Mohon tunggu...
M. Rizqi Hengki
M. Rizqi Hengki Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas IBA Palembang, Program Kekhususan Hukum Pidana.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Relevansi Penanggulangan Cybercrime dengan Hukum Pidana

18 April 2019   00:20 Diperbarui: 18 April 2019   00:27 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20151021181725-12-86435/bareskrim-tangkap-ratusan-wna-tersangka-cyber-crime

Pada dasarnya kebijakan legislatif atau kebijakan perundang-undangan, secara fungsional dapat dilihat sebagai bagian dari perencanaan dan mekanisme penanggulangan kejahatan.

Bahkan dapat dikatakan sebagai langkah awal (Muladi dan Barda, 1992: 198).

Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence).

Dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare).

Oleh karena itu, dapat dikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal ialah "perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat".

Wajar pulalah apabila kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan atau politik sosial (social policy).

Kebijakan sosial (social policy) dapat diartikan sebagai usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Dan sekaligus mencangkup perlindungan masyarakat.

Jadi di dalam pengertian "social policy" sekaligus tercakup di dalamnya "social welfare" dan "social defence policy" (Barda, 2002: 29).

Tidak mudah untuk menetapkan suatu perbuatan sebagai suatu tindak pidana artinya ada beberapa proses yang harus dilalui.

Selain kajian yang mendalam mengenai perbuatan itu dari sudut kriminologi, maka harus dipertimbangkan pula beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Yaitu tujuan hukum pidana itu sendiri.

Penetapan perbuatan yang tidak dikehendaki, perbandingan antara sarana dan hasil kemampuan badan penegak hukum (Sudarto, 1977: 32).

Oleh karena itu, diperlukan kajian pertimbangan strategis yang mendalam mengenai kriminalisasi kejahatan teknologi informasi tersebut berupa kebijakan/politik kriminal.

Berkaitan dengan teori-teori kebijakan hukum pidana di atas.

Maka dalam hal penggunaan hukum pidana pada upaya pencegahan dan penanggulangan cybercrime sangat relevan mengingat bahaya-bahaya dan kerugian.

Yang ditimbulkan dari meningkat pesatnya kejahatan teknologi informasi tersebut menjadi pertimbangan yang sangat layak (Suhariyanto, 2013: 43).

Jika dilihat dari statistik pemilik dan pengguna komputer dan internet di Indonesia.

Memang angkanya masih relatif kecil dibandingkan populasi penduduk.

Namun demikian, potensi kerugian yang ditimbulkannya tidak berbanding lurus dengan jumlah pengguna.

Atau dengan kata lain potensi kerugian tidak dapat diperkirakan nilainya maupun jumlah korbannya (Suhariyanto, 2013: 44).

Kerugian yang diderita dinilai sangat massif dalam waktu relatif singkat.

Hal ini berbeda dengan kejahatan konvensional yang dampaknya relatif mudah dilokalisir.

Maksimum kerugiannya sebesar nilai yang melekat pada sasaran kejahatan.

Pada kejahatan cyber antara pelaku dan korban tidak harus berada pada ruang dan waktu yang sama.

Sehingga pelakunya lebih sulit untuk dilokalisir dan nilai kerugian yang ditimbulkannya tidak terbatas pada nilai materill yang melekat pada sasaran.

Artinya nilai kerugian sering kali jauh lebih besar atau bahkan tak ternilai harganya (Magdalena dan Setyadi, 2007: 26).

Sehingga diperlukan upaya penanggulangan bagi kejahatan teknologi informasi ini baik upaya pencegahan kejahatan secara preventif maupun penanggulangan kejahatan secara represif.

Salah satu upaya penanggulangannya adalah melalui sarana hukum pidana.

Hukum pidana dipanggil untuk menyelematkan kerugian yang diderita oleh masyarakat.

Karena kejahatan tersebut dapat menghalangi aktivitas kehidupan sosio-ekonomi masyarakat.

Demikian pula aspek-aspek lain yang mendukung pembangunan kesejahteraan masyarakat.

Sehingga sebagai bentuk perlindungan terhadap kepentingan masyarakat (social defence) tersebut.

Maka keberadaan hukum pidana sangat diperlukan agar dapat teratasinya kejahatan di dunia cyber yang notabenenya telah menjadi penghambat pembangunan kesejahteraan masyarakat (social welfare).

Upaya melalui kebijakan hukum pidana yang integral harus dimaksimalkan.

Mulai dari substansi hukum, struktur hukum bahkan kultur hukumnya harus berjalan dengan maksimal.

Hanya melalui penegakan hukum pidana yang terpadu diharapkan fungsionalisasi hukum pidana dalam penanggulangan cybercrime dapat terealisasi (Suhariyanto, 2013: 44-45).

DAFTAR PUSTAKA

Nawawi Arief, Barda. (2002). Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Magdalena, Merry dan Maswigrantoro Roes Setyadi. (2007). Cyberlaw Tidak Perlu Takut. Yogyakarta: Andi.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. (1992). Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni.

Sudarto. (1977). Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni.

Suhariyanto, Budi. (2013). Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime). Jakarta: Rajawali Pers.

Dok.kompal
Dok.kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun