Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Syndrom Kebiasaan di Luar Rumah

23 Juni 2020   05:12 Diperbarui: 23 Juni 2020   05:14 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak menutup mata. Kejenuhan dalam rumah itu, kerap terjadi, dan sudah mulai banyak dirasakan oleh banyak pihak. Bosan dengan rutinisme di rumah, dan bosen tinggal di rumah saja. Kendati tinggal di rumah saja, mohon maaf, apalagi jika ukuran rumah tidak seberapa, dan kemudian fasilitas hidup terbatas, maka kebosanan tinggal di rumah, hanya tinggal menunggu waktu saja.

Pada level ini, kegelisahan kita dengan situasi hidup di rumah (sendiri) ini, dikhawatirkan sudah sampai pada level sindrom selepas aktivitas di luar rumah (post outdoors activity syndrome). Apa makna dari istilah ini ?

Seorang pejabat, kerap mengalami masalah kejiwaan, selepas tidak menjabat. Merasa masih menjabat, kemudian pagi-pagi dia harus bersiap kerja, berdandan seperti sewaktu masih menjabat, dan memperlakukan orang lain sama layaknya saat dia masih menjadi pejabat di kantornya dulu. Masalah kejiwaan itu, kemudian disebut post-power syndrome.

Meminjam ilustrasi serupa itu, maka seseorang yang terbiasa dengan aktivitas-di-luar-rumah sebagai tempat mengaktualisasikan dirinya, maka dia akan mengalami masalah kejiwaan, jika kemudian harus berdiam diri dalam rumah. Kebijakan untuk berdiam di rumah, dan tuntutan untuk melakukan aktivitas luar di dalam rumah,  bisa menyebabkan seseorang terganggu perasaannya.

Tidak mudah, unuk memindahkan kebiasaan bekerja di luar rumah ke dalam rumah. Tidak mudah untuk memindahkan rasa kepuasan hidup di luar rumah, kemudian dipaksan harus masuk dan berdiam diri dalam rumah. Kegoncangan situasi serupa inilah, yang akan mempengaruhi kejiwaan seseorang. Dengan kata lain pula, kegagalan kita menghadapi transisi seperti ini, akan melahirkan kegelisahan, kebosanan, dan ketegangan emosi.  Gambaran situasi serupa itulah, yang kita sebut sindrom paska aktivitas di luar rumah.

Rasanya, gejala ini belum banyak dirasakan, dan belum banyak dianggap sebagai sebuah masalah. Oleh karena itu, penjelasan mengenai hal ini pun, belum banyak. Tetapi, jika kita berhadapan dengan seseorang yang tidak betah di rumah, nafsunya selalu ingin ke luar, rumah, perlu dipahami sebagai orang yang sedang mengalami post-outdoors activity syndrome. Lantas apa indikator psikososial orang yang mengalami sindrom pasca-aktivitas di luar rumah ?

Pertama, mudah merasa bosan tinggal di rumah. Bosan dengan rutin, jenuh dengan aktivitas. Suasana rumah, baik fasilitas fisik, aktivitas keluarga dan lingkungan rumah, dianggap kurang mendukung pada kebutuhan hidupnya.

Kedua, rumah dianggaap bukan sebagai tempat ideal bagi dirinya untuk mengaktualisasikan obsesi hidupnya. Orang ini memandang kehidupan di luar rumah, apakah itu jalanan, gang, lapangan, atau tempat hiburan, menjadi pilihan terbaik untuk mengekspresikan kebutuhan hidupnya.

Ketiga, ikatan social dengan anggota keluarga yang merenggang. Secara psikologi, jarak psiko-sosial anggota keluarga masuk dalam kategori jarak personal. Oleh karena itu, seseorang dapat dianggap mengalami post-outdoors syndrome bila menganggap orang di luar rumah, lebih dekat dibandingkan anggota keluarga.

Keempat, orang yang mengalami masalah kejiwaan seperti ini, memiliki anggapan atau penilaian bahwa rumah bukan tempat yang bisa mengembangkan kreativitas atau produktivitas. Rumah dalam persepsi orang ini, hanya sekedar memenuhi kebutuhan emosional semata. Sementara, di luar rumah, dia merasa bisa mengekspresikan bakat, minat dan kemampuannya secara optimal.

Terakhir, tidak jarang, orang yang mengalami masalah seperti ini, akan memancing emosi pada pengidapnya. Marah tanpa alasan, dan kemudian dikeluarkan dalam bentuk omelan atau mengkritik ke berbagai pihak yang dianggap sebagai penyebab situasi ini terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun