Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Begini Perspektif Bumi Datar a la Orang Batak Toba

15 Maret 2020   22:11 Diperbarui: 16 Maret 2020   17:30 3152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bumi datar (Sumber: documentarytube.com)

Tapi Deang Parujar tetap merasa kesepian. Sebab dia tak punya pasangan hidup di banua tonga. Tapi Mulajadi Nabolon sebenarnya sudah mengirimkan Siraja Odapodap ke banua tonga, saat Deang Parujuar minta benih tanaman dan bibit hewan.

Lewat sebuah proses pertemuan dan percintaan yang tidak mudah, Deang Parujar akhirnya bersedia menikah dengan Siraja Odapodap dan bermukim di Sianjur, sekarang Kecamatan Sianjurmulamula, Samosir. Dari pernikahan itu lahirlah anak kembar, Siraja Ihatmanisia (putra) dan Siboru Itammanisia (putri).

Menurut mitologi Batak Toba, Ihatmanisia dan Itammanisia menjadi pasangan suami isteri dan beranakkan Raja Miokmiok, Patundalnibegu, dan Ajilampaslampas. Karena sengketa agraria antar saudara, Patundalnibegu dan Ajilampaslampas pergi ke luar Sianjur. Tinggallah Raja Miokmiok di Sianjur.

Dari perkawinannya (entah dengan siapa) Raja Miokmiok kemudian berputrakan Engbanua. Selanjutnya Engbanua berputrakan Raja Aceh, Raja Bonangbonang, dan Raja Jau. Raja Aceh pergi ke Aceh, Raja Jau pergi ke daerah "Jau", sekarang wilayah Simalungun. Raja Bonangbonang tetap tinggal di Sianjur dan berputra tunggal Raja Tantandebata.

Raja Tantandebata kemudian menikah (entah dengan siapa) dan berputrakan Siraja Batak. Siraja Batak inilah yang kemudian menikah (entah dengan siapa) lalu berputrakan Tateabulan dan Isumbaon.

Keturunan Tateabulan dan Isumbaon itu tumbuh ibarat bintang narumiris ombun nasumorop, bintang bertabur dan awan berarak di langit. Mereka memenuhi seluruh banua tonga, ciptaan Deang Parujar. Merekalah yang kemudian, hingga kini, dikenal sebaga orang Batak. Banua tonga tempat mereka berdiam dipersepsikan sebagai Tano (Tanah) Batak.

Tano Batak atau banua tonga ciptaan Deang Parujar itu dipersepsikan sebagai bidang datar. Sejajar dengan bidang datar banua ginjang di atasnya dan banua toru di bawahnya. Tentu saja tidak datar seperti meja makan. Ada gunung dan lembahnya, buah gempa akibat Naga Padohaniaji sewaktu-waktu meronta dari pasungannya.

Kesejajaran Mitos dan Bibel

Mitos penciptaan banua tonga oleh Deak Parujar memiliki kesejajaran dengan Kitab Kejadian pada Bibel umat Kristiani. Pada mitos Batak, Deang Parujar adalah "Tangan Mulajadi Nabolon". Dalam Kitab Kejadian "Tangan Tuhan" tidak dipersonifikasi.

Urut-urutan penciptaan menurut mitos Batak dan Kitab Kejadian memang tidak sama. Tapi unsur-unsurnya sama: terang (dan gelap), tanah (bumi, benua), mahluk hidup (tumbuhan dan hewan), dan akhirnya sepasang manusia yang berkembang-biak menguasai bumi yang dipersepsikan sebagai bidang datar.

Pasangan Raja Odapodap dan Deak Parujar itu sejajar dengan pasangan Adam dan Hawa dalam Kitab Kejadian. Bedanya, Deak Parujar sudah berbuat "dosa" sedari awal dengan melarikan diri dari perjodohannya dengan Raja Odapodap. Sedangkan Hawa melakukan "dosa asal", tragedi buah apel, setelah hidup besama Adam di Taman Eden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun