Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kasus Dusun Karet Bantul dan Bahaya "Pemberontakan Bisu"

4 April 2019   16:25 Diperbarui: 5 April 2019   05:39 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala Dukuh Karet, Iswanto (Kaos Kuning), Slamet Jumiarto (Tengah), Dan Kapolres Bantul AKBP Sahat M Hasibuan (sragam Polisi) Setelah Mendengar Pencabutan Peraturan Dusun Yang Diskriminatif di Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, Selasa (2/4/2019) siang. (kompas.com/Markus Yuwono)

Persoalan Slamet Juniarto yang dilarang bermukim di Dusun Karet, Pleret, Bantul, DIY, karena dia Katolik dan seluruh warga desa (kecuali satu keluarga) Islam, sudah diselesaikan secara terang benderang. Aturan pelarangan itu sudah dicabut dan Dusun Karet kini terbuka untuk setiap warga tanpa pandang agama.

Terima kasih harus disampaikan kepada aparat, baik Pemda Bantul maupun kepolisian, serta tokoh-tokoh agama lokal, yang telah membantu menyelesaikan masalah ini secara bijak, dengan menempatkan baik pemerintah dusun maupun Slamet pada posisi sama bermartabat. Itulah cara yang dipandu nilai-nilai Pancasila.

Saya tak hendak mempermasalahkan ataupun mempersalahkan apa yang terjadi di Dusun Karet. Saya hanya ingin mengangkat kasus mikro ini sebagai suatu gejala "pemberontakan bisu" (silence rebellion) berbasis agama yang mesti diwaspadai semua pihak, khususnya pemerintah.

***

Di tingkat nasional, negara ini sudah pernah dihadapkan pada gerakan pemberontakkan terbuka berbasis agama. Ingatlah pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di berbagai daerah tahun 1950-an sampai awal 1960-an. Tujuannya waktu itu untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).

Pemberontakan DI/TII itu dinyatakan "padam" tahun 1962 ditandai dengan penangkapan salah seorang tokoh utamanya, Kartosuwiryo, yang kemudian dijatuhi hukuman mati.

Memasuki dua dekade milenium, gagasan "Negara Islam Indonesia" itu sempat diusung oleh HTI yang membawakan konsep negara Khilafah. Organisasi HTI ini kemudian dibubarkan oleh Pemerintah tanggal 19 Juli 2017 berdasar Perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, karena azas, ciri, dan sifatnya sebagai ormas dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Sekarang ini, secara terorganisir resmi, tidak ada lagi gerakan "pemberontakan" baik berupa perang maupun gerakan sosial, di Indonesia.

Namun hal itu tak berarti bahwa bangsa ini sudah bersih dari gagasan semacam itu, khususnya pada aras mikro di akar rumput. Kasus Dusun Karet adalah salah satu indikasi, yang saya sebut di sini sebagai "pemberontakan bisu".

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun