Mohon tunggu...
@Bapaksocio_
@Bapaksocio_ Mohon Tunggu... Pengajar dan juga Pembelajar Aktif

Menyukai kajian seputar isu pendidikan, sosial, budaya, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemakaian AI di Ruang Ajar, Haruskah Guru Takut?

27 April 2025   10:10 Diperbarui: 24 April 2025   21:12 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemunculan ChatGPT dan berbagai alat AI lainnya telah mengubah banyak hal dalam waktu singkat. Di sekolah, sebagian guru mulai khawatir: apakah teknologi ini akan menggantikan peran mereka? Tapi mungkinkah justru AI bisa menjadi mitra dalam mendidik generasi masa depan?

Dalam beberapa bulan terakhir, dunia pendidikan mengalami guncangan yang tak terduga—bukan karena kurikulum baru, bukan juga karena ujian nasional, tetapi karena kecerdasan buatan (AI).

Nama-nama seperti ChatGPT, Canva AI, QuillBot, dan Grammarly AI semakin sering terdengar di kalangan guru dan siswa. Di satu sisi, alat-alat ini membantu siswa menyusun esai, menjawab soal, bahkan membuat presentasi. Di sisi lain, muncul kekhawatiran: apakah ini berarti siswa tidak belajar sungguh-sungguh? Apakah AI membuat siswa malas berpikir? Dan lebih dari itu: apakah AI akan menggantikan guru?

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Di beberapa sekolah, guru menemukan tugas yang "terlalu sempurna", tanpa kesalahan, dan mirip hasil mesin. Ada rasa tidak nyaman saat mendapati siswa lebih memilih bertanya pada chatbot daripada pada gurunya.

Namun mari kita jujur: bukankah dunia memang sedang berubah? Bukankah anak-anak hari ini hidup dalam dunia digital yang menuntut kecepatan, efisiensi, dan kemampuan beradaptasi?

Pertanyaannya bukan lagi: "Bagaimana menghentikan AI?" Tapi: "Bagaimana mendidik dengan kehadiran AI?"

AI Bukan Musuh, Tapi Mitra

AI bukanlah pengganti guru. AI tidak punya empati, tidak mengerti konteks sosial-budaya, tidak bisa membaca ekspresi bingung seorang siswa yang takut bertanya. AI bisa memberi informasi, tapi hanya guru yang bisa memberi makna.

Maka yang perlu dilakukan adalah redefinisi peran guru. Dari pusat informasi, menjadi fasilitator pembelajaran yang bermakna. Dari pemberi tugas, menjadi pendamping refleksi dan diskusi. Dari satu-satunya sumber kebenaran, menjadi penjaga nalar kritis dan etik.

Dengan AI, guru bisa:

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
    Lihat Pendidikan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun