Mohon tunggu...
Muhammad Rifki Kurniawan
Muhammad Rifki Kurniawan Mohon Tunggu... Insinyur - Artificial Intelligence Engineer

Artificial Intelligence Engineer di Nodeflux, startup Vision AI di Indonesia. Tertarik dalam eksplorasi dan diskursus mengenai Artificial Intelligence, Machine Learning dan Computer Vision.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dari Cuneiform Hingga Biner, dari Batu Hingga Cloud Memory

7 Februari 2018   19:58 Diperbarui: 7 Februari 2018   20:05 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayangkan saja kita hidup pada masa 7000 tahun yang lalu ketika masih belum ditemukan yang namanya huruf A, B, C sampai Z atau kita tak bisa menghitung jumlah ikan hasil tangkapan kita karena tak mengenal angka semacam 1,2,3 atau 9. Manusia hanya menggunakan bahasa sederhana dalam mengartikan alam di sekitarnya. 

Lalu bagaimana kita menyampaikan peristiwa A atau informasi B dan menyimpannya sehingga menjadi rekam jejak kita? Pada mulanya manusia hanya mengandalkan organ terpenting dari dirinya sebagai memori penyimpanan yaitu otak. Padahal otak memiliki 3 kekurangan yang sangat pokok menurut Yuval Noah Harrari, pertama otak memiliki kapastias yang terbatas. 

Para peneliti memang masih belum bisa menentukan berapa kapasitas memori otak kita hingga saat ini. Menurut Paul Reber, professor psikologi di Northwestern University, yang dilansir dari Scientific American, otak manusia terdiri atas sekitar satu miliar neuron yang setiapnya terhubung dengan 1000 neuron yang lain, sehingga membentuk sekitar 3 triliun koneksi. 

Jika dikuantifikasikan dalam ukuran data bisa diprakirakan sekitar 2.5 petabit (juta gigabit) yang berarti dapat digunakan untuk merekam jutaan jam video. Namun, itu semua hanya prakiraan, para peneliti masih belum bisa menentukan ukuran sebenarnya dikarenakan kita tidak tahu bagaimana cara mengukur memori. Selain itu, pengalaman tertentu membutuhkan perincian lebih sehingga membutuhkan ruang yang lebih besar pada otak, sementara pengalaman yang lain dilupakan dan membebaskan ruang tertentu otak. Yang kedua, informasi yang tersimpan dalam otak akan musnah ketika seseorang pemilik otak meninggal. 

Jika Einstein hidup pada masa 7000 tahun yang lalu dan diasumsikan bahwa ia telah menemukan postulat cara kerja alam semesta melalui teori relativitas umum dan khususnya. Hampir bisa dipastikan teori itu tidak akan diketahui oleh manusia peradaban modern. Mungkin bisa ditemukan, namun membutuhkan beberapa ratus tahun untuk mengungkapnya dengan investasi riset yang tidak sedikit. Kita harus menemukan jejak-jejak informasi dan data sejarah tanpa tulisan, gambar, lukisan. 

Karena tulisan sebagai manifestasi dari ide belum ditemukan saat itu. Ide-ide Einstein akan mati ketika Einstein juga mati. Dan yang ketiga, otak manusia teradaptasi untuk menyimpan dan memproses jenis-jenis informasi tertentu. Dengan belajar, pedagang buah bisa membedakan mana buah yang telah busuk dan yang masih segar hanya dengan melihat atau merasakan beberapa bagiannya. Atau pawang ular yang menjadi ahli pawang dengan mempelajari perilaku ular, kapan ia bisa ditundukkan dan tidak.

Tulisan pertama kali ditemukan oleh masyarakat Sumeria Kuno yang hidup wilayah selatan Mesopotamia sekitar 3400-3000 SM. Oleh para ilmuwan, Sumeria dianggap sebagai peradaban kota pertama di dunia, Mesopotamia Kuno sebagai tempat peradaban muncul. Tulisan ini kemudian disebut dengen cuneiform. 

Orang-orang jenius di sana pertama kali menggunakan tulisan ini menghitung dan mendata. Dalam bukunya "Sapiens", Yuval Noah Harrari menjelaskan bahwa naskah-naskah pertama Sumeria hanya berisi dokumen-dokumen tentang ekonomi, catatan pembayaran pajak, akumulasi utang, dan kepemilikan harta benda. 

Sistem tulisan Sumeria menyimpan informasi dengan dua tanda yang dicetak pada lempengan tanah liat. Namun, dengan terobosan ini orang-orang Sumeria mampu menyimpan data jauh lebih banyak daripada otak manusia mana pun. Tidak ada yang menyangka tulisan ini menjadikan momentum penting perubahan peradaban sepanjang masa.

Hingga kemudian berkembang dan menghasilkan karya tulis yang tercipta pada era Mesopotamia seperti The Epic of Gilgamesh, Atrahasis, The Descent of Inanna, The Myth of Etana, dan The Enuma Elishiyang ditulis dalam cuneiform. Membutuhkan beberapa abad penelitian untuk bisa dipahami oleh manusia modern. 

Hingga pada pertengahan abad ke 19, George Smith (1840-1876) dan Henry Rawlinson (1810-1895) menerjemahkan The Epic of Gilgamesh ke dalam bahasa Inggris. Yang kemudian menjadi momentum terkuaknya data-data sejarah Mesopotamia. Inilah awal mula tulisan yang kemudian diikuti oleh variasi-variasi tulisan dan bahasa yang hingga kita kenal sekarang ini. Tulisan membuat manusia mampu memanifestasikan informasi-informasi dalam otaknya sehingga menjadi solusi kekurangannya otak dan mengurangi fungsi otak sebagai tempat penyimpanan informasi.

Pada peradaban kerajaan Hindu-Budha di Indonesia, informasi-informasi kerajaan seperti nama-nama raja atau cerita perjuangan kerajaan dituangkan berupa tulisan. Bayangkan jika cerita ini tersimpan di dalam memori-memori para patih, mungkin tidak akan lama umur cerita tersebut. Dan mungkin tidak akan bisa dinikmati oleh anak cucu hingga ratusan tahun ke depan. Namun, tulisan itu dimanifestasikan di batu yang kita sebut prasasti dan kertas yang ketika dikumpulkan menjadi buku membuat umur informasi dapat bertahan lebih lama, melebihi umur manusia. 

Jika internet telah ditemukan, mungkin ahli IT kerajaan akan menciptakan website kerajaan dan menuliskan segala informasi di dalamnya. Para akademisi yang dimiliki kerajaan akan menuliskan biografi salah seorang raja dan menuliskan peristiwa-peristiwa bersejarah dan para petugas kerajaan akan selalu mendata pemasukan dan pengeluaran keuangan raja melalui word excel dari komputer yang dimilikinya. Semua informasi akan dapat direkam dan dibaca oleh generasi mendatang. Setelah itu, semua dokumen akan diunggah pada penyimpanan berbasis cloud untuk mengamankan data-datanya. 

Namun, otak manusia belum berkembang sejauh itu. Teknologi yang terbaik sebagai tempat penyimpanan data yang tahan lama masih berupa batu, batang pohon, dan ketika lebih baik akan didapati buku. Pada abad ke 14, pada kerajaan Majapahit, kita bisa menemukan jejak yang ditinggalkan berupa buku seperti Kakawin Nagarakrtagama karangan Empu Prapanca. 

Buku itu membuat generasi sekarang dengan mudah mempelajari kehidupan pada masa Majapahit dan menguak peristiwa-peristiwa pentingnya. Hal ini membuktikan ketersediaan rekaman informasi tersebut sangat membantu dalam dunia penelitian dalam penguakan bagaimana orang dahulu beaktivitas dan bekerja, sistem politik dan ekonominya, atau sistem pemerintahannya.

Saat ini, kita berada pada era transistor, silikon, dan angka biner. Informasi dan data tidak hanya bisa direkam dalam bentuk tulisan, akan tetapi juga gambar dan video. Seseorang yang hari ini merekam dirinya sedang makan di sebuah restoran Jawa rasa tradisional menggunakan smartphoneApple miliknya dan mengunggahnya pada akun instagram akan selamanya menjadi jejak rekam yang 100 atau 500 tahun kemudian masih bisa dibuka. 

Seperti yang dilakukan salah seorang pakar Timur Tengah, yang dapat menentukan mana berita hoaxberdasarkan gambar pada artikel yang dikomparasikan dengan gambar yang sama pada artikel tertentu menggunakan Google Image serta melacak biodata seseorang anak teroris dan afiliasinya dari fotonya dan akun sosial medianya dengan menggunakan metode yang sama untuk kebutuhan . 

Perkembangan peradaban manusia tidak lepas kemampuan manusia menyederhanakan segala bentuk informasi ke dalam dua bentuk angka saja, 1 dan 0. Dua angka yang cukup membuat informasi berumur abadi. Dengan dibantu oleh terbentuknya jaringan internet yang bisa dikatakan sebagai jaringan manusia sedunia informasi menjadi barang yang tidak lagi berharga karena jumlahnya yang sangat melimpah. Jaringan internet merevolusi cara informasi menyebar, penyajian informasi, dan umur informasi. Hanya dengan beberapa sentuhan jari pada layer smartphone, seseorang bisa membuat ancaman terhadap sebuah negara. 

Internet yang pada dasarnya menggunakan angka biner dalam transmisi informasinya, dengan pulsa kecepatan cahaya yang ditransmisikan lewat serat optik seperti sekarang, membuat informasi lebih cepat tersampaikan terbangun jaringan kompleks. Hal ini membuat informasi bisa diarsip ke komputer lain. 

Saat ini kita mengenal teknologi Cloud yang contohnya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar seperti GoogleDrive, Amazon Web Service, atau Alibaba Cloud ini. Jika dulu terdapat perpustakaan yang harus dihancurkan untuk menguasai dan memenangi peperangan. Ke depan mungkin cloud serveryang menjadi sasaran utama dalam memenangi peperangan.

Masa sekarang kita tidak hanya bisa menyimpan informasi dalam bentuk tulisan. Bahkan gambar dan gambar bergerak (video) menjadi cara penyimpanan informasi yang paling baik. Dulu, manusia menggunakan bahasa dan tulisan untuk menggambarkan suasana peristiwa di sekitarnya. Bisa terjadi ada salah interpretasi di sana, namun sejak manusia mampu merekam. Pernyimpanan informasi suatu peristiwa bisa langsung dilihat tanpa bantuan penalaran manusia. 

Sehingga yang terjadi adalah keabadian dan kemudahan mendapatkan data dan menyimpannya. Suatu saat, 1000 atau 10000 tahun yang akan datang generasi selanjutnya tidak akan susah untuk menggali dan mengenal perilaku manusia sekarang. Semua telah tersedia, semua mudah diakses. Namun, keterlimpahan informasi akan menjadi masalah bagi generasi selanjutnya. Limpahan informasi itu akan membuat manusia generasi selanjutnya membutuhkan lebih banyak energi untuk menilai dan mengklasifikasi, bukan pada kebutuhan energi untuk mencari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun