Mohon tunggu...
Marihot Simamora
Marihot Simamora Mohon Tunggu... -

Wiraswasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gelisah di Dusun Sosor Topi Aek

4 Februari 2019   21:55 Diperbarui: 5 Februari 2019   02:33 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan foto: Suasana di Dusun Sosor Topi Aek, Desa Parbaju Toruan, Tarutung, Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, dijepret Januari 2016. (Foto by Mora)

"Waktu itu masih sempat kubawa berobat ke Padang Bulan di Medan. Tapi dokternya bilang tidak ada sakitnya. Hanya saja ada cita-citanya yang belum tercapai. Dia memang ingin kuliah setamat dari STM. Dia itu pintar, selalu juara di sekolahnya. Minta kuliah, tapi kami tidak sanggup. Gangguan jiwanya itu suka ketawa sendiri, lalu suka berjalan-jalan, keluyuran tak tentu tujuan," ucap Boru Simorangkir seraya menyeka airmata di pipinya.

Kedua kali menimpa anak keempatnya yang juga laki-laki, kini berusia 48 tahun. Sudah menikah dan dikaruniai 6 anak. Tinggalnya masih di dusun itu.

Yang ini terkena gangguan jiwa beberapa tahun lalu sekembalinya dari perantauan. Dari cara dan gaya bicaranya, sepertinya dia terobsesi menjadi seorang politikus. Kebetulan siang itu dia datang ke rumah ibunya Boru Simorangkir dan berbaur.

"Dia ini suka menulis-nulis di kertas tentang hal-hal yang berbau politik dan pemerintahan. Kertas yang ditulisinya itu kemudian dikirim entah ke mana melalui kantor pos," kata Tapar Marisi Hutabarat, menjelaskan kondisi abangnya itu.

Dia sempat memperlihatkan sepucuk contoh surat yang pernah ditulisnya. Kalimatnya agak ngawur. Tapi ia memang terobsesi. Meski begitu, tingkat kegilaannya tidak separah saudaranya yang lain. Pada saat-saat tertentu dia masih mau bekerja sebagai tukang bangunan.

Lalu yang ketiga penyakit serupa juga menimpa anak perempuannya. Ia lahir tahun 1965. Kejiwaannya mulai terganggu pada usia 19 tahun. Padahal pada masa itu ia sedang tumbuh dewasa dan berparas cantik. Meski hanya tamat SMP, namun ia sudah mahir dan tekun "martonun".

Boru Simorangkir mengatakan, awalnya putrinya itu mengalami demam tinggi selama 3 hari 3 malam dan tidak mau makan. Setelah demamnya reda, mental dan perilakunya mulai berubah. Dia tidak lagi peduli pada penampilan dan kebersihan tubuhnya. Suka berbicara seorang diri dan keluyuran berjalan kaki.

Kini perempuan itu dirawat di rumah itu. Setiap hari dia hanya mondar-mandir di dapur dan halaman samping rumah. Karena jarang mandi, pakaiannya lusuh dan kotor.

Tetapi saat diminta untuk difoto, dia tidak menolak, bahkan tampak percaya diri dalam berpose. Diajak berdialog pun masih respon, meski kemudian jawaban dan bicaranya ngelantur.

"Kalau terang bulan dia suka bernyanyi-nyanyi sambil menari. Mandi malas, hanya 2 kali seminggu. Tapi kalau makannya normal," ujar Boru Sihite, istrinya Tapar Marisi Hutabarat, orang yang sehari-hari merawatnya.

Reynold Hutabarat mengakui bahwa hampir di tiap rumah di dusun itu ada yang terkena penyakit tersebut. Fenomena tak wajar itu tidak hanya mendera warga yang tinggal di dusun itu. Beberapa yang berada di perantauan pun tak luput. Akhirnya mereka dikembalikan ke kampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun