Mohon tunggu...
Mr WinG
Mr WinG Mohon Tunggu... guru

bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dalam Cahaya Zoom dan Cahaya Pemahaman

29 Juli 2025   21:28 Diperbarui: 29 Juli 2025   21:38 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Zoom itu berpendar tenang. Cahaya biru-kehijauan dari layar laptop memantulkan rona di wajah-wajah yang terpampang dalam kotak-kotak kecil. Di balik layar, pantulan cahaya itu sesekali membuat mata sedikit silau, tetapi hati para peserta justru terasa hangat. Malam itu, Selasa, 29 Juli 2025, pukul 19.00 WIB, bukan hanya ruang digital yang terhubung, melainkan hati-hati dari berbagai penjuru negeri yang dipersatukan dalam satu semangat: Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB).

Dari sudut kamarnya yang sederhana, Tria Nainggolan membuka sesi dengan suara yang lembut namun tegas. Suaranya jernih, terdengar bersih seperti udara pegunungan pagi hari. "Baik, Bapak/Ibu sekalian, kita akan mendengarkan kisah inspiratif dari alumni kita," ucapnya, dan dengan itu, wajah teduh Sri Wahyuni, Alumni LKLB Angkatan 32, pun muncul.

Wajah Sri terlihat hangat, seperti aroma teh melati yang mengepul dari cangkir di mejanya. Ia mengenakan kerudung warna pastel, senyumnya tipis namun dalam. Tria menjelaskan bahwa kini Sri adalah Sekretaris Prodi Ma'had Aly As'adiyah Sengkang, Wajo, sekaligus pernah menjadi fasilitator LKLB. Matanya menatap kamera, namun seolah berbicara langsung kepada hati-hati yang mendengarkan.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Tak lama, giliran Odniel Hakim Gultom, Alumni Angkatan 55, tampil. Ia menyapa dengan senyum selebar matahari pagi. Energinya memancar---terasa bahkan melalui kabel-kabel digital yang menghubungkan internet. "Selamat malam semua! Semangat ya!" katanya. Ia tampak duduk santai, dan di belakangnya terdengar sayup bunyi musik lembut dari radio dapur yang entah sengaja atau tidak, menambah suasana jadi akrab dan hidup.

Waktu merayap menuju pukul 19:30 WIB. Priskila Arta Bundu mengambil alih layar. "Bapak/Ibu peserta, kita masuk ke sesi tanya jawab," katanya dengan suara renyah seperti suara daun kering diinjak di taman saat sore. Peserta diminta menulis pertanyaan di kolom QnA. Dalam hitungan menit, kolom obrolan pun membuncah dengan ucapan terima kasih, emoticon tepuk tangan, dan rasa tak sabar.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Beberapa peserta diminta menuliskan kesan mereka. Tiba-tiba, seperti aroma kayu manis yang tersebar dalam udara hangat, kata-kata mereka menyelimuti ruang Zoom dengan nuansa tulus dan inspiratif:

  • Dari Bandar Lampung, Winarno dari MTsN 1 Bandar Lampung mengetik cepat, “Alhamdulillah berjumpa dengan alumni LKLB dari berbagai wilayah di NKRI. Semoga pertemuan ini membawa manfaat. LKLB harus terus dikembangkan untuk menjaga keutuhan NKRI.”
  • Moh Mujahim, S.Pd.I dari Jombang menulis singkat, “Sangat Menginspirasi Pribadi saya.” Kata-katanya meski pendek, namun terasa tulus seperti sapaan hangat dari sahabat lama.
  • Ni Wayan Jocelyn Gloriousintawaty, S.Pd.AH dari Palangka Raya mengetik dengan semangat, “LKLB sangat luar biasa! Menjadi wadah untuk kolaborasi antaragama, suku, budaya yang beragam.” Kata-katanya seperti aroma masakan dapur kampung yang kaya rempah—beragam, namun berpadu sempurna.
  • Andi Akbal Nur dari Bone menuliskan, “Kegiatan ini sangat menginspirasi kami untuk berani berkolaborasi menciptakan rasa damai dan tenteram dalam kehidupan yang penuh warna ini.”
  • Frans Gloria, S.Th, S.Pd dari Ambon, menyatakan, “Dengan mengikuti program LKLB ini, membuat pemahaman saya lebih dalam mengenai hidup di tengah masyarakat majemuk.”
  • Muhammad Arif Nusu, S.H.I. dari Wajo, menambahkan, “Mantap sekali kegiatan ini, insyaAllah berkah dunia akhirat. Pematerinya sangat bagus, jaringan bagus, semoga di pelatihan selanjutnya lebih mantap lagi.”
  • Sofia Dorintje Hingkoil, S.Th, dari SMA Negeri 6 Kupang, berkata, “Pentingnya berkolaborasi lintas agama sebagai saudara dalam Tuhan. Mengajarkan toleransi kepada anak-anak yang tengah bertumbuh mencari jati diri.”
  • Salvia Salmawati, S.Pd.I, M.Pd dari Makassar, menutup: “Materi yang disampaikan sangat jelas dan bermanfaat. Suasana yang hangat membuat saya semakin termotivasi untuk berkembang. Terima kasih kepada seluruh panitia dan peserta!”

Saat waktu menunjukkan pukul 20.30 WIB, satu per satu kotak layar mulai redup. Suasana sepi mulai menyelinap. Namun hati para peserta justru terasa penuh. Seperti tangan yang masih hangat setelah menggenggam secangkir cokelat panas, kehangatan diskusi malam itu tidak mudah pudar.

Di luar jendela kamar masing-masing, mungkin angin malam menyentuh lembut kulit wajah mereka, menyampaikan bahwa harapan akan kerukunan, toleransi, dan kerja sama---telah benar-benar lahir dari ruang digital itu. LKLB bukan hanya program. Ia adalah ruang rasa. Ia adalah jembatan. Ia adalah suara hati umat manusia yang memilih memahami, bukan menghakimi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun