Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Pembelajar kehidupan. Pemimpin bisnis. Mendedikasikan diri membangun kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Samudera Kesadaran : Ketulusan Cinta

5 Februari 2021   20:20 Diperbarui: 18 Agustus 2024   14:54 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.youtube.com/watch?app=desktop&v=BFwsYLz1L4Y


Awalnya semesta ini adalah kesadaran yang memiliki kualitas mutlak (absolute) dan tidak terbatas (infinite). Dalam perkembangannya semesta ini berada dalam satu kesatuan murni yang disebut cinta. Yang menyatukan semua elemen. Love is conscious in action. Sampai detik ini pun semesta defaultnya adalah satu kesatuan yang murni. Itulah mengapa antara dua benda langit yang berjarak tahunan cahaya hingga partikel-partikel inti atom bisa terikat oleh gravitasi terjadi secara real-time alias serentak dan tidak terikat perjalanan waktu. Padahal bila kita mempelajari sains klasik, kita pahami adanya hukum kausalitas yang mengikuti fakta bahwa tidak ada yang bisa lebih cepat dari kecepatan cahaya. Hukum ini juga menyatakan bahwa akibat dari suatu tindakan hanya dapat terjadi setelah penyebabnya, yang akan membuat perjalanan waktu. Namun di level kuantum semua hukum fisika tersebut tidak berlaku. Esensi semuanya adalah satu kesatuan. Termasuk diri kita manusia dan semua diri-diri manusia yang lain defaultnya secara murni adalah satu kesatuan. Atau bisa dikatakan bahwa defaultnya manusia dan alam semesta ini adalah makhluk cinta.

Namun semakin bertambahnya usia diri kita sebagai manusia, kita semakin teridentifikasi dengan tubuh kita, warna kulit kita, bentuk rambut kita, dimana kita lahir, identitas kita, suku dan kebangsaan kita, cerita kita, serta kelebihan dan kekurangan kita, kenikmatan dan kepedihan kita. Akibatnya kita merasa diri kita terpisah dari kehidupan, diri kita terpisah dengan semesta, diri kita sebagai manusia terpisah dengan diri-diri manusia yang lain. Kita mulai merasakan insecure dalam kehidupan di alam semesta bersama sesama. Karena insecure tersebut diri kita mulai membentuk perisai. Ego kita menguat. Self defense mechanism otomatis terbentuk. Pikiran dan perasaan kita cenderung mulai melabel sensasi yang muncul di tubuh dengan beberapa label emosi seperti apatis, kesedihan, ketakutan, hawa nafsu/keinginan, kemarahan, kesombongan, keberanian, penerimaan, kedamaian. Akibat lain yang tidak kalah penting adalah kita jadi merasa tidak utuh, tidak lengkap, tidak sempurna serta selalu merasa kurang. Kita mulai mencari segala hal untuk menutup perasaan tidak utuh, tidak lengkap, tidak sempurna itu di luar diri kita lewat materi, uang, benda-benda, pasangan atau orang lain padahal semua itu sifatnya ilusi. Kita semakin terlepas dan terpisah dengan sejatinya diri kita sebagai kesadaran yang memiliki kualitas cinta tanpa syarat dan kelimpahan yang tidak terbatas. Dan dari sinilah kehidupan mulai membuat cerita tentang ego. Dari sini pula drama tentang uang, kekayaan, jabatan, kekuasaan, relationship mulai banyak terjadi.

Ketulusan cinta bermakna al-khuluus min as-syawaa’ib, murni tidak terkontaminasi dengan sesuatu dari luar cinta itu sendiri. Ini adalah kondisi dimana kita kembali kepada jati diri kita, fitrah kita, default kita sebagai kesadaran yang memiliki kualitas cinta tanpa syarat dan kelimpahan yang tidak terbatas, yang tidak terpisah dengan diri-diri yang lain, yang tidak terpisah dengan alam semesta. (QS 16 : 66) Ketulusan cinta ini membuat hati damai. Bisa menikmati sensasi ketakutan, kekurangan, kepedihan, keinginan, kelimpahan dan kenikmatan di setiap moment. Sadar sepenuhnya dan hadir seutuhnya serta memeluk semua pengalaman kehidupan dan kematian dalam ketulusan cinta tanpa syarat . Kembali murni ke dalam satu kesatuan dengan sesama dan semesta (QS 38 : 46) Ketulusan cinta ini juga membuat kita selamat dari hidup yang tanpa makna karena beramal penuh syirik dan riya'. Abu ‘Ali Fudhail bin ‘Iyadh berkata : “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’ (pamer). Dan beramal karena manusia adalah syirik (menyekutukan Ketuhanan). Dan ikhlas pasrah dalam ketulusan cinta ialah, apabila kamu selamat dari keduanya” Karena itu ikhlas pasrah dalam ketulusan cinta juga merupakan spiritnya semua amal/aktivitas. Tanpa ketulusan cinta semua amal/aktivitas kita tidak ada artinya.

Apapun yang tampaknya memberi kebahagiaan seperti uang, kekayaan, jabatan, pasangan dan ketenaran walau bagaimanapun sifatnya dunia ilusi dan fana. Ada saatnya, cepat atau lambat akan rusak dan musnah atau dalam bahasa matematika menjadi nol kembali. Uang, kekayaan, jabatan, pasangan dan ketenaran hakekatnya adalah angka nol. Kita perlu menyandarkan hidup ini pada yang sejati dan abadi. Mengapa? Agar hidup damai dalam kesejatian yang abadi. Sehingga kebahagiaan yang diperoleh pun juga stabil dalam kedamaian, murni dan bermakna dalam. Dalam bahasa matematika yang sejati dan abadi disebut angka satu. Disebut juga Ahad dalam bahasa Arab, Echad dalam bahasa Ibrani atau Esa dalam bahasa Sansekerta (QS 112 : 1-4). Berapapun banyaknya jumlah angka nol yang kita kumpulkan bila dijumlahkan hasilnya tetap nol. Namun uang yang nilainya nol, kekayaan yang nilainya nol, jabatan yang nilainya nol, pasangan yang nilainya nol dan ketenaran yang nilainya nol tadi begitu diberikan angka satu maka nol-nol tadi menjadi bernilai dan nilainya bisa menjadi 10, 100, 1000, 1000, 1 juta, 1 miliar, 1 triliun dan seterusnya. Angka satu tersebut adalah manifestasi dari yang sejati dan abadi. Kita harus menempatkan angka satu di depan, maka semua angka nol tersebut menjadi bernilai. Kita harus memprioritaskan sejati dan abadi di depan, maka semua pernak-pernik dunia ilusi dan fana ini akan menjadi bernilai. Atau dengan kata lain kita harus menomorsatukan kesadaran, monomorsatukan ketulusan cinta, menomorsatukan ketuhanan maka semua yang kita lakukan di dunia ini menjadi berarti dan abadi.

Referensi :

Ibn Katsir, Ismail  (774 H) "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah (QS 16 : 66) (QS 7 : 29) (QS 38 : 46) (QS 11 : 45-47)

Braden, Gregg, The Divine Matrix: Bridging Time, Space, Miracles, and Belief, Hay House Inc.; 1st edition (January 2, 2008) 

Flife Journals & Planners "If you want to find the secrets of the universe, think in terms of energy, frequency and vibration." Nikola Tesla Quote Notebook for Journaling, Independently published (April 15, 2020)

Lathif, Abdul, "Al Ikhlas Wasy Syirkul Asghar", Cet. I, Darul Wathan, Th.1412H

Luckman, Sol, "Conscious Healing: Book One on the Regenetics Method", Crow Rising Transformational Media  (October 16, 2018)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun