Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Karakter 'Advocatus Diaboli' Anies Baswedan

9 Juni 2017   13:21 Diperbarui: 23 Juni 2017   20:04 1580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belakangan ini, ada dua kritik gagasan dari Anies Baswedan yang mengindikasikan karakter "advocatus diaboli" (devil's advocatus) pada dirinya.Agar tak disalah-artikan, "advocatus diaboli" adalah seseorang yang berada pada posisi "kontra" terhadap suatu gagasan, bukan karena tidak setuju, tapi karena ingin menguji validitas gagasan  itu.

Mulai dari kritikan pertama.   Anies menolak  gagasan "Kami Pelayan Rakyat" yang dianut oleh pasangan Gubernur-Wagub  DKI Jakarta Ahok-Jarot (sekarang minus Ahok).  

Anies mempertanyakan validitas gagasan "pelayan", karena menurut pemikirannya, gagasan itu implisit menempatkan rakyat menjadi "raja" (customer) yang bersifat pasif, maunya "dilayani" melulu. 

Gagasan "pelayan"  ini menurut Anies tidak valid untuk kegiatan pembangunan karena membuat rakyat jadi "pasif".  Pembangunan menurutnya adalah gerakan bersama rakyat, khususnya kelompok strategis pengusaha,  dan pemerintah.

Karena itu Anies menegaskan sebuah gagasan anti-tesis yang hendak diterapkannya nanti bila bekerja resmi sebagai  Gubernur DKI Jakarta, yaitu gagasan "Kami Penggerak Rakyat".

Itulah gagasan yang valid menurutnya.  Sebab  pembangunan bukan hanya oleh satu atau dua orang (maksudnya Gubernur dan Wagub), tetapi oleh semua komponen sosial, termasuk rakyat.

Belum jelas benar bagaimana gagasan "Kami Penggerak Rakyat" itu akan diterapkan Anies nantinya. Karena sejauh ini belum ada elaborasi lebih rinci atas gagasan tersebut.  Baru sekadar kritik pada Ahok-Jarot, atau lebih baik lagi, berstatus "janji kampanye".

Mudah-mudahan gagasan itu tidak jatuh menjadi sekadar istilah formal "partisipasi" versi pemerintah seperti masa Orde Baru dulu. Karena alergi pada istilah "partisipasi", lalu dicanangkanlah istilah "gerakan". 

Maka, di masa Orde Baru dulu, maraklah implementasi pembangunan dengan moda "gerakan". Sebut misalnya "Gerakan Seribu Minang" (Sumatera Barat), "Gerakan Martabe" (Sumatera Utara), dan Gerakan Meningkatkan Pendapatan Asli Rakyat (NTT).

Nyatanya, semua itu bukanlah "gerakan", dalam arti "gerakan sosial" yang lahir dan mekar dari rakyat.  Semuanya adalah "gerakan palsu", karena yang terjadi adalah "mobilisasi potensi rakyat" oleh sekelompok kecil elit politik.

Itu sebabnya menjadi sangat menarik menunggu implementasi gagasan "Kami Penggerak Rakyat" itu oleh Gubernur Anies kelak.   Menarik misalnya untuk melihat bagaimana implementasinya pada program-program "DP Rumah 0%" dan "KJP Plus".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun