Dulu, di sebuah majalah wanita, lupa nama dan tahunnya, saya pernah baca humor seks yang cerdas.
Alkisah, dalam suatu kegiatan arisan kaum ibu satu komplek, seorang ibu membocorkan rahasia ranjangnya.
"Suamiku pengertian, banget. Â Dia beli kondom banyak. Â Pada hal aku kan sudah pakai spiral," katanya.
"Lha, terus diapakan itu kondom?" tanya seorang ibu lain, tetangganya.
"Ya, aku kan istri yang pengertian. Â Kulubangi ujung semua kondomnya pakai peniti."
"Waduh! Nanti aku yang hamil!" Ibu tadi menjerit, lalu jatuh pingsan.
Perlu sedikit berpikir tentang konteks humor itu sebelum kemudian tertawa. Â Tapi jelas pengarang humor itu, entah siapa namanya, sangatlah cerdas.
Bandingkan dengan humor teman Daeng Rudy yang mengumbar ukuran anulaki suami temannya. Â Seakan tak cukup, dipertanyakan pula ukuran anunita dan bra temannya itu.
Humor teman Daeng Rudy itu bukan tergolong humor seks lagi. Â Itu kategorinya humor porno yang terlalu vulgar. Â Tidak mencerminkan adanya kecerdasan sosial yang memadai pada individu pengujarnya.
Humor porno lazimnya tidak dipublikasi. Â Biasanya hanya beredar di lingkungan pertemanan secara lisan. Â Atau, sekarang, mungkin juga tertulis dalam grup perpesanan yang anggotanya dari gender yang sama. Misalnya WAG geng bapak-bapak puber kedua.
Mungkin ada yang bertanya, "Seperti apa contoh humor porno?" Â Begini, humor porno tertulis itu lazimnya ditemukan dalam buku, majalah, tabloid, koran porno, dan situs porno. Â Apakah Kompasiana tergolong blog porno? Tidak. Â Kompasiana adalah blog tip dan cara.