Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

"Kritik Tanpa Kritik" untuk Program K-Rewards

22 April 2021   21:12 Diperbarui: 22 April 2021   21:32 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari kompasiana.com

"Sumbang saran dan kritik kamu terhadap program ini menjadi latar belakang kami memperbaiki mekanisme K-Reward---setidaknya mulai tahun ini." -Admin Kompasiana

Untung saya iseng membaca artikel Admin Kompasiana, "[UPDATE] Sistem Penghitungan K-Rewards 2021 Diubah Menjadi Unique Pageviews", K. 6/1/2021, 22/4/2021). Ketemu ujaran di atas. Jadi, saya punya justifikasi untuk mengritik Admin K.

Kendati, ya, kendati kritik ini hanya akan dijadikan Admin K sebagai "latar belakang" saja untuk perbaikan mekanisme K-Rewards. Sekali lagi, cuma sekadar latar belakang, bukan menjadi substansi apalagi esensi.  

Latar belakang itu, seperti penari latar, hanya sekadar pemanis saja. Untuk pantasnya pentas saja. Apalagi kalau penyanyinya miskin gerak, seperti almarhum Chrisye, vokalis kegilaanku. 

Inti artikel Admin K itu adalah pendasaran hitungan nilai K-Rewards untuk artikel pilihan (yang ditulis Kompasianer centang biru) pada jumlah Unique Pageviews (UPv) menurut Google Analytics. Seingatku dari dulu kan sudah begitu.

Jika ada hal baru, maka itu adalah pengurangan jumlah minimal UPv dari 3,000 menjadi 2,000. Ya, lumayanlah. Soalnya pembaca artikelku akhir-akhir ini turun drastis. Hanya sekitar 100 UPv per artikel. Padahal dulu bisa minimal 1,000 UPv per sepuluh artikel. 

Sepintas terkesan adil bila mendasarkan nilai K-Rewards pada jumlah UPv.  Tapi tidak jika ditelisik lebih dalam. Makanya jangan suka main pintas. Semisal menikahi seseorang yang baru ketemu sepintas. Nanti bisa-bisa usia nikahnya sepintas juga, lho.

Menghitung nilai K-Rewards itu berdasar jumlah UPv semata jelas takadil. Itu diskriminatif karena lebih menguntungkan minoritas Kompasianer penguasa kerajaan artikel terpopuler. Sementara mayoritas Kompasianer penulis artikel anti-populer, semisal Engkong Felix, dirugikan. 

Bayangkan sakitnya kami Kompasianet mayoritas ini. Sudah tak dapat K-Rewards, dirugikan pula. Admin K  jelas takbisa merasakannya. Sebab kendati tak menulis artikel penghasil K-Rewards, mereka tetap gajian.  Aneh, orang kerja di dunia tulis-menulis tetap digaji walau takpernah nulis.

Harusnya, kualitas mesti jadi dasar perhitungan nilai K-Rewards juga. Jika disepakati Artikel Utama adalah artikel berkualitas tinggi, maka artikel-artikel semacam itu harus diberi bonus UPv dengan cara melipat-duakan raihan UPv riilnya.  Itu adil karena dasarnya adalah capaian kualitas. 

Lantas bagaimana dengan artikel di ruang Nilai Tertinggi? Menurutku tak usah diberi bonus UVp. Sebab penulis artikel semacam itu sudah mendapat upahnya yaitu "nilai tertinggi".  Masa sih masih nuntut bonus UPv juga? Serakah itu.

Selain popularitas dan kualitas, aspek utilitas juga penting diperhitungkan dalam penetapan nilai K-Rewards. Untuk itu ada dua jenis artikel yang perlu diperhatikan secara khusus yaitu humor dan diari.

Khusus untuk artikel humor, layak diberi bonus UPv dengan melipat-tiga raihan UPv riilnya. Alasannya, pertama, besar manfaatnya yaitu menyebarkan virus tawa di kalangan pembaca. Tertawa itu mahal. Jadi penyebar virus tawa harus dihargai lebih. 

Kedua, lebih penting dari alasan pertama, Engkong Felix sekarang lebih sering menulis artikel humor dengan formula anti-AU. Boleh dong engkong mengusulkan hal yang menguntungkan baginya. Masa mau usul hal yang merugikan.

Lalu artikel diari. Nah, kalau ini saya usul agar UPv riilnya dikalikan dengan bilangan minus tiga (-3). Alasannya, pertama, diari itu cengeng. Masa sih penebar virus cengeng diberi imbalan? Logisnya, ya, didenda, karena merusak  mental pembaca Kompasiana.

Kedua, lebih mendasar dari alasan pertama, saya ingin melihat "Raja Diari Kompasiana" kejet-kejet lalu pingsan. Aih, senangnya hati jika hal itu terjadi. Itu akan meningkatkan gairahku menulis humor.

Baidewei, siapa sih "Raja Diari Kompasiana" itu. Ah, kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu orang bernama Daeng Khrisna Pabichara.(efte)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun