Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Indikator Sekolah-Gagal!

4 Februari 2024   03:52 Diperbarui: 4 Februari 2024   07:22 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kelas imajinatif (sumber : pribadi, image creator, bing.com) 

Tanpa sengaja. Pagi itu berkumpul dengan beberapa teman, yang juga berprofesi sebagai tenaga pendidik. Satuan kerjanya, beda-beda. Ada diantara mereka, yang masih bertugas sebagai tenaga pendidik di sekolah swasta. Sekolah yang masih berjuang, baik untuk hidup, maupun untuk sekedar punya peserta didik sebanyak 1 atau 2 kelas. Ada pula yang sudah bertugas di sekolah negara, dan bahkan ada pula yang bertugas di sekolah swasta keren abizz. 

Kok bisa disebut sekolah keren abizz ? abis, menurut pengakuannya, di sekolahnya itu, smartboard sudah ada, wifi gratis, ac ada di tiap kelas, laptop dan infocus pembelajaran ada di tiap kelas. Seorang tenaga pendidik, tinggal membawa narasi dalam nalar untuk disampaikan di dalam kelas. perangkat belajar dan pembelajaran di kelasnya, sudah kereeeen abizz. Mendengar kisah itu, kita hanya dibuatnya kagum dan terperanjat, ternyata, ada juga sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah yang memiliki fasilitas belajar luar biasa keren.

Tetapi, di  lain pihak, kita pun, tidak bisa menutup mata, ada kondisi sekolah yang masih kembang-kempis. Saat beruntung, mengembang, saat ada masalah mengempisnya sangat terasa dan menderitakan. Seperti yang hari itu terlontarkan oleh salah satu diantara rekan yang hadir di lokasi itu. "aduh, gimana, ya.." ucapnya, membuka obrolan di  pagi itu. "Anak-anak. kurang disiplin, dan juga tidak ada ketegasan dari pimpinan kita..." tegasnya lagi. Dia tuturkan kisah itu, akibat, adanya kejadian tempo hari. entah apa penyebabnya, belum banyak diketahui alasannya. Dari dua kelas yang ada dan dimiliki sekolah itu, anak-anak, hampir setengahnya tidak masuk sekolah. Booooolooos !

"waduh, kok bisa.." pikirku saat itu. Tetapi, pikiran itu, langsung mutar dan mencari tahu penjelasannya. Tidak ketemu juga. tetapi, sampai pada titik sebuah masalah, "pasti ada alasannya, rasanya tidak mungkin hal itu terjadi, tanpa ada penyebabnya...." 

Sebagai orang yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan sekolah itu, sudah tentu hanya terdiam. Diam bukan tidak mengerti. Diam bukan berarti cuek. Diam karena memang tidak banyak kuasa untuk menghadapi kenyataan itu. "bagaimana lagi..?" itulah, salah satu pernyataan yang ujug-ujug keluar dari lisan, dalam merespon kenyataan itu.

Sikap itu, mungkin yang paling gampang ke luar, dikala seseorang sudah tidak memiliki jalan lain, untuk keluar dari masalah yang berat dan kompleks atau jelimat. Dalam situasi yang seakan tidak ada pintu keluar, maka ucapan yang paling gampang, adalah "gimana lagi..."

Kenapa istilah itu, begitu mudah terlontar ? satu diantara sekian masalah itu, karena, kita memiliki analisis dan komentar, atau pemahaman terhadap masalah itu, namun kita tidak dibekali kuasa untuk menyampaikan atau menyelesaikannya. Hal ini jelas selaras dengan pandangan kita sebelumnya, eh, maksudnya dalam tulisan lain tentang masalah seperti ini, bahwa "ide dan gagasan tanpa didukung kekuasaan, hanya akan menjadi lemah, dan hadir sekedar igauan atau mungkin sekedar curhatan belaka". Istilah kuasa ini, bukan berarti harus menjadi penguasa melainkan perlu diimbuhi dengan keberanian, dan kesanggupan untuk mengeksekusi atau menyampaikan kepada pihak yang berwenang.

kelas imajinatif (sumber : pribadi, image creator, bing.com)
kelas imajinatif (sumber : pribadi, image creator, bing.com)

"aduh, gimana ya, anak-anak kurang disiplin, dan juga tidak ada ketegasan dari pimpinan kita..". Memberikan sebuah deskripsi sekaligus analisis yang tajam mengenai kultur pelayanan pendidikan di sekolah tersebut. Pernyataan itu, sejatinya merupakan sebuah pernyataan kompleks dan kritis terhadap realitas pendidikan, khususnya di lembaga pendidikan swasta yang masih tertatih-tatih, menjaga eksistensi organisasi dan lembaganya.

Melihat, mendengar dan membincangkan masalah ini, kita tertatih-tatih untuk membuka lembaran hukum-organisasi yang lemah dan buruk pada sebuah sekolah-lemah. Lemah dalam ketegasan, lemah dalam ekonomi, dan lemah dalam kualitas layanan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun