Mohon tunggu...
May Triranto Maharini
May Triranto Maharini Mohon Tunggu... pembelajar dan tenaga pengajar

Seorang tenaga pendidik. Tertarik dengan keunikan panorama, budaya, dan kuliner. Suka mengungkapkan pikiran melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Malang dan Kabut Bromo yang Tetap Berkesan

28 Januari 2025   09:47 Diperbarui: 28 Januari 2025   09:47 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menggunakan kereta malam Gajayana menuju Malang (Sumber: Dokpri)

Sudah 12 tahun yang lalu semenjak terakhir saya ke Bromo. Bulan Desember tahun lalu, saya kembali lagi dengan kesan yang berbeda, atau mungkin 12 tahun adalah waktu yang cukup panjang untuk menciptakan kesan baru saya akan alam Bromo?

Mungkin saya bisa memulai dengan cerita saya ketika saya dan suami saya berangkat pada hari Jumat sore menuju stasiun. Ya, seperti bias ajika kami akan ke luar kota, kami pasti singgah dulu ke rumah ibu saya, untuk memudahkan kami memesan taksi. Taksi datang, tepat pukul 4 sore, dan kereta kami berangkat. Namun, harapan kami untuk sampai in time setidaknya 1 jam sebelum kereta berangkat pupus ketika supir taksi memilih jalur yang macet, seskipun saya masih bisa memaklumi karena waktu tersebut adalah waktu pulang kerja. Alhasil, 25 menit sebelum kereta berangkat kami masih terjebak macet. Akhirnya kami turun dari taksi, tetap membayar tentunya, dan memesan ojek online. Alhamdulillah kami sampai di stasiun 10 menit sebelum keberangkatan.

Kami menggunakan kereta cepat Gajayana. Jarak leg room lumayan lega untuk kami bisa mengubah-ubah posisi kaki kami, mesti tetap dalam keadaan duduk tentunya. Semalaman kami tidur di kereta, sampailah kami di Malang pukul 7 pagi. Kami menggunakan taksi online yang mudah didapat. Jarak hotel kami dengan stasiun pun cukup dekat, namun karena masih pagi dan belum bisa check-in kami hanya menitipkan tas di resepsionis lalu memesan taksi online untuk sarapan.

Ijen Kopitiam adalah pilihan kami untuk sarapan pada hari pertama di Malang. Menu-menu yang disajikan adalah masakan khas Singapura. Cukup aneh memang, kami jalan-jalan ke Malang, tapi makanan yang kami cari adalah makanan Singapura. Bukan itu, tapi memang kami ingin sekali sarapan bubur, dan tempat makan ini menyediakan bubur ayam 'ala Singapura yang seperti bubur ayam Hongkong. Bubur ayamnya lumayan enak dan membuat kami kenyang untuk pagi itu.

Sarapan bubur ayam Singapura di Ijen Kopitiam (Sumber: Dokpri)
Sarapan bubur ayam Singapura di Ijen Kopitiam (Sumber: Dokpri)

Menunggu waktu check in, kami mengunjungi Kampung Heritage Kajoetangan. Kampung Heritage Kajoetangan adalah pemukiman penduduk dengan bangunan rumah era Belanda di gang-gang sempit. Yang membedakan, dinding-dinding rumah tersebut di warnai dengan warna cerah dan sebagian warga menjadikan rumahnya kafe sederhana yang beberapa di desain menarik. Keluar dari Kampung Kajoetangan, kami kemudian duduk sebentar sambil menikmati es krim jadul di kafe Roti Oen. Lalu, karena sudah waktu makan siang, kami ke pasar lama Malang untuk menikmati rawon Haji Ridwan yang --walaupun lokasinya di pasar---tapi rasa masakannya autentik sekali.

Kampung Heritage Kajoetangan (Sumber: Dokpri)
Kampung Heritage Kajoetangan (Sumber: Dokpri)

Makan siang dengan menu rawon yang autentik (Sumber: Dokpri)
Makan siang dengan menu rawon yang autentik (Sumber: Dokpri)

Setelah kenyang kami kembali ke hotel untuk check-in. Kami beristirahat dan makan malam di hotel. Pukul 1 malam kami dijemput oleh supir mobil jeep dari agen travel yang kami gunakan. Di mobil jeep tersebut hanya saya, suami saya, dan juga supir merangkap guide kami di Bromo. Perjalanan kami tempuh selama 2 jam.

Turun dari jeep untuk menaiki tangga yang cukup lumayan jumlahnya, kami disambut dengan suhu udara yang dingin, saat itu di ponsel saya menunjukkan bahwa suhu udara saat itu adalah 12 derajat celcius. Kami menggunakan jaket tebal jadi udara dingin bisa kami tolerir. Sesampai di atas Bukit Cinta, kami menyewa tikar dan menunggu hingga sunrise. Namun sayangm gerimis mulai turun dan kami tidak mendapatkan momen sunrise tersebut. Kabut mengelilingi kamu dan para penanti momen sunrise saat itu. Tapi kami bersyukur, bahkan kabut pun membuat kami merasakan fenomena tersendiri bagi kami yang jarang ke gunung.

Turun dari Bukit Cinta, kami mengunjungi kawah Bromo. Namun, gerimis makin sedikit terasa lebih deras, Meskipun begitu, perut kami terasa lapar dan kami sarapan sate ayam yang terasa nikmat sekali walaupun udara sangat dingin dan kami masih disambut dengan gerimis. Karena keadaan cuaca saat itu, kami mengurungkan niat untuk menaiki tangga menuju puncak kawah Bromo.

Menikmati waktu di Bromo (Sumber: Dokpri)
Menikmati waktu di Bromo (Sumber: Dokpri)

Selanjutnya kami mengunjungi Pasir Berbisik dan Bukit Teletubbies. Bukit-bukit nan hijau muda bercampur hijau tua memanjakan mata kami. Sesaat kami memandangi bukit-bukit tersebut dan berfoto dan juga merekam video selfie untuk kenang-kenangan kami berdua mengunjungi Bromo. Hingga akhirnya tur kami di Bromo berakhir dan kami diantar pulang ke hotel kami di Malang.

Berpose di kawasan Pasir Berbisik yang berkabut (Sumber: Dokpri)
Berpose di kawasan Pasir Berbisik yang berkabut (Sumber: Dokpri)
Hijaunya Bromo yang ditemani kabut (Sumber: Dokpri)
Hijaunya Bromo yang ditemani kabut (Sumber: Dokpri)

Setelah istirahat sebentar di hotel, kami memesan taksi online untuk mengunjungi Batu, khususnya Museum Angkut yang viral itu. Ya, kami sangat menikmati yang disajikan museum Angkut. Dari mobil-mobil antic yang membuat suami saya betah sekali, sampai pada desain kota manca negara yang membuat saya betah. Saran dari saya, jika ke museum angut, kurangi data di ponsel supaya bisa mengambil foto sebanyak-banyaknya. Setelah puas berkeliling di Museum Angkut, kami makan di Restoran Bu Sri lalu kembali ke hotel untuk beristirahat.

Berpose dengan mobil antik di Museum Angkut (Sumber: Dokpri)
Berpose dengan mobil antik di Museum Angkut (Sumber: Dokpri)

Desain Museum Angkut yang instagramable (Sumber: Dokpri)
Desain Museum Angkut yang instagramable (Sumber: Dokpri)
Hari terakhir di Malang, saya hanya berkuiner di bakso President yang legendaris itu. Saya ingat saya pernah makan bakso ini puluhan tahun lalu ketika saya masih sekolah bersama orang tua saya ketika menghadiri pernikahan rekan kerja ayah saya dulu. Makan Bakso President membuat saya bernostalgia.

Bakso President yang legendaris (Sumber: Dokpri)
Bakso President yang legendaris (Sumber: Dokpri)

Sebelum kembali ke Jakarta menikmati Bakso Malang di Kota Malang (Sumber: Dokpri)
Sebelum kembali ke Jakarta menikmati Bakso Malang di Kota Malang (Sumber: Dokpri)

Siang menuju sore, saya dan suami saya sudah duduk di ruang tunggu Stasiun Kota Malang, menunggu kereta kami yang sebentar lagi membawa kami kembali ke Jakarta. Kesan bagi saya dan suami saya mengunjungi Malang adalah pengalaman dan hiburan: Kota Malang, rawon, dan tempat-tempat wisatanya, kami menikmatinya; Bromo dengan kabut, panorama, dan hawa dinginnya, bagi kami pun tetap mengesankan. We will come back here, InsyaAllah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun