Mohon tunggu...
Monica Yesica
Monica Yesica Mohon Tunggu... Lainnya - Pejalan

Part Time Writer | Contact me at monicayesicafe@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menakar Kebijakan Pemerintah Soal Transportasi Umum di Tengah Wabah Covid-19

26 Maret 2020   10:01 Diperbarui: 26 Maret 2020   10:54 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antrean Pelanggan di Halte Transjakarta Jembatan Baru--dokpri

Masyarakat Indonesia tengah diambil pusing oleh wabah COVID 19. Berdasarkan pantauan dari akun resmi pemerintah, per tanggal 26 Maret 2020 wabah ini telah menjangkit lebih dari 180 negara termasuk Indonesia. Indonesia melaporkan kasus pertama COVID 19 pada 2 Maret 2020 dan terus meningkat. Pemerintah pun tak lantas diam, kebijakan demi kebjiakan diambil guna mencegah virus ini meluas. Salah satu kebijakan yang dirasakan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia khususnya pejuang transportasi umum adalah pengurangan rute dan pemangkasan jam operasional.

Kebijakan ini disampaikan oleh Anies Baswedan dalam keterangan pers di Balai Kota DKI Jakarta guna mengurangi interaksi di ruang publik sebagai upaya pencegahan penyebaran virus. Khusus untuk rute transjakarta dipangkas dari 248 rute menjadi hanya 13 rute dengan headway 20 menit. Tidak hanya itu jam operasional yang semula 24 jam dikurangi sehingga hanya beroperasi dari pukul 6.00 sampai 18.00. Kebijakan yang serba mendadak ini membuat para pelanggan transjakarta geleng-geleng kepala. Pelanggan yang terbiasa berangkat subuh untuk menghindari kemacetan mau tidak mau harus menunggu sampai jam 6.00 belum lagi waktu tunggu antar bus menjadi 20 menit.

Pemberlakuan kebijakan yang tergesa-gesa ini sungguh tidak tepat sasaran. Tujuan pemerintah untuk mengurangi interaksi di berbagai halte transjakarta malah menyebabkan penumpukan dan antrian panjang. Faktanya, pengurangan armada bus dan pemangkasan rute tidak mengurungkan niat para karyawan untuk pergi ke kantor. Pada saat itu belum banyak kantor-kantor yang menerapkan work from home, alhasil kebijakan ini dianggap sangat merugikan dan malah menimbulkan masalah baru yaitu penumpukan orang.

Akibat banyak rute yang dipangkas, para pelanggan transjakarta beralih menggunakan KRL (Kereta Rel Listrik), salah satu moda transportasi umum yang tidak terkena dampak kebijakan pencegahan virus COVID 19. KRL yang hari-hari biasa sudah penuh malah bertambah sesak dan lagi-lagi penumpukan manusia. Lalu dimana letak pencegahannya? Keluhan demi keluhan terus dilontarkan dalam menanggapi kebijakan ini. Alhasil pada hari itu juga kebijakan ini dicabut dan diganti dengan kebijakan baru.

Kebijakan baru dianggap lebih efektif karena rute transjakarta diperluas dan beberapa rute beroperasi 24 jam. Sudah banyak kantor-kantor yang melakukan kebijakan work from home sehingga pelanggan transjakarta turut menurun. Pembatasan interaksi juga dilakukan dengan mengurangi kapasitas bus transjakarta. Pembatasan jumlah pelanggan menjadi 60 orang untuk bus gandeng, 30 orang untuk bus besar, 15 orang untuk bus sedang dan Royaltrans, serta 6 orang untuk mikrotrans. Tidak hanya itu, antrean juga dibatasi 1 meter antar sesama pelanggan. Penumpukan tidak lagi terjadi di halte-halte bahkan ketika jam sibuk pun masih bisa mendapat tempat duduk dan meskipun berdiri tidak lagi berimpitan.

Kebijakan baru memang terlihat lebih efisien dan tepat sasaran. Ini terjadi karena masyarakat juga membatasi bepergian dan mengisolasikan diri di dalam rumah sebagaimana dihimbau oleh Presiden Joko Widodo. Berkurangnya intensitas pelanggan transjakarta membuat kebijakan ini seolah-olah berjalan efektif. Antrean tunggu mulai berkurang, jarak antar pelanggan pun dapat dibatasi lencang satu lengan dan yang terutama tidak ada lagi penumpukan di halte-halte transjakarta. Terlihat di beberapa halte transjakarta sudah menyediakan hand sanitizer, melakukan pengecekan suhu badan dan himbauan untuk menjaga kebersihan diri. Langkah ini memang benar dilakukan sebagai informasi bagi masyarakat tetapi cukup terlambat mengingat sudah tidak banyak lagi masyarakat yang menggunakan jasa transjakarta di tengah-tengah himbauan #stayathome atau #workfromhome. Belum lagi ada pasien positif COVID 19 yang sebelumnya diduga melakukan perjalanan menggunakan jasa transportasi umum termasuk transjakarta yang menjadi pemicu berkurangnya pelanggan.  

Kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mengatur pola transportasi umum guna pencegahan COVID 19 memang tidak dapat diacungkan 2 jempol. Terlihat bahwa pemerintah kewalahan dalam mengatasi unsur paling krusial bagi kaum pekerja. Pemerintah sepertinya butuh protes massal untuk melihat kondisi sebenarnya atau sekedar mengira-ngira apakah kebijakannya berjalan efektif tanpa perlu pusing menimbang baik buruknya. Belum lagi kebijakan pemerintah ini tidak selaras dengan aspek-aspek lainnya, misalnya kebijakan kantor yang tidak menetapkan work from home sehingga karyawan tetap masuk meskipun sudah dilakukan pemangkasan rute serta ganjil genap yang ditiadakan dan berimbas pada kemacetan panjang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun