Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anies dan Kesadaran Ruang

19 Februari 2018   15:11 Diperbarui: 19 Februari 2018   15:41 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ramai. itulah yang kita rasakan di luar pemilik peristiwa. Keramaian hadir di media sosial, dan masyarakat, saat membincangkan peristiwa yang terjadi di dalam Stadion Utama Gelora Bung Karno. Menurut tafsir kita yang menyaksikan dari luar, yaitu ada peristiwa pencegatan terhadap Gubernur Anies Baswedan oleh Paspampres, yang diduga Gubernur Anies hendak mengikuti iringan Presiden Jokowi memberikan ucapan selamat kepada sang Juara Piala Presiden 2018.

Peristiwa itu kemudian menyebabkan ramai, dan riuh, baik di masyarakat maupun di ragam media, termasuk media sosial dan media elektronik. Saya sendiri, yang tidak mengikuti konteks aslinya di Stadion GBK, atau tidak menyaksikan langsung dari medianya, hanya melihatan potongan film peristiwa tersebut, baru tersadarkan saat menyaksikan peristiwa itu menjadi berita ramai.

Pertanyaan kita, sama dengan yang lainnya, apa yang sedang terjadi, dan mengapa kejadian itu terjadi ?

Setiap orang pasti memiliki hak untuk menafsirkannya. Begitu pula, si pelaku utama, khususnya yang ada di dalam panggung kejadian tersebut. Namun, untuk konteks yang satu ini, saya ingin mengajak kita, untuk sekedar melihat makna ruang, atau tempat yang biasa kita diami selama ini.

Dalam konteks geografi,  setiap orang yang memiliki ruang, tetapi tidak setiap ruang dimiliki oleh seseorang. Setiap diantara kita, ada yang memiliki kamar tidur sendiri, atau rumah sendiri, atau sawah sendiri, atau wilayah kekuasaan sendiri Bagi seorang gelandang pun, jika ditelaah dengan seksama, dia memiliki tempat tinggal wilayah kekuasannya. Itu artinya, setiap orang memiliki ruang.

Tetapi, hal yang menjadi penting lagi, tidak semua ruang dimiliki oleh satu orang. Artinya, ada yang disebut ruang publik. terhadap ruang serupa itulah, tidak boleh ada satu orang yang mengklaim atas kepemilikan terhadap ruang tersebut. Tidak boleh ada yang mengeskploitasi kekuasaan akan kepemilikannya terhadap ruang.

Persoalannya adalah saat ada peristiwa di Stadion Utama Gelora Bung Karno itu, siapa pemilik ruangnya ? Presiden kah ? panitia penyelenggarakan? atau pemerintah daerahkah ?

Urusan hidup ini memang tidak sekedar masalah kekuasaan, tetapi juga masalah etika. Rumah pribadi pun, kadang bisa digunakan untuk pertemuan dengan tetangga, bahkan jalan raya pun, kadang boleh dimanfaatkan oleh kepentingan pribadi. Masalah serupa ini, lebih terkait dengan etika dan kepatutan.

Kendati tetangga, jika memang si penyelenggara kegiatan tidak mengundang kita, adalah kurang baik, jika kita hadir dalam acara tersebut. Tetapi, jika kita sebagai panitia penyelenggaran, kemudian memanfaatkan ruang publik, maka penghargaan kepada pemilik ruang (DKI Jakarta), pun hendaknya bisa dilakukan.

Kesalahan yang kasat mata, karena kita merasa berkuasa, misalnya, sebagai orangtua, masuk ke kamar anak kita, tanpa ketuk pintu. Maka sang anak, akan sedikit kesal, akan kelakuan kita. Diantara hardikan anak kita, adalah Bapak sudah memberikan contoh tidak sopan !

Di sinilah, kesadaran akan ruang menjadi sangat penting untuk membangun komunikasi yang harmonis antar pengguna ruang....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun