Mohon tunggu...
mr.x
mr.x Mohon Tunggu... Freelancer - -

Blogspot resmi: https://mrxkomp.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dilema Presiden Kala PVK-19

4 April 2020   12:16 Diperbarui: 10 Juni 2020   07:24 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi sedang tepuk jidat(jurnalnews.id)

Warning keras: hanya untuk netizen yang mau membaca, bukan untuk netizen negara so so advanced +62 yang sangat malas membaca! Apabila anda merasa anda adalah orang yang sangat malas membaca, pergi dari artikel ini sekarang juga sebelum menciptakan hoaks atau salah terjemah!!!! Satu hal, mr.x bukan buzzer pemerintah dan mr.x tidak dibayar sepeserpun dibalik artikel ini, wahai netizen negara berflower dan so so advanced +62! 

CATATAN PENULIS: PVK-19 adalah nama terjemahan Indonesia dari COVID-19 karena kepanjangan COVID-19 adalah COrona VIrus Disease-2019, dan kalau di Indonesia-kan akan menjadi Penyakit Virus Korona-19 atau sebutannya PVK-19/PeViKo-19.

"Belajar di rumah, Kerja di rumah, Ibadah di rumah" itulah kalimat yang diucapkan oleh presiden kita pertama mengumumkan "Social Distancing" ketika PVK-19. Ketika baru saja muncul penyakitnya, masyarakat saja sudah kepanikan dan memborong berbagai macam barang yang berhubungan pada kesehatan. Banyak sekali warga yang berteriak untuk meminta Presiden untuk segera melaksanakan "Lockdown" di media sosial, entah LINE Today, akun Instagram bapak presiden, atau berbagai macam platform situs web milik kantor berita(seperti Kompas, Detik, The Jakarta Post, dan lain sebagainya). 

Ditambah dengan beberapa rakyat menganggap presiden kurang tegas dalam melakukan perintah mereka, bahkan sampai ada yang menciptakan sebuah "hiper-realitas"(akan dibahas) bahwa presiden memilih uang diatas kemanusiaan. Sedikit netizen yang mau membaca dan mengikuti apa kata pemerintah, karena begitulah rakyat Indonesia kebanyakan. Mau seenak sendiri dan hanya memikirkan kepentingan diri mereka sendiri tanpa berpikir panjang.

Apa itu hiper-realitas yang dikemukakan oleh Jean Baudrillad? Menurut Baudrillad, Simulasi adalah keadaan dimana representasi atau gambaran dari sebuah objek menjadi lebih penting daripada objek itu sendiri sedangkan Simulacra adalah sebuah duplikasi yang sebenarnya tidak pernah ada sehingga perbedaan antara duplikasi dan fakta menjadi kabur. Simulasi, Simulacra, dan Hiperealitas ini sudah melebur bersama di sela-sela kehidupan kita dan sedikit demi sedikit mengaburkan sisi yang nyata dari sosok kita sebagai makhluk hidup.

PVK-19 secara singkat merupakan sebuah fenomena medis-biologis dimana berawal dari sebuah kota bernama Wuhan, Tiongkok dimana akhirnya menjadi heboh setelah . Simulacra terhadap PVK-19 ini sangat berlebihan sampai ada yang mencocoklogikan ini dengan agama, disebutnya sebagai "Amarah dari Tuhan", "Hukuman Tuhan", dan lain sebagainya. Menciptakan sebuah hiper-realitas yang seolah penyakit ini adalah "Amarah dari Tuhan" untuk warga di Tiongkok, hanya karena penyakit ini berawal di Tiongkok. Bahkan ada yang menyatakan kalau, PVK-19 adalah semacam bio-weapon yang diciptakan di sebuah negara untuk menyerang negara lawannya.

Simulasi dari PVK-19 ini ialah penyakit ini dianggap penyakit yang sangat berbahaya dan mematikan padahal faktanya PVK-19 memiliki mortality rate yang cukup rendah, mungkin 2-4%. Tetapi, di Indonesia melonjak hingga 9,8%(196 dari 1986 kasus, per 3 April 2020), Italia mencapai 12,07%(13915 kematian dari 115242 kasus), dan India sudah mencapai 2,8%(72 dari 2567 kasus)(Sumber: Link). Jika dalam Indonesia, "kurang tegas"nya pemerintah dalam mengurus PVK-19 membuat masyrakat menciptakan berbagai macam "hiper realitas" yang menyebabkan masyarakat memiliki spekulasi yang tidak enak didengar bagi pemerintah.

Data Korona Indonesia, India, Luxembourg, dan Pakistan per 3/4/2020(Note: Hanya India dan Indonesia yang masuk ke dalam artikel ini)(.worldometers.info)
Data Korona Indonesia, India, Luxembourg, dan Pakistan per 3/4/2020(Note: Hanya India dan Indonesia yang masuk ke dalam artikel ini)(.worldometers.info)
Data Korona Amerika, Italia, dan Spanyol(Namun hanya Italia yang menjadi sorotan artikel ini)(Sumber Link sama seperti yang diatas, dari WorldOMeter)
Data Korona Amerika, Italia, dan Spanyol(Namun hanya Italia yang menjadi sorotan artikel ini)(Sumber Link sama seperti yang diatas, dari WorldOMeter)
Salah satu penyebab dari apa yang kita hadapi hari ini dan munculnya "hiper-realitas anti pemerintah" adalah ketidakmampuan masyarakat kita sendiri  dalam memilah dan memilih informasi tentang Corona. Ketidakmampuan masyarakat inilah menggiring publik dalam situasi ketidakpastian, dan ketidakmampuan pemerintah untuk mengambil langkah yang tegas untuk menangani pandemi ini. Semua informasi lantas dikonsumsi dan ironisnya dianggap sebagai kebenaran bagi beberapa orang, terutama pembenci Jokowi yang termakan dengan kebenciannya atau pencinta Jokowi dengan cintanya. Tidak akan mengherankan jika publik dilanda kepanikan dan kecemasan yang luar biasa sehingga mudah termakan informasi hoaks. Padahal World Health Organisation (WHO) sebenarnya telah menyediakan informasi seputar PVK-19 .

PVK-19 memberikan sebuah dilema bagi Indonesia, sebagian rakyat dengan "Egois" dan "Sok" meminta presiden untuk cepat melakukan lockdown atau Karantina Wilayah tanpa berpikir panjang(dalam prespektif penulis). Sementara di daerah-daerah calon Karantina Wilayah ini, terutama Jakarta akan menderita akibat lockdown ini. Hanya karena Wuhan dan sebagian daerah berhasil melakukan ini tanpa melihat variabel keberhasilan lockdown ini, bukan berarti menjadi alasan bagi Indonesia untuk menjalankan kebijakan Karantina Wilayah dan tidak akan bisa menjadi alasan.

Amerika berani melakukan ini karena kas negaranya sangat banyak dan berlipat ganda jika dibandingkan dengan Indonesia, tidak ada data yang pasti karena penulis hanya menemukan bahwa mereka memiliki 3,706 Triliun Dollar Amerika atau setara dengan Rp. 61.649.310.000.000.000.00 (Enam Puluh Satu Ribu Kuadriliun(1 Kuadriliun = 1.000 Triliun) , Enam Ratus Empat Puluh Sembilan Triliun, Tiga Ratus Sepuluh Miliar Rupiah), APBN Indonesia hanya sekitar 2 kuadrilliun lebih(hanya 3%nya saja). Bahkan, menurut Ibu Sri Mulyani, kas negara hanya tinggal Rp. 100 Trilliun saja (link)

Namun di sisi lain, banyak rakyat yang juga tidak setuju dengan social distancing karena dianggap kurang efektif mengingat masyarakat Indonesia cenderung bersifat seenaknya dan "bandel bukan main". Serta mereka ingin Indonesia tidak memasukkan orang asing dulu dengan pemikiran "mencegah lebih baik daripada mengobati." Yang mungkin bagus namun eksekutornya(atau yang bilang ingin lockdown) lah yang salah. Atau entah karena kebencian mereka terhadap Tiongkok yang amat berlebih dan sekarang waktunya "balas dendam" dengan menyuruh pemerintah Indonesia melakukan lockdown.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun