Mohon tunggu...
Motulz Anto
Motulz Anto Mohon Tunggu... Freelancer - Creative advisor

Pemerhati Kebijakan | Wacana Sosial | Pengamat dan Penikmat Kreativitas, Pelaku Kreatif | Ekonomi Kreatif | motulz.com | geospotter.org | motulz@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Motor Jakarta: Liar Tapi Selalu Benar

25 Oktober 2012   06:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:25 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1351146350406498322

Pernahkah anda mendengar bahwa jika ada tabrakan antara motor dan mobil, maka motor selalu benar dan mobil selalu salah? Kenapa bisa demikian? Konon hanya karena ukuran mobil lebih besar dari motor. Hukumnya: siapa yang lebih besar maka dialah yang salah. Apakah itu nyata di UU Lantas? Aturan Jalan Raya? Entah.. saya sendiri belum cari tahu. Hanya saja mitos ini sudah beredar lama sekali dikalangan pengguna jalan. Dalam situasi di atas maka terlihat bahwa pengendara motor mendapatkan perlindungan ekstra dari aturan main jalan raya. Celakanya lagi bahwa aturan "membela" tadi tidak memandang siapa yang salah. Walaupun faktanya motor yang salah, tetap saja mobil yang terkena hukuman. Fair? Mitos barusan ternyata makin berkembang hingga saat ini. Saat dimana jumlah motor sudah bukan lagi minoritas di jalan raya. Ia sudah menguasai segala pelosok dan celah jalan di Jakarta. Aliran motor Jakarta sudah bagaikan hukum liquida dalam fisika: mengisi celah yang kosong. Saat macet, motor mampu menyelusup masuk kemanapun ia mampu. Tidak cuma celah sempit diantara mobil-mobil, tapi juga jalur khusus sepeda, lajur busway, trotoar, jembatan penyebrangan, bahkan pelataran toko atau kantor sekalipun. Motor di Jakarta kini sudah menguasai jalan Jakarta. Mereka tidak takut ditabrak mobil, karena dibela oleh UU. Tapi mereka tidak peduli saat mereka menyenggol mobil yang sedang terjebak macet. Setelah menyenggol mobil, mereka dengan tanpa rasa bersalah ngeloyor saja menyelinap di antara kemacetan. Yang lebih celakanya lagi, aturan yang menyebutkan pengguna jalan yang lebih besar selalu salah ternyata tidak membuat pengendara sepeda motor bisa menghargai sepeda atau pejalan kaki. Bagi motor, semua pengguna jalan harus bersaing mengambil kesempatan. Tidak peduli apakah mereka pengendara sepeda, PKL, atau pejalan kaki. Tidak sedikit kejadian motor bersenggolan dengan sepeda maupun pejalan kaki. Apa lantas motor kena sangsi? Tidak.. Sesak penuhnya motor Jakarta, juga membuat polantas kewalahan. Entah kendalinya ada di mana, hanya saja fakta di lapangan membuktikan bahwa polantas nampaknya angkat tangan dan mandul menghadapi serbuan jumlah motor Jakarta. Perhatikan saat jalan macet, motor bisa bebas naik ke trotoar menghindari kemacetan. Atau saat jalur berlawanan kosong, motor tidak sungkan-sungkan mengambil jalan tersebut. Atau saat lampu merah, rombongan motor dengan cueknya maju ke depan mengambil posisi ancang-ancang di luar marka batas. Semua kejadian tadi terjadi di depan polantas lho.. Tapi apa yang polantas lakukan? Nampaknya cuma garuk-garuk kepala. Motor Jakarta memang sebuah fenomena khusus di ibukota Jakarta ini. Motor bukan kendaraan orang miskin. Tidak sedikit pemilik mobil Jakarta terpaksa membeli motor demi melawan kemacetan. Bahkan tidak jarang ada bos perkantoran Sudirman sengaja beli motor, lalu supirnya disuruh drop dia saat jam 3 in 1, lalu nanti sore disuruh jemput pakai mobil. Menarik! Keberadaan motor nampaknya memang di luar pantauan pemerintah. Pemerintah terlalu asik dengan isu mobil. Lalu para tokoh publik lebih tertarik mengurusi sepeda karena isu-nya lebih kerena: ramah lingkungan. Tidak tanggung-tanggung jalur khusus sepeda pun rela dibuat demi sebuah citra pemimpin yang cinta lingkungan. Motor Jakarta diibaratkan seperti seorang anak kecil yang tidak mendapatkan perhatian orang tuanya. Cenderung mencari perhatian dengan ugal-ugalan dan kebut-kebutan. Bergerombol karena merasa "senasib", lalu brutal dan liar karena toh tidak akan ditegur atau dimarahi. Saat mereka dimaki atau dibentak, mereka cukup ngeloyor dingin saja.. mereka yakin tidak akan dihukum. Kenapa tidak ada perhatian khusus dari "orang tua" terhadap pengendara motor ini? Mungkin jika diberikan perhatian khusus, maka para motor-motor ini tidak "nakal" lagi? Sampai kapankah motor Jakarta menjadi musuh bagi banyak pengguna jalan? Kita tunggu dan lihat saja..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun