Mohon tunggu...
M. Ridwan Umar
M. Ridwan Umar Mohon Tunggu... Dosen - Belajar Merenung

Warga Negara Biasa

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

"The Power of Egg"

28 September 2019   11:50 Diperbarui: 28 September 2019   12:11 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Telur yang dimaksudkan dalam tulisan ini bisa saja, TELUR DADAR, TELUR MATA SAPI, OMLET, TELUR ASIN, bahkan TELUR PUYUH. Saya tidak bermaksud mendiskriditkan satu telur dengan telur lainnya. 

Meskipun bagi saya, TELUR DADAR menempati posisi teratas di hatiku.:)


Tulisan ini juga tidak dimaksudkan untuk tujuan lain. Apalagi terkait politik misal gonjang-ganjing aksi demo minggu lalu. 

Soalnya, dalam aksi kemarin, kita tidak melihat ada lempar-melempar telur, bukan?. 

Lagipula, RUU Tentang Telur, pasti tidak menarik didiskusikan, iya kan?

 
Cerita tentang TELUR itu asyik, tidak hanya rasanya.
Menjadi makanan favorit, tidak hanya penduduk Indonesia namun juga penduduk bumi , TELUR pantas berbangga menjadi makanan yang dicari-cari. "The Power of Telur" itu nyata. Kharismanya diakui dunia. Tidak pernah ada protes terhadap telur atau ayam yang menghasilkannya. Paling protes jika harga telur naik atau protes karena harga turun dari sisi peternak.


Alkisah, masyarakat Romawi-lah yang membudayakan tradisi makan telur ketika sarapan. Sebab, di malam hari, masyarakat Romawi membudayakan makan sampai kenyang. Sehingga, sarapan hanya diperuntukkan bagi anak-anak dan para pekerja yang butuh tenaga di pagi hari. Hasilnya, yah sebutir atau dua butir telur sudah cukup.


Lalu, seorang Inggeris, bernama Venner, mulai mensosialisasikan makan telur ketika sarapan. Tidak peduli, apakah di malam harinya sudah makan atau belum. Dan, itu mentradisi sampai kini.


Dari kampung sampai kota. Mau politisi atau mahasiswa. Semuanya DOYAN telur. Tidak berlebihan jika saya katakan bahwa Ada "JASA" ayam atau "BEBEK" dalam kehidupan kita. Ada "PENGORBANAN" ayam dan bebek dalam setiap pencapaian berbangsa dan bernegara kita. Hidup ayam dan bebek..!!!!


Kalangan ahli gizi menyebutkan bahwa telur memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Ada protein, Kolin, Lutein, Zeaxanthin, dan tentunya vitamin D. Bagus untuk tulang dan gigi. Komplit.

Tidak itu saja.
Dikarenakan dapat diolah menjadi beragam makanan dan tetap enak, maka telur menjadi menu favorit tidak hanya sarapan namun di semua menu. Tiada hari tanpa telur.


Ketika di Inggeris, teman saya meledek  melihat saya melahap telur ketika sarapan, 

"Kamu, jauh-jauh kemari, yang dimakan kok telur dadar?, Makan yang lain dong". 

Ledekan dia benar sih, namun gimana lagi. Bagi saya, telur itu sesuatu banget. Itulah The Power of TELUR.


Namun, tunggu dulu.
Ternyata, konsumsi telur masyarakat Indonesia masih di angkat 120 butir pertahun. Artinya, dalam 3 hari, penduduk Indonesia hanya makan 1 butir telur.


Apakah jumlah itu banyak? Ternyata tidak.


Soalnya, masyarakat Malaysia justru mengkonsumsi 360 butir pertahun. Artinya, satu penduduk di sana, memakan telur 1 butir perhari. Malaysia masih unggul.


Selidik punya selidik.
Bukan daya beli yang rendah menjadi penyebab konsumsi telur di Indonesia. Karena, dibandingkan telur, rokok justru lebih diminati masyarakat. 

Artinya, rendahnya minat masyarakat terhadap telur lebih disebabkan karena kurangnya edukasi masyarakat terkait telur. Kebanyakan menganggap bahwa rokok lebih bermanfaat dibandingkan telur. Wow..


Dari sini, mungkin bisa muncul penelitian terkait telur.  


Misal:
"Apakah ada hubungan konsumsi telur dengan tingkat hutang suatu negara?"


"Apakah ada hubungan konsumsi telur dengan jumlah koruptor atau kebringasan remaja di suatu daerah?"


Atau, "adakah hubungan antara frekuensi ASAP dengan produksi telur di suatu propinsi?"


"Apakah ada hubungan, antara konsumsi telur dengan kedisiplinan warga negara?"


Pertanyaan di atas terlihat logis, bisa dicari hubungannya.
Meski pertanyaannya kelihatannya mengada-ada, namun bisa jadi benar juga. Tinggal diteliti saja.


Namun, bagi saya, kejadian demonstrasi kemarin memunculkan pertanyaan lain terkait hubungan telur dengan kekisruhan di negeri ini. Pertanyaan ini muncul, ketika menyantap telur pagi tadi. 


Pertanyaannya:


"PERNAHKAH manusia belajar dari PENGORBANAN AYAM dan BEBEK yang -meski telurnya dimakan setiap hari, bahkan dicemooh jika telurnya busuk-, tetap rela BERTELUR tanpa mengeluh?"


Selamat berakhir pekan, Jangan lupa makan telur ya...:)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun