebut, seperti memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi hama yang mengganggu hidup tanaman padi. Akan tetapi, kita tidak dapat mengganti kodratnya padi. Misalnya, kita tidak bisa memaksa padi itu tumbuh seperti jagung atau tanaman lainnya. Sebab, tumbuh kembangnya anak terletak di luar kecakapan atau kehendak kita sebagai seorang pendidik. Anak-anak adalah makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Kita sebagai guru atau pendidik hanya pamong yang dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan kodrat itu, agar dapat memperbaiki lakunya atau menjadikannya lebih baik ke depannya.

Pada dasarnya anak bukan seperti kertas kosong (teori tabularasa) yang bisa digambar sesuai dengan keinginan orang dewasa. Namun, anak sudah membawa kekuatan atau kodratnya sendiri yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam anak berbeda-beda. Antara anak yang tinggal di perkotaan dengan pedesaan, antara pesisir pantai dengan di pegunungan. Mereka memiliki potensi, bakat, dan minat yang berbeda. Maka, kita harus menyadari bahwa setiap anak tidak sama, memiliki keunikan, kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sementara kodrat zaman berhubungan dengan zaman yang dialami oleh anak-anak pada saat ia hidup dan belajar. Kodrat zaman kita dan anak-anak saat ini sudah jauh berbeda. Anak-anak pada zaman sekarang adalah digital native, karena itu kita harus menyiapkan anak-anak agar tidak ketinggalan dari segi teknologi informasi dan dapat bersaing dengan membekali kompetensi yang cukup untuk masa yang akan datang. Untuk pendidikan saat ini, para pendidik harus menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki keterampilan abad ke-21, yaitu 4C (creative, critical thinking, collaboration, communication).

Pada Modul 1.2, sebagai guru penggerak, saya harus mampu menggali potensi-potensi murid yang masih terpendam seperti teori gunung es. Sebab, setiap anak pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihannya itulah yang harus dapat kita temukan dan gali agar ia mampu mengaktualisasikan dirinya di masyarakat. Oleh karena itu dalam menjalankan peran sebagai guru penggerak, saya akan berusaha mengoptimalkan nilai-nilai yang saya miliki antara lain berpihak pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif, dan inovatif.

Nilai-nilai seperti itu seharusnya melekat dalam diri seorang guru penggerak dan juga harapannya para guru di Indonesia, supaya mampu menjalankan perannya dengan baik demi mewujudkan Profil Pelajar Pancasila melalui merdeka belajar. Dengan nilai-nilai yang dimiliki, seorang guru dapat bergerak untuk menjalankan perannya. Adapun peran guru penggerak antara lain: menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, mendorong kolaborasi antar rekan guru, menjadi coach bagi guru lain, dan mewujudkan kepemimpinan murid. 

Sebagai bentuk implementasi nilai dan peran guru penggerak, pada Modul 1.3 diawali dengan melakukan visualisasi di masa depan. Agar terarah, seorang guru harus memiliki visi yang jelas. Seorang guru penggerak dituntut untuk membuat sebuah visi  untuk menjadi penunjuk arah yang akan menuntun ke mana guru akan melangkah. Dari beberapa teori mengenai visi, dapat dsarikan bahwa visi merupakan hal mendasar yang perlu dimiliki. Visi berbasis pada kekuatan kata untuk menggerakkan hati, menyemangati diri, dan menguatkan diri untuk melangkah maju ke depan. Visi seorang guru yang sejalan dengan filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun