Mohon tunggu...
Monsy Zy
Monsy Zy Mohon Tunggu... Dosen Politeknik Negeri Pontianak PDD Putussibau -

Cogito Ego Sum

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menyingkap Tabir Materialisme dan Hedonisme Para Artis Zaman Kini

11 Maret 2013   13:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:58 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

“Gak ada uang yang penting ngumpul.” Budaya ngumpul-ngumpul baik yang buka-bukaan maupun tertutup menjadi tradisi masyarakat indonesia. Berkat sumpah pemuda dan semboyan "bhineka tunggal ika", prinsip prosedural dari kegiatan ngumpul-ngumpul adalah lumrah bahkan menjadi gaya hidup masyarakat kita. Namun mata publik tercekok, ketika Rafi Ahmad dan kawan-kawannya kedapatan ngumpul yang tidak sekedar ngumpul, tetapi dibarengi pesta obat terlarang plus praktek maksiat yang tak terkuak sempurna di baliknya. Anehnya, kebanyakan mereka yang tidak sekedar ngumpul itu adalah artis. Artis berasal dari kata bahasa latin yaitu artes yang berarti sekelompok orang yang memiliki ketangkasan dan kemahiran dalam melakukan sesuatu dan menjadi figur publik. Bukan rahasia lagi bahwa di balik kemegahan nama seorang artis terdapat dunia lain yang sungguh memalukan. Ini semua akibat dari kedekatan seseorang pada hal materialistis dan hedonis.

Sepanjang sejarah kehidupan, begitu banyak kalangan artis yang terperosok dalam gaya hidup materialis dan hedonis tersebut. Entah itu artis mancanegara maupun artis nasional. Baik itu artis populer maupun kawakan dan para pendatang baru. Misalnya, rumor seputar kematian sang “raja pop” dunia Michael Jackson diberitakan karena menelan pil ekstase secara berlebihan. Juga seorang ”diva” yaitu Wheany Houston diberitakan meninggal dunia juga karena alasan yang sama yaitu karena kecanduan Narkoba. Artis dalam negeripun banyak yang terlibat dalam dunia tersebut baik sebagai pemakai maupun sebagai pengedar. Katanya, bisnis barang haram tersebut cukup menjanjikan. Kita ingat dengan baik kisah Roy Martin, artis senior yang keluar masuk tahanan karena Narkoba tersebut. Ini semua baru kisah seputar kecanduan para artis, masyarakat umumpun lebih gila dari itu. Bahkan ada yang menjadi gila karena kecanduan memakai obat terlarang tersebut.

Ketika kita berbicara tentang kecanduan pemakaian narkoba, hal tersebut bersentuhan dengan “life style” atau gaya hidup manusia dewasa ini. Dewasa ini, manusia sudah menyembah begitu banyak “dewa” yang penyembahannya bergantung pada pilihan dan kecenderungan dirinya. Mereka yang berkecenderungan untuk memelihara kehidupan spiritualnya, percaya kepada Tuhan yang memiliki kekuatan melebihi batas keinderaan. Bagi yang mendewakan kemegahan melalui materi dan kesenangan, mereka memilih materialisme dan hedonisme sebagai prinsip hidup dan dewa bagi kehidupannya.

Materi adalah segala sesuatu yang bersifat kebendaan, misalnya batu, kayu, ataupun uang. Sedangkan “isme” dalam kata materialisme mau mengatakan sebuah paham atau aliran. Maka materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata dengan mengesampingkan segala sesuatu yg mengatasi alam indra. Kehidupan para artis (meskipun tidak semuanya) lebih mengedepankan prinsip materialisme ini. Mereka mendewakan apa saja yang bisa dilihat mata dan menyenangkan hati. Prinsip ini menutup diri terhadap segala jenis kepercayaan akan sesuatu yang melampui dunia materi. Misalnya, bagi kebanyakan orang, uang adalah segala-galanya. Pekerjaan mengumpulkan uang adalah pekerjaan yang mutlak dilakukan walaupun melenceng dari norma atau aturan yang ada, misalnya dalam bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme yang juga diperankan oleh para artis yang mendongkrak profesinya menjadi anggota legislatif di negeri ini. Orang yang berkecenderungan demikian, dia lebih memandang hidupnya dari sudut materi. Hidupnya semakin bergengsi jika dia berhasil mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. Namun, apakah kebahagiaan hidup terletak pada unsur materi? Misalnya, dengan mengumpulkan uang, gaun yang mewah, HP bermerk bahkan lebih dari satu? Gejala materialisme ini bisa menghinggapi siapa saja. Dan sudah menjadi trand jaman bahwa keagungan terhadap prinsip materialis adalah garda terdepan pemenuhan keinginan manusia.

Selain materialisme, terdapat trand lain yang sejajar dengan materialisme bahkan menjadi pemicu munculnya materialisme yaitu hedonisme. Secara etimologis, kata hedonisme diambil dari bahasa Yunani yaitu “hedonismos” dari akar kata “hedone” yang berarti kesenangan. Hedonisme ini muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM. Hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat yaitu apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia? Pertanyaan ini diawali oleh Sokrates dengan mengatakan bahwa apakah tujuan akhir dari kehidupan manusia? Kebanyakan para pemikir menjawab bahwa yang terbaik bagi manusia adalah “kesenangan”.Secara sederhana, hedonisme adalah pandangan yngg menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Manusia tidak dilarang untuk bersenang-senang. Tetapi, kesenangan yang berlebihan membawa ekses negatif bagi manusia itu sendiri. kita bisa menjadi pribadi yang “lebih besar pasak daripada tiang”. Ekses hedonisme tidak sekedar itu, ketika kesenangan dikedepankan bahkan menjadi prinsip utama, kita melupakan pegangan utama dalam hidup yang telah dijanjikan sejak awal yaitu Tuhan. Tuhan yang menjadi penyebab terakhir dari segala apa yang ada dilupakan begitu saja.

Kesenangan itulah yang dicari para artis ketika mereka terjun dalam dunia ekstasi dan obat terlarang lainnya. Rasanya kebahagiaan itu dianggap bersinonim dengan kesenangan dan berlawanan dengan penderitaan hidup, padahal sesungguhnya kebahagiaan sejati bisa diraih dari proses kehidupan yang bergulat di antara kesenangan dan penderitaan hidup. Kebahagiaan tidak melenyapkan penderitaan. Karena berkat adanya penderitaan, maka kita mengejar kebahagiaan hidup. Namun, di tengah hiruk pikuk dan kepenatan dunia ini, kebahagiaan disubordinasikan ke titik yang paling dangkal yaitu dalam prinsip hedonisme.

Bagi St. Agustinus, kebahagiaan ada ketika kita hidup dalam tangan Tuhan. Agustinus mengatakan “hatiku gelisah sebelum bersitirahat dalam Tuhan”. kegelisahan itutidak identik dengan kegalauan. kegelisahan adalah gejala lahiriah yang berada di dua titik yaitu pencarian dan kemungkinan untuk ditemukannya apa yang dicari. Sedangkan kegalauan adalah menunggu secara pasif bahkan mati rasa. Beristirahat dalam Tuhan bagi Agustinus adalah ungkapan yang bersumber dari pergumulan batinnya untuk mencari Tuhan. Dan baginya, ketika kita menemukan Tuhan, kita seolah tidak kekurangan apapun. Kelimpahan ada dalam tangan Tuhan. Term “beristirahat” hendak mengatakan satu hal bahwa hakekat panggilan hidup manusia adalah bersatu dengan Tuhan. Bukan memuja dewa lain seperti materialisme dan hedonisme yang sedang dipuja para artis dewasa ini. Lalu, kemanakah kebahagiaan hidupmu kau letakkan? Tangan Tuhan? Materialisme? Atau hedonisme bahkan “isme-isme” lainnya? Semuanya tergantung pada pilihan kita masing-masing. MMC

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun