Mohon tunggu...
Wahyu irawan
Wahyu irawan Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang aktivis pengamat transportasi dan pengamat kebijakan publik

Seorang aktivis pengamat transportasi dan pengamat kebijakan publik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Opini Andi Surya tentang Aset Kereta Api Salah Besar

18 Oktober 2018   10:57 Diperbarui: 18 Oktober 2018   11:17 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesalahan Pandakan Seorang DPD RI Untuk Aset Negaranya

Sebentar lagi pesta demokrasi berlangsung di Indonesia. Bukan saja Pilpres di tahun 2019 nanti, tetapi Pemilu Legislatif yang terdiri dari Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat 2019 akan berlangsung April 2019 mendatang.

Diantaranya 136 anggota DPD akan dipilih. Tentu saja menjelang tahun pesta demokrasi ini setiap calon harus mendapat dukungan suara. Untuk memperoleh dukungan suara, setiap calon membawa program-program yang akan diperjuangkan.

Namun, akan sangat disayangkan bila program atau isu yang dibawa justru berpotensi menimbulkan masalah lebih besar karena sejak awal gagal memahami persoalan sehingga gagal mencarikan solusi.

Hal ini sama juga potensinya dengan Andi Surya (AS) yang akan maju lagi mencalonkan diri sebagai anggota DPD perwakilan Lampung. Sebuah berita tentang opininya dimuat di salah satu surat kabar lokal Haluan. Salah satunya yang disinggung mengenai aset kereta api yang diduduki warga adalah mengenai Grondkaart. 

Usaha Andi Surya Menggulingkan Aset BUMN
Usaha Andi Surya Menggulingkan Aset BUMN
Setidaknya ada empat pokok pikiran yang dilontarkan dalam artikel itu, yaitu;1) PT. KAI (Persero) tidak memiliki Grondkaart asli. Tidak jelas dari mana AS menarik asumsi demikian, karena AS sendiri tidak memahami arsip Belanda. Dengan cara apa ia dapat membuktikan Grondkaart asli atau tidak, tetapi sudah mendahului berasumsi bahwa Grondkaart yang asli sudah tidak ada.

Kitapun tidak dapat menakar sampai dimana pengetahuan kearsipannya. Lalu apabila yang bersangkutan mengatakan pernah melakukan pengecekan, apa kewenangannya menelusuri keberadaan Grondkaart, sementara kereta api tidak memiliki hubungan hukum dengan AS. Kecuali AS berurusan hukum dan mari gunakan kesempatan  ini menjadi ajang pembuktian.

Karena tidak ada relevansinya, dapat diduga AS telah melakukan pelanggaran etika atau jika tidak mau disebut demikian maka mungkin pelanggaran administrasi lebih tepat. 2) AS mengatakan bahwa Grondkaart tidak sah menurut UUPA 1960 karena tidak dikonversi dari hak barat ke hal nasional. Opini ini justru menunjukan ketidakpahaman seorang AS dalam hal sejarah.

Ketika dia mengatakan hak-hal barat (eigendom, opstal, erfpacht) semua itu berlaku untuk tanah individu atau lembaga swasta. Sementara itu Grondkaart adalah bukti tanah negara. Lalu dari tanah negara mau dikonversi kemana? Kan sudah final. Ketidakpahaman AS semakin parah ketika ia menduga bahwa tanah negara itu bisa menjadi milik masyarakat.

Pemikiran seperti ini mirip seperti pola pikir komunis di Indonesia pada akhir masa tahun 1950-an yang berdalil bahwa PKI pada masa itu menuntut landreform dari tanah negara menjadi tanah rakyat untuk dibagi-bagikan kepada buruh dan tani. 3) AS mengatakan bahwa Grondkaart tidak tercatat dalam simak Kementerian Keuangan. Ini menunjukan bahwa pengetahuan administratif AS sangat rendah karena Menteri Keuangan justru pernah memberi surat kepada Kepala BPN yang menyebutkan bahwa Grondkaart adalah alas hak yang sah bagi tanah-tanah Perumka. Dengan demikian apakah mungkin Menteri Keuangan tidak mengetahui tentang Grondkaart tetapi berani meminta kepada Kepala BPN untuk mengakui Grondkaart sebagai alas hak kepemilikan tanah kereta api. Tentu tidak demikian. 

Kesalahan AS ke-4) adalah mengatakan bahwa Grondkaart bukan merupakan alas hak bagi kepemilikan tanah KAI, ini membuktikan bahwa pemahaman hukum AS hampir nol, karena Grondkaart memiliki dua dasar hukum yang sangat kuat yaitu hukum administrasi dan hukum materi. 

Hukum administrasi adalah peraturan yang melegalkan Grondkaart sebagai bukti kepemilikan (bijblad no 4905) dan hukum administrasi yang merupakan surat keputusan kepala negara bagi setiap Grondkaart yang diterbitkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun