Mohon tunggu...
Muadzin Jihad
Muadzin Jihad Mohon Tunggu... wiraswasta -

Entrepreneur | Founder & CEO Ranah Kopi | Founder Semerbak Coffee | Father of 3 | Coffee-Book-Movie-Photography-Graphic Design Freak | Blogger | Author "Follow Your Passion" | www.muadzin.com | Instagram & Twitter @muadzin

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Filosofi Kopi, Filosofi Hidup

24 Oktober 2015   19:58 Diperbarui: 24 Oktober 2015   19:58 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filosofi Kopi Movie

"Kalau ada orang yang bisa bikin kopi paling enak di Jakarta atau di Indonesia, itu pasti gue," cetus Ben di layar film Filosofi Kopi.

"Salah tuh, harusnya Bapak. Bapak yang bisa bikin kopi paling enak," tiba-tiba Arkana (putra kedua saya, 7 tahun), nyeletuk.

***

Ya, kemarin sore saya sekeluarga menonton film yang diadaptasi dari buku kumpulan cerpen Dee Lestari ini. Walaupun masuk dalam kategori film remaja, tapi saya ajak anak-anak ikut serta. Saya ingin mereka memahami dari awal pekerjaan bapaknya, pengusaha kedai kopi.

Saya masih ingat saat selesai baca buku Filosofi Kopi ini beberapa tahun lalu, saya langsung twit Mbak Dee, "Mbak kedai kopi dalam cerita itu fiktif atau benar-benar ada? Saya mau datangi." Dijawab Mbak Dee, "Fiktif Mas". Saking saya suka dengan cerita dan karakter Ben di cerpen itu.

Nobar Filosofi Kopi The Movie

Entah kenapa saya tertarik sekali dengan hal yang berhubungan dengan kopi. Padahal dulu saya bukan penikmat kopi. Pengalaman saya pertama kepincut kedai kopi saat tahun 2000 jenguk istri saya yang sedang berdinas di Singapura. Di sana sedang marak jaringan coffee shop terbesar di dunia, Starbucks. Di Indonesia saat itu belum masuk. Istri saya selalu menceritakan kedai kopi ini. Jadi pada saat saya ke sana, salah satu tempat sasaran saya adalah kedai kopi Starbucks.

Pada saat di dalam kedai Starbucks itulah saya punya impian, "enak juga ya, kalau suatu waktu bisa punya kedai kopi seperti ini". Alhamdulillah, 13 tahun kemudian impian itu terwujud.

Tempo hari ada teman di grup Whatsapp pengusaha UKM komunitas Tangan Di Atas Depok yang saya masuki bertanya, kenapa saya memilih bisnis kopi. Spontan saya jawab, bukan saya yang milih, tapi Tuhan yang "memilihkan" bisnis kopi untuk saya.

Jawaban ini bukan sok spiritual, tapi memang begitu kenyataannya. Bisnis kopi saya yang pertama, booth kopi take-away dengan seorang rekan, dibuka hanya karena iseng memanfaatkan teras ruko usaha laundry saya. Dan Ranah Kopi, usaha kedai kopi saya saat ini, saya dirikan karena setelah keluar dari usaha saya yang pertama, saya dipertemukan Tuhan dengan orang-orang yang peduli dengan kopi nusantara. Saya pernah ceritakan kisahnya di sini.

Kembali lagi ke Filosofi Kopi, film adaptasi cerpen ini berhasil dengan cantik mengabadikan suka duka berbisnis kedai kopi, tentang profit bisnis yang kejar-kejaran dengan cicilan utang, tentang konflik bisnis berpartner, tentang kompromi kepala dengan hati, tentang benturan idealisme dan realita bisnis, dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun