Mohon tunggu...
Monsy Zy
Monsy Zy Mohon Tunggu... Dosen Politeknik Negeri Pontianak PDD Putussibau -

Cogito Ego Sum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nilai Solidaritas Acara Wuat Wa’i dalam Masyarakat Adat Manggarai

14 Maret 2013   03:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:49 2943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

I.Pengantar

Secara praktis, kebudayaan bisa dimengerti sebagai kumpulan nilai-nilai dan perayaan (baca: pemaknaan) atas nilai-nilai tersebut. Sebagai kumpulan nilai-nilai, kebudayaan berkarakter pencarian. Nilai-nilai yangadaitu menjadi titik akhir pencarian manusia akan sesuatu yang dianggap bermakna bagi hidup. Dan pada dasarnya setiap manusia memiliki motiftunggal dalam pengembaraan hidupnya yaitu mengejaraneka nilai. Kita harus sepakat bahwa nilai yang dikejar adalah nilai baik yang mungkin bisa diringkas dengan sebutan keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan itu menjadi harapan semua orang agardipenuhi.

Acara wuat wa’i yang terdapat dalam masyarakat adaManggarai terdorong oleh satu keyakinan akan nilai tertentu untuk hidup. Bagi saya, acaraitu memiliki karakter teleologis yaitu mempunya arah atau tujuan yang mulia di dalam dirinya sendiri. Seperti apakah acarawuat wa’i dalam masyarakat adat Manggarai dan apa maknanya bagi kehidupan serta dinamikanya dari waktu ke waktu? Apa sumbangan kebudayaan lokal itu bagi kebudayaan bangsa, dalam hal ini untuk membangun sebuah ideologi ke-indonesia-an? Tulisan ini akan membahas beberapa pertanyaan dasar di atas. Dan perspektif yang dipakai di sini adalah perspektif antropologis kultural.

II.Sekilas tentang Manggarai

Daerah Manggarai terletak di bagian barat pulau Flores. Bagian barat berbatasan dengan selat Sape, bagian timur dengan Wae Mokel, bagian selatan denngan laut Sumba, dan bagian utara dengan daerah Bajawa.[1] Pada masa kerajaan daerah ini tediri atas 12 dalu dan pusatkerajaan terdiri atastiga yaitu pongkor, Todo, dan Cibal. Kemudian dalam sistem pemerintahan sekarang, daerah ini dibagi dalam tiga wilayah pemerintahan yaitu kabupaten Manggarai Barat, Manggarai Timurdan Manggarai Tengah. Meskipun wilayah pemerintahan ini di bagi tiga, daerah ini masih memiliki satu mbaru tembong (Rumah Gendang)[2] yangsama yaitu di Manggarai Tengah. Ketiga wilayah ini masih menganut satu rumpun budaya yang sama yaitu rumpun budaya Manggarai. Pembagian wilayah dalam ketiga wilayah pemerintahan tidak sekaligus membagi corak kebudayaan yang kelihatan berbeda.

Salah satu corak budaya yangterdapatdi daerah ini adalah acara wuat wa’i. Acara inilah yang menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini.

III.Acara Wuat Wa’i sebagai bagian unsur budaya

a.Wuat wa’i

Dalam kamus besar bahasa Manggarai seperti yangdikutip oleh Adi M Nggoro dalam bukunya yangberjudul Budaya Manggarai Selayang Pandang memberikan definisi acaraWuat Wai sebagai berikut, Wuat wa’i adalah salah satu ritus budaya yangterdapatdi daerah Manggarai untuk melepas-pergikan seseorang ketika dia hendak keluardari kampung halamannya entah dalam negeri atau luar negeri. Entah untuk mengeyam pendidikan lebih lanjut atau sekedar keluar untuk mengejardan mengubah nasib hidup agar menjadi lebih baik lagi (perantauan).[3] Acaraadatini terdiri atasdua kata yaitu Wuat dan Wa’i. Kalau kedua kata ini diterjemahkan secara terpisah kemudian digabungkan, tidak akan menghasilkan satu makna tunggal. Namun ketika kedua kata ini dilihatsebagai satu frasa, maka kedua kata ini memiliki pengertian yang jelas. Wuat dalam bahasa Manggarai diterjemahkan menjadi bekal dan wa’i adalah kaki. Namun frasawuatwa’i bisadidefinisikan seperti pendefinisian yang sudah baku dalam kamus bahasa Manggarai dan seperti yang dimengerti secarabenar dalam masyarakat publik Manggarai.

Adadua acara penting padasaatwuat wa’i. Kedua hal itu tidak dapatdipisahkan satu sama lain karena wuatwa’t menjadi bermakna ketika keduanya berjalan secarasinergis. Kedua hal itu yaitu tura manuk Bakok (Ayam putih) dan pengumpulan dana sebagai bekal bagi yang bersangkutan ( Dia yang hendak keluardari daerah itu).[4] Acara tura manuk bakok adalah bentuk doa dalam agama asli daerah Manggarai berupa permohonan kepadasang wujud tertinggi (Mori kraeng) agar perjalanannya selamat sampai di tempattujuan. Makna ayam bakok sendiri berarti ketulusan dan keselamatan. Warna bakok atau warna putih adalah lambang kesucian. Sedangkan pengumpulan dana adalah sumbangan yang diberikan secarasukarela oleh keluarga atau siapa saja yang mengikuti acara tersebut.

Acara ini biasadiikuti oleh seluruh keluarga besar wan koe etan tua (baik yangkecil maupun orang tua) dan siapa saja yang diundang oleh keluarga yang bersangkutan yang berasal dari luar keluarga besar. Acara ini memiliki dua makna yaitu makna religius dan makna solidaritas. Makna religius bisa dilihatdalam acaraadat tura manuk yang memohon penyertaan yang ilahi (Mori Kraeng) dan makna solidaritas terdapat dalam tindakan sukarela untuk membekali yang bersangkutan. Namun dua makna ini bisa meringkas pengertian acaraini sebagai acara pembekalan.

Ketikakebudayaan sebagai pengejaran dan perayaan atasnilai- nilai, maka dalam acaraini tampak adanya tindakan pengejaran dan perayaan atas nilai-nilai itu yangdibangun dalam kesadaran dan kemauan kolektif. Pengejaran itu tidak bisaberjalan sendiri-sendiri tetapi selalu bersama dengan orang lain. Padasaatitulah kebudayaan menjadi milik bersama masyarakat dan bukan milik individu semata. Kebudayaan selalu memiliki karakter sosial daripadaindividual. Sehingga masyarakatdipahami sebagai kelompok individu yang berorganisasi secaratetap dan mengikuti carahidup bersama serta mempunyai kesadaran akan hubungannya dengan golongannya (Group Conciousness).[5]

b.Wuat Wa’i dan dinamikanya dalam zaman

Kebudayaan selalu bersifat dinamis. Sifatnya yangdinamis selalu memiliki orientasi untuk selalu melawan kebiasaan statisdalam masyarakat. Seluruh corak kehidupan masyarakat entah caraberpikir ataupun tindakanya selalu bersifatdinamis. Cara berpikir yang satu tidak sama dengan caraberpikir padasaatyang berbeda. Corak dinamis kebudayaan terjadi melalui perubahan sosial yaitu perubahan caraberpikir, kesadaran akan kebersamaan maupun faktor eksternal berupa pengabdopsian corak budaya dari luardaerah menjadi seolah-olah milik daerahnya. Kalau hal ini tidak hati-hati, maka akan terjadi krisis identitasbagi penganut kebudayaan tertentu.[6]

Acara Wuat wai yang terdapat di daerah Manggarai juga memiliki dinamika. Dia memiliki perkembangan dari jaman ke jaman dan generasi yang satu ke generasi lainnya. Namun dinamika itu tidak hendak menghapus corak asli dari acaraadat itu. Corak religius dan solidaritastidak dikaburkan secaraserampangan oleh perkembangan jaman yangada.

Padamulanya acaraini hanya di laksanakan ditempat yang sederhana dengan jumlah anggota yang terbatas. Namun perkembangannya mulai berubah dengan didirikannya tenda (kemah) dan penyewaaan soundsystem untuk memenuhi hasrat kaum muda berupa acaradisko dan dansa bagi kaum remaja atau orang yang sudah menikah dan masih memiliki jiwamuda. Namun jangan lupa, di tengah gemerlap dan ramainya acara pesta, anggota keluarga yang bersangkutan masih mengambil waktu sendiri untuk membuat acara tura manuk bakok. Dan acara pesta yang cukup besarini hanya diperuntukkan bagi mereka yang hendak melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu studi di bangku perkuliahan. Sehingga orang jaman sekarang kerap menyebutnya acara pesta sekolah. Acarapesta sekolah adalah dinamika dari acarawuatwa’i. Ketika acara pelepasan itu diadakan terbatas hanya untuk keluarga besar, maka acaraitu tetap mendapat nama acarawuat wa’i. Namun ketika acaraitu melibatkan banyak orang dari berbagai kampung, maka acaraberubah namanya menjadi pesta sekolah. Sepertinya menjadi sebuah kewajiban bagi siapa saja yang hendak menyekolahkan anaknya untuk berpesta yaitu acara pengumpulan dana.

Acara pesta sekolah hanya terdapatdi Manggarai. Acaraini turut mewarnai corak budaya manggarai dewasaini. Yang menjadi inti dari acaraini hanya dilaksanakan sampai pkl. 24.00 malam. Sedangkan selebihnya menjadi bagian kaum muda untuk mengesplorasikan bakak-bakat menarinya. Acara dari pkl 24.00 sampai pagi ini oleh masyarakat Manggarai disebut sebagai acarabebas. Dan banyak istilah untuk menyebut acaraini. Salah satunya juga adalah acaragosok lante (Lantai). Tak jarang acara ini juga menjadi ajang penemuan jodoh. Ketika mata ketemu mata dan hati ketemu hati, muncullah perasaan cinta lalu diungkapkan. Dari sinilah muncul kata wendo (Bawa Lari anak orang) dalam budaya Manggarai. Wendo adalah salah satu unsur perkawinan dalam masyarakat manggarai yang tidak meminta persetujuan keluarga terlebih dahulu, tetapi lebih mementingkan inisiatif kedua pasangan. Makaacara pesta ini menjadi ajangberwendo ria. Banyak pasangan nikah di Manggarai sebagai hasil wendo. Wendo tidak pernah melewati acara perkawinan secarabertahap. Di lain sisi, pesta sekolah juga dijadikan sebagai unjuk kejagoan antar kampung. Sehingga tidak jarang perkelahian antar kampung terjadi di sana. Maka acara pesta sekolah bisa menjadi berkah bagi si pemilik pesta sekaligus malapetaka ketika ada kerusakan barang karena perkelahian antar kampung tersebut.

Inilah dinamika budaya wuat wa’i menjadi pesta sekolah. Secarasubstansial acaraini tidak berubah karena dua unsur utama yaitu tura manuk bakok dan pengumpulan dana masih ada. Namun adahal-hal lain yang ditambahkan. Misalnya, disko dan dansa. Kedua hal ini sangat dipengaruhi oleh budaya populer dewasaini. Sepertinya budaya populer itu lebih digandrungi banyak orang daripadaekplorasi kreatifbudaya lokal. Namun harus diterima bahwa budaya populer turut mewarnai budaya lokal sehingga kelihatan apik dan berwarna. Tapi bahaya mendominasi antara satu dan yang lainnya bisa saja terjadi.[7] Di sini, kejelian masing-masing pribadi sangat dituntut untuk menjaga keaslian budaya. Inkulturasi itu penting tetapi jangan sampai terjebak dalam bahaya sinkretisme budaya di mana kedua budaya yang bersangkutan dipadukan sehingga menghasilkan salah satu unsur budaya yang baru.

IV.Nilai solidaritas acarawuat wa’i

Setiap unsur budaya pasti memiliki nilai. Dan nilai inilah yang dikejarsetiap manusia. Boleh dikata bahwasetiap tindakan manusia entah secarasadar atau tidak selalu berorientasi padanilai tertentu. Sehingga tindakan kultural memiliki dimensiteleologis ketika tindakkan itu mengarah kepadasesuatu hal yang beradadi depan kita dan adaniatuntuk meraihnya secara konsekuen.

Demikian juga acarawuatwa’i yang kemudian mengalami perubahan secaradinamis menjadi pesta sekolah memiliki orientasi nilai tertentu. Dannilai yang dikejar adalah solidaritas antar sesama yang menjadi tujuan terpenting dalam hidup kebersamaan di masyarakattertentu. Nilai solidaritas ini menjadi nilai universal yangdianut dan dikejarbersama. Bukan solidaritas kalau tindakan ini dilakukan seorang saja. Solidaritas mengandaikan adanya partner tindakkan. Di sini ada keterlibatansubyek yang lain untuk menerima tindakan solider itu. Jika tidak adasubyek yang lain, maka tindakan itu tidak bernilai sama sekali. Bukan juga berciri simbolis tetapi adanya kekosongan nilai. Apa yang ditawarkan di sana, tidaklah diperlihatkan secara gamblang. Namun ketika aksi itu terjadi dalam sebuah masyarakat dan melibatkan seluruh warga masyarakatdalam nuansaketulusan, maka nilai solidaritas menjadi kelihatan pola dasarnya dan kesejatiannya terpenuhi. Frasa Kesejatian yang terpenuhi di sini perlu disimak dengan baik karena frasa ini hendak mengatakan sesuatu secaramendalam yaitu bahwa tindakan solider terjadi dalam masyarakat entah yang mengakui heterogenitas yang memiliki niatyang sama untuk membantu yang lain maupun dalam masyarakat homogen.

V.Wuatwa’i dalam perspektif budaya bangsa (Membangun Keindonesiaan)

Nilai solidaritas tidak menjadi monopoli suku, daerah bahkan bangsa tertentu. Nilai ini menjadi nilai universal yang ditawarkan kepadasemua orang di manapun mereka berada. Nilai ini dianut dan dikejar oleh siapapun entah yang berada padagolongan bawah ataupun golongan teratas. Namun aksi penyilangan dalam penyumbangan nilai sulit dijalankan karena kesombongan golongan tertentu dan individualisme menjadi dewa baru yang masih disembah dan sulit dilepaskan. Misalnya, golongan atas sangat sulit untuk membantu mereka yang berasal dari golongan bawah. Atau mereka yang berpangkat tinggi sangat sulit untuk membantu rakyat jelata. Masyarakat kecil biasanya rela membantu dan mereka memberi dari kekurangan mereka sendiri tanpa memandang golongan atau kedudukan. Solidaritas sejati terdapat dalam masyarakat atau rakyat jelata ini.

Negara Indonesia adalah negara yang majemuk sekaligus beriman. Kemajemukan ditandai dengan aneka budaya, bahasa, suku, dan agama. Sedangkan sebagai negara beriman ditandai dengan ditetapkannya enam agama menjadi agama yang secaradefinitif dianut di negarakita yang tercinta ini. Kemajemukan dan nilai beriman ini menjadi medan yang sangat strategis untuk mewujudkan nilai solidaritas atar suku, bahasa , dan agama. Dan sebagai penjamin dari tindakkan ini adalah norma dan moral agama msing-masing. Tidak adasatupun agama yang tidak mengajarkan kebaikan.

Dalam acarawuat wa’i atau pesta sekolah di Manggarailahmenjadi nyata suatu sikap silidaritas yang tidak dihalangi oleh aneka bentuk keanekaragaman tertentu. Semua golongan masyarakathadir bersama untuk membantu pihak yang bersangkutan. Tindakkan ini dipicu oleh nilai kebaikan bersama yang berpuncak pada kesejahteraan bersama. Nilai kebersamaan sangat dijunjung tinggi. Adaanggapan dasarbahwa ketika orang lain menjadi baik, maka itu adalah kebaikan bersama bukan kebaikan individual. Kesejahteraan pribadi tertentu bukan hanya menjadi makanannya sendiri tetapi menjadi kebanggaan orang lain atau warga masyarakat yang telah mengutus dia untuk keluardari ruang pribadinya dan membentuk diri menjadi diri yang lebih baik lagi. Hendaknya pola budaya lokal ini membias sampai ke tingkat yang lebih tinggi untuk membentuk jiwa keindonesiaan kita agar bangsa yang majemuk ini diikat oleh satu spiritualitas yang sama yaitu spiritualitas persaudaraan. Corak kebersamaan tidak pernah menolak kenyataan keberbedaan. Tetapi mengolah perbedaan itu menjadi letupan yang berharga demi membangun negara Indonesia menjadi negara yang ramah, santun dan penuh ketulusan.

Kita boleh membangun satu gagasan yang cemerlang tentang Indonesia. Namun tidak semua orang bisadiajak berdamai dengan bangsanya sendiri. Begitu banyak orang yang bertindak senonoh untuk mengeruk keuntungan dengan memperalat pihak lain sedemikian rupa. Dalam konteks seperti ini sisi solidaritas dari keindonesiaan kita sangatsulit dimanifestasikan secaragamblang apalagi menemukan kekhasannya yang sejati.

SecarageografisManggarai adalah bagian dari wilayah nusantara. Apa pun corak dan ciri budaya daerah tersebut menjadi corak dan ciri budaya bangsa. Karakter daerah menjadi karakter bangsa. Bahkan karakter keindonesiaan kita adalah kulminasi dari nilai-nilai budaya yang dipegang teguh oleh daerah-daerah yang terdapatdalam wilayah nusantara. Kita harus meyakini bahwatidak adanilai budaya yang mengajarkan kejahatan moral tetapi semuanya menyerukan kebaikan bersama. Sangatlah mungkin kalau pencapaiankebaikan bersama itu menjadi tugas dari masing-masing warga yang memiliki kesadaran kolektif untuk merangsang kemajuan tersebut.

VI.Penutup

Kebudayaan adalah hasil karya manusia yang sedang mencari identitas dirinya. Pencarian identitas ini bukan hanya dilakukan secaraindividual tetapi secarakolektif. Tindakkan kolektivitassyarat dengan kemauan bersama. Acara wuat wa’i dalam masyarakat adat Manggarai merupakan acara adatyang dilakukan terdorong oleh kesadaran kolektif dari masing-masing warga untuk menjamin kepergian anggota keluarganya dan memberi dia bekal yang berguna. Sisi solidaritas dari ritus ini bernapaskan kesadaran kolektif yang diembuskan secaraserempak untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

wuat wa’i hanyalah alatyang membahasakan dua nilai penting yaitu ungkapan nilai religius dan nilai solidaritas. Nilai religius adalah nilai yang bersifat vertikal untuk membina hubungan pribadi dengan sang Mori Kraeng (Wujud tertinggi). Sedangkan nilai solidariats adalah nilai yang bersifathorisontal dan karena sifatnya horisontal, maka tidak ada gradasi kepentingan dan kehendak yang berbeda setiap lapisan masyarakat. Semua dipanggil dalam semangat yang sama.

Kesadaran kedaerahan mencerminkan kesadaran kebangsaan. Dan bangsa yang maju tidak pernah meninggalkan aneka kearifan lokal yang tumbuh untuk memberi warna kepada wajah keindonesiaan ini. Kalau ditanya apa sumbangan kearifan lokal budaya manggarai ini bagi pembentukan keindonesiaan kini? Mungkin saja sumbangan langsung tidak bisadilihatsecara kasat mata, tetapi secaraimplisit sumbangannya terletak dalam kesadarankolektif untuk menyejahterahkan kehidupan sesama. Dan bagaimana hal itu menjadi mungkin dalam masyarakat yang menganut sikap individualisme tingkattinggi? Hal itu masih didiskusikan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Dagur Bagul,Antony. Manggarai dalam Perspektif MasaDepan.Infomedia:Jakarta. 2004.

Fauzie Rizal,M Rusli Karim (Eds). Dinamika Budaya dan Politik dalam Pembangunan.Tiara Wacana:Yoyakarta. 1991.

Janggur, Petrus. Butir-Butir Adat Manggarai. Yayasan siri Bongkok:Ruteng. 2010.

Miharja, K. Achdiat.Polemik Kebudayaan. Balai Pustaka:Jakarta.1998.

Nggoro, M Adi. Budaya Manggarai Selayang Pandang.NusaIndah: Ende. 2006.

Storey,John.Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop.jalasutra:Yogyakarta. 2008.

Toda, N.Dami. Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi.NusaIndah:Ende. 1999.

[1] Antony Bagul Dagur, Manggarai dalam Perspektif MasaDepan (Infomedia:Jakarta,2004) hal. 3.

[2] Rumah gendang ini menjadi pusat kebudayaan manggarai (Bdk. Ibid., hal. 25)

[3] Adi M Nggoro, Budaya Manggarai Selayang Pandang (NusaIndah: Ende, 2006) hal. 10.

[4] Petrus Janggur, Butir-Butir Adat Manggarai (Yayasan siri Bongkok:Ruteng, 2010) hal. 53.

[5] Achdiat K Miharja, Polemik Kebudayaan (Balai Pustaka:Jakarta, 1998), hal. 45.

[6] Fauzie Rizal,M Rusli Karim (Eds), Dinamika Budaya dan Politik dalam Pembangunan (Tiara Wacana:Yoyakarta, 1991), hal. 3.

[7] John storey, Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop (jalasutra:Yogyakarta, 2008), hal 30.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun