Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Penurunan Harga Gas Bumi Industri dan Ambruknya "PGAS"

10 Februari 2020   15:08 Diperbarui: 10 Februari 2020   15:38 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan akan melakukan berbagai daya upaya untuk menunjang iklim investasi di Indonesia. Bahkan presiden secara tegas berjanji akan mengejar, dan kalau perlu "menghajar" pihak-pihak yang menghambat investasi. 

Tentu ucapan presiden harus dimaknai sebagai sebuah perintah yang sangat tegas terhadap semua jajaran pemerintahan dan aparat di bawahnya agar tidak bermain-main, mengganggu, dan menghambat investasi. Apalagi presiden sudah menyatakan kepada jajaran menteri di kabinet bahwa tidak ada visi misi menteri, yang ada adalah visi misi presiden dan wakil presiden.

Karena tidak ada visi dan misi menteri, maka para menteri harus tegak lurus dalam menjalankan amanat presiden terutama untuk mewujudkan Indonesia yang ramah investasi. Salah satu upaya presiden untuk menarik investasi adalah dengan memperbaiki aturan-aturan hukum yang saat ini berlaku. Perbaikan ini salah satunya dengan menggunakan omnibus law yang akan mensinkronkan berbagai peraturan perundang-undangan dan memperbaiki peraturan-peraturan yang menghambat investasi.

Berkebalikan dengan instruksi presiden, ternyata ada kementerian yang justru seperti tidak menjalankan pesan agar ramah dan tidak membuat kabur investor. Kementerian tersebut adalah ESDM, lho kok bisa? Silahkan lihat harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) satu bulan terakhir. PGAS terlihat tertekan dari titik tertingginya di angka Rp. 2.120,- hingga angka terendahnya Rp. 1.445,-. Kalau ditarik lebih jauh lagi setahun terakhir harga PGAS rata-rata adalah Rp. 2.091,- sementara sekarang (hari ini) diperdagangkan di kisaran Rp. 1.550,-.

Amblesnya harga saham PGAS seiring dengan gencarnya pemberitaan harga gas industri 6 USD per MMBTU mulai berlaku pada 1 April 2020 yang mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Apalagi skema bagaimana memperoleh harga gas 6 $ belum jelas dan ditetapkan. Presiden pernah menyampaikan opsi mengurangi atau bahkan menghilangkan jatah pemerintah US$ 2,2 per MMBTUdari hasil Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S).

Kepastian Skema Penurunan Harga

Tampaknya skema penurunan harga gas menjadi 6 USD per MMBTU membuat kekhawatiran investor yang menanamkan duitnya di saham PGAS. Intervensi yang tinggi dari pemerintah terhadap perusahaan terbuka ini dikhawatirkan akan mempengaruhi pendapatan PT Perusahaan Gas Negara Tbk sehingga menghambat kemampuannya untuk tumbuh berkembang dan berinvestasi ke depannya.

Apalagi ada rumor yang beredar jika kementerian ESDM mengusulkan bahwa harga gas industri 6 USD per MMBTU diperoleh dengan penurunan harga hulu menjadi 4,5 USD dan PGN hanya diberikan 1,5 USD untuk biaya transportasi, biaya distribusi, termasuk di dalamnya margin niaga. Tentu ini menghawatirkan bagi investor karena dengan skema seperti ini kemampuan keuangan PGN menjadi sangat terbebani. Jangankan untuk berinvestasi dan memperluas usaha, membayar pinjaman saja bagi PGN menjadi berat.

Oleh karenanya pemerintah harus segera menentukan skema yang cukup adil bagi kemaslahatan rakyat banyak. Pemerintah tidak boleh mudah percaya bahwa penurunan bagian negara dalam K3S (penurunan harga hulu) akan dikompensasi oleh daya saing produk yang industri hasilkan dan kenaikan pajak. Jangan-jangan penurunan harga gas hanya akan menguntungkan pemilik industri, tanpa membawa efek domino pada kesejahteraan pekerja dan kenaikan pajak negara.

Konsistensi Regulasi

Perbaikan harga jual gas bumi di sisi hilir yang tidak mengalami penyesuaian lebih dari 7 tahun juga memberikan dampak pada kemampuan pendanaan PGN dalam membangun infrastruktur gas bumi. Apabila penyesuaian harga jual gas bumi tidak dilakukan, maka konsekuensinya adalah kemampuan pendanaan mandiri PGN akan terganggu sehingga target-target pembangunan infrastruktur akan terhambat. Sementara harga hulu gas bumi dari tahun ke tahun meningkat, harga gas bumi di hilir tidak juga mendapat persetujuan  dari kementerian ESDM untuk disesuaikan.

Pada kenyataannya PGN mempunyai hak untuk mengajukan kenaikan harga dengan formula sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri ESDM No. 58 tahun 2017 yang telah diubah melalui Peraturan Menteri ESDM No. 14 tahun 2019. Namun demikian pemerintah belum mengabulkan usulan penyesuaian harga gas yang diajukan PGN. Hal ini tentu mempengaruhi penilaian investor dimana regulator tidak konsisten dengan penerapan  peraturan yang dibuat oleh mereka sendiri.

Hari ini kemudian regulator terlihat akan memaksakan penurunan harga gas industri kepada PGN. Meskipun hanya terdapat tujuh sektor industi yang berhak mendapatkan harga gas khusus, yaitu industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet, namun dalam perjalanannya bisa diprediksi industri lainnya juga akan meminta perlakuan yang sama. Apakah kementerian ESDM juga sudah memikirkan hal ini?

Potential Loss Saham PGN

Mengutip PP No. 6 Tahun 2018, diketahui bahwa saham PGN seri B yang dikuasai negara melalui PT Pertamina adalah sebanyak 13.809.038.755 (tiga belas miliar delapan ratus sembilan juta tiga puluh delapan ribu tujuh ratus lima puluh lima) lembar. Jika melihat rata-rata harga PGAS setahun terakhir adalah Rp. 2.091,- sementara sekarang (hari ini) diperdagangkan di kisaran Rp. 1.550,- maka terdapat kerugian sebsar Rp. 541,- per lembar saham. Adapun jika diakumulasikan dengan jumlah saham seri B milik negara di PGN  maka potential loss yang dialami negara sebesar  + 7,47 triliun rupiah.

Akibat gonjang ganjing harga gas industri menjadi 6 USD per MMBTU dan ketidakpastian usaha bagi investor, maka negara mengalami kerugian sebesar 7,47 triliun rupiah dari penurunan nilai saham PGN yang terjadi saat ini. Siapa yang kemudian harus dan berani bertanggung jawab atas kerugian tersebut? Kementerian Perindustrian? Kementerian ESDM?

Hal ini juga menggambarkan bagaimana niat baik pemerintah untuk menarik investasi sebanyak-banyaknya dari luar ternodai dengan adanya isu penurunan gas bumi. Penurunan gas bumi dengan skema yang tidak jelas dan tidak diumumkan dengan terang benderang ke khalayak umum menyebabkan kepastian investasi menjadi terganggu. Bagaimana mungkin investor asing percaya iklim investasi di Indonesia membaik jika investasi eksisting saja terganggu akibat campur tangan terlalu dalam pemerintah terhadap sebuah badan usaha.

Saat ini yang perlu dilakukan PGN dalam menyikapi penurunan harga gas industri adalah meyakinkan pada semua pihak bahwa PGN telah begitu efisien dalam menjalankan bisnisnya dibandingkan dengan industri-industri yang sejenis atau BUMN lainnya. Lebih lanjut pemerintah diharapkan segera memberikan skema yang masuk akal dan adil, serta ditetapkan dalam suatu aturan tertulis, peraturan hukum yang berlaku. 

Suatu saat peraturan atau ketetapan pemerintah keluar, maka sebagai badan usaha PGN harus tunduk dan patuh menjalankannya meskipun akan berakibat pada kerugian dan bangkrutnya PGN. Sejarah akan punya caranya sendiri untuk menghukumi siapa yang bertanggung jawab ketika hal itu terjadi.

MRR, Jkt-10/02/2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun