Mohon tunggu...
Muhammad Iyan Nugraha
Muhammad Iyan Nugraha Mohon Tunggu... Pelajar/mahasiswa

Tulisan adalah bagian dari kehidupan, semoga bermanfaat apa yg diriku tulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyikap Tabir Dari Gerakan G30S/PKI

30 September 2025   16:53 Diperbarui: 30 September 2025   16:53 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) merupakan salah satu tragedi sejarah paling kelam dalam perjalanan bangsa Indonesia. Kejadian ini tidak hanya menimbulkan gejolak politik, tetapi juga meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Indonesia. Peristiwa tersebut kerap dipahami sebagai upaya kudeta yang dilakukan oleh kelompok komunis untuk mengambil alih kekuasaan negara. Namun, hingga kini, perdebatan mengenai siapa aktor utama, motif, serta dinamika politik di balik gerakan itu masih terus berlangsung. Oleh karena itu, menyikap tabir dari G30S/PKI berarti membuka ruang kajian kritis, agar generasi sekarang memahami peristiwa tersebut secara utuh dan objektif.

Latar Belakang G30S/PKI

Pada dekade 1960-an, Indonesia berada dalam situasi politik yang kompleks. PKI, sebagai salah satu partai terbesar dengan dukungan massa jutaan orang, mengalami perkembangan pesat di bawah kepemimpinan D.N. Aidit. PKI memanfaatkan ruang demokrasi terpimpin yang diinisiasi Presiden Soekarno untuk memperkuat pengaruhnya. Sementara itu, TNI Angkatan Darat menjadi kekuatan yang dianggap sebagai penghalang utama ambisi PKI. Pertentangan ideologis antara komunisme, nasionalisme, dan agama semakin tajam sehingga menciptakan suasana penuh ketegangan.

Peristiwa G30S/PKI

Pada malam 30 September 1965, sekelompok pasukan yang menamakan diri Gerakan 30 September menculik dan membunuh tujuh perwira tinggi Angkatan Darat. Mereka dituduh sebagai bagian dari "Dewan Jenderal" yang dianggap akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno. Para jenderal tersebut kemudian ditemukan di Lubang Buaya, Jakarta. Peristiwa ini menimbulkan guncangan besar di kalangan masyarakat dan elit politik. Angkatan Darat di bawah pimpinan Mayor Jenderal Soeharto segera mengambil langkah pengendalian situasi, yang akhirnya menuding PKI sebagai dalang utama gerakan tersebut.

Kontroversi dan Tabir yang Belum Terbuka

Meskipun narasi resmi Orde Baru menyebut G30S sebagai pemberontakan PKI, sejumlah sejarawan menilai bahwa peristiwa ini lebih kompleks. Ada pandangan yang menyebutkan bahwa peristiwa ini bukan semata-mata hasil konspirasi PKI, melainkan juga dipengaruhi konflik internal TNI, dinamika politik internasional dalam konteks Perang Dingin, hingga keterlibatan intelijen asing. Hal inilah yang menimbulkan "tabir" sejarah yang belum sepenuhnya terungkap. Beberapa arsip rahasia, baik di Indonesia maupun luar negeri, masih menyimpan data yang belum seluruhnya dipublikasikan. Oleh karena itu, wacana tentang siapa sesungguhnya dalang G30S/PKI masih menjadi perdebatan.

Dampak Sosial-Politik

Pasca peristiwa tersebut, terjadi gelombang penumpasan terhadap simpatisan dan anggota PKI di berbagai daerah. Diperkirakan ratusan ribu orang menjadi korban pembunuhan massal, penahanan tanpa pengadilan, dan diskriminasi politik. Orde Baru kemudian memanfaatkan peristiwa G30S/PKI sebagai legitimasi untuk membangun rezim anti-komunis yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade. Narasi tunggal Orde Baru membentuk memori kolektif masyarakat bahwa PKI adalah ancaman utama bagi bangsa, tanpa memberi ruang besar bagi kajian kritis yang lebih berimbang.

Penutup

Menyikap tabir G30S/PKI tidak berarti menghapus fakta sejarah, melainkan berusaha memahami konteksnya secara objektif. Peristiwa ini bukan hanya tragedi politik, tetapi juga tragedi kemanusiaan yang mengajarkan pentingnya kewaspadaan terhadap ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, sekaligus pentingnya sikap kritis dalam membaca sejarah. Bagi generasi muda, memahami G30S/PKI adalah bagian dari membangun kesadaran sejarah agar tidak mudah terjebak pada propaganda dan narasi tunggal. Tabir peristiwa tersebut memang masih menyisakan misteri, tetapi kebenaran sejarah harus terus dicari demi keadilan dan rekonsiliasi nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun