Mohon tunggu...
Mohammad Rijal Faizin
Mohammad Rijal Faizin Mohon Tunggu... KELAS: SA F. NIM: 101190148

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembagian Warisan Jika Salah Satu Keluarga Tidak di Ketahui Keberadaannya (Minggat)

1 Desember 2021   22:53 Diperbarui: 2 Desember 2021   11:21 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

A. Pendahuluan

Orang yang hilang atau tidak diketahui keberadaannya menurut istilah fikih yaitu disebut dengan “mafqud” ialah orang yang pergi, tidak ada kabar, tidak diketahui keberadaan atau tempat tinggalnya dan tidak diketahui apakah masih hidup ataukah sudah meninggal. Hal ini penting dibahas karena dalam pembagian waris terkait permasalahan orang yang hilang menjadi kendala dalam proses pembagian warisan yang mana status ahli waris tersebut tidak teridentifikasi keberadaannya apakah masih hidup atau meninggal. Dalam kasus yang tidak jelas demikian perlu diambil langkah-langkah untuk mengetahuinya, atau paling tidak menetapkan status hukumnya.

B. Pembahasan

Waris/Kewarisan

Seperti yang kita ketahui bahwa waris atau warisan adalah sesuatu yang dimiliki oleh orang yang meninggal dunia yang mana hartanya akan diberikan kepada para ahli warisnya. Di dalam hukum Islam waris ialah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya.

Di dalam al-Quran dan Hadits sudah dijelaskan secara jelas mengenai ilmu waris. Meskipun telah dijelaskan tidak menutup kemungkinan adanya cara dan jumlah pembagian menurut adat/tradisi di masing-masing daerah. 

Karena itu penerapan hukum waris Islam selalu memunculkan wacana baru yang berkelanjutan di kalangan para pemikir hukum Islam di Indonesia, hukum waris sudah menjadi hukum positif yang digunakan oleh seorang hakim di pengadilan agama untuk memutuskan perkara yang menyangkut tentang pembagian harta warisan

Secara etimologis mawarith berasal dari bentuk jamak kata mirath, yang merupakan masdar dari kata waratha, yaritu, wirathatan, wa mirathan, yang artinya peninggalan, berpindahnya suatu dari individu/kelompok lain, sesuatu itu bisa berupa harta, ilmu, kemuliaan dan sebagainnya. 

Kata mawaris juga sinonim dengan kata faraid yang berasal dari kata faridah yang artinya bagian-bagian yang sudah ditentukan (al-Mafrudath), kemudian dikenal dengan ilmu faraidh, yaitu pengetahuan tentang pembagian harta waris. 

Penanaman ilmu tersebut dengan sebutan faraid karena dua alasan, pertama, Allah menyebutkan kata tersebut setelah perincian bagian warisan dengan kalimat firadatan min Allah, kemudian Nabi Muhammad dalam salah satu sabdanya tentang anjuran mempelajari ilmu ini juga menyebutkan dengan kalimat faraid. 

Yaitu Ta'allam al-faraid. Kedua, Allah SWT menjelaskan kewajiban ibadah yang lain seperti shalat, puasa, dengan sebutan yang global tanpa ada perinciannya, namun khusus ilmu ini (faraid) dijelskan secara terperinci termasuk bagian masing-masing ahli waris.

Muhammad Ali al-Shabuni mendefinisikan kewarisan yang intinya kewarisn ialah berpindahnya kepemilikan harta bergerak, harta tidak bergerak, maupun hak-hak yang sesuai dengan syariat kepada ahli warisnya yang masih hidup:

Dari Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kewarisan merupakan proses berpindahnya hak milik/kepemilikan dari seseorang sebagai akibat dari kematian. Maksudnya adalah suatu yang dimiliki atau kepemilikan terhadap harta bergerak maupun harta tidak bergerak serta hak-hak yang tidak berwujud harta dan masih bisa dipindahkan kepemilikannya kepada generasi berikutnya yang masih hidup. Rumusan pengertian kewarisan yang dibuat oleh al-Shabuni lebih menekankan kepada proses perpindahan hak kepemilikan atas suatu benda maupun non benda dari seorang yang meninggal kepada para ahli warisnya yang masih hidup.

Wahbah al-Zuhaili memberikan definisi ilmu mawaris yang intinya cara perhitungan dan kaidah-kaidah fikih yang keduanya bisa diketahui bagianny ahli wariss dari peninggalan

Dengan definisi kewarisan yang hamper sama al-jundi merumuskan bahwa kewarisan ialah ilmu tentang kaidah-kaidah fikih dan cara menghitung yang dapat diketahui bagian masing-masing ahli wari atas harta peninggalan tersebut

Dengan menggunakan aturan-aturan dan cara perhitungan, maka bagian masing-masing ahli waris menjadi jelas. Jadi hak setiap individu yang tergolong ahli waris yang sah akan mendapatkan dan akan terpenuhi sesuai jumlah, kondisi peninggalan dan tuntunan 

Di Indonesia ada beberapa istilah yang penggunaannya sepadan dengan ilmu mawaris, antara lain ilmu  faraid, hokum kewarisan Islam, hokum waris Islam, Dan fiqh mawarist. Istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama dalam penggunaannya dan saling melengkapi dalam  tradisi suatu daerah.

(Pembagian Ahli Waris Yang Ahli Warisnya Telah Pergi (Minggat) Dari rumah)

Dalam masalah pembagian harta warisan tentunya banyak terdapat masalah-masalah tertentu yang menyebabkan ditundanya harta warisan yang akan dibagikan. Salah satu contohnya mengenai ahli waris yang meninggalkan rumah tanpa seizing keluarga/ kerabatnya dan yang tidak diketahui keberadaannya. Hal ini lah yang menjadi sebab tertundanya pembagian suatu harta warisan.

•Kaidah Fikih

Di daldam kaidah fikih juga diterangkan apabila terjadi permasalahan seperti yang telah di jelaskan tadi. Hal tersebut telah terdapat pada kaidah fikih 

"al-Yaqinu la yuzaalu bisyak" 

yang artinya suatu keyakinan tidak bisa di rubah sebab adanya keraguan.

 Jadi maksud kaidah ini jika dihubungkan dengan masalah waris tersebut yaitu apabila seseorang pergi meninggalkan rumah bertahun-tahun tanpa seizin keluarga ataupun kerabat, maka harta warisan tidak boleh dibagikan , karena belum ada kepastian apakah dia masih hidup atau sudah meninggal. Namun pada asalnya ketika dia pergi meninggalkan rumah dalam kondisi masih hidup.

•Pendapat Ulama

Menurut Imam Syafi’i usia yang bisa dijadikan dasar untuk menetapkan seseorang yang hilang/tidak diketahui keberadaannya telah meninggal dunia adalah usia 90 tahun . pendapat imam Syafi’i yang shahih menyatakan bahwa batasan waktu tidak bisa ditentukan dengan waktu tertentu, Jika hakim telah menetapkan kematiannya dengan hasil ijtihadnya dengan memperhatikan batas usianya yang pada umumnya orang yang sebaya dengannya sudah meninggal, maka bisa ditetapkan orang yang hilang/tidak diketahui keberadaannya tersebut telah meninggal.

•Ketentuan Undang-Undang

Menurut Pasal 468 KUHPerdata dijelaskan bahwa setelah putusan pengadilan yang menyatakan jika ahli waris yang tak hadir tersebut ada diduga meninggal dunia maka seketika itu kedudukannya akan digantikan oleh ahli waris pengganti. Yang tergolong sebagai ahli waris pengganti yaitu suami, istri atau anak dari si yang tak hadir atau juga keluarga sedarah dari si yang tak hadir tersebut sesuai pembagian berdasarkan ketentuannya. 

Selain itu permasalah mengenai akibat hukum bagi ahli waris yang tidak diketahui keberadaannya tersebut kembali pulang, haknya sebagai ahli kembali pulang apabila belum adanya putusan pengadilan yang menyatakan ahli waris yang dalam keadaan tak hadir tersebut meninggal dunia. 

Oleh sebab itu, ahli waris yang tidak diketahui keberadaannya tersebut masih memiliki hak atas harta warisan apabila dia telah pulang kembali. Namun, apabila ahli waris yang tidak dapat tidak diketahui keberadaannya kembali pulang dan tidak mendapatkan hak-haknya terhadap warisan tersebut, maka ahli waris tersebut berhak untuk melakukan tuntutan terhadap tiap-tiap orang yang menikmati harta warisan tersebut untuk mengembalikannya kepada ahli waris yang telah diketahui keberadaannya setelah kembali pulang sesuai dengan ketentuan Pasal 476 KUHPerdata. 

Namun apabila ahli waris yang tidak dapat ditentukan keberadaannya tersebut kembali pulang setelah melampaui tiga puluh tahun sejak Keputusan Hakim bahwa dugaan ahli waris yang tak hadir tersebut meninggal, maka ahli waris tersebut bisa menuntut kembali barang-barang yang telah dipindahtangankan atau barang-barang yang telah dibeli dengan hasil pemindahtangan barang-barang kepunyaannya (dijual). 

C. Penerapan teori

Jadi dari kaidah fikih diatas ( al-yaqinu lama yuzaalu Bi syak) dengan masalah waris ini orang yang hilang tersebut dianggap masih hidup karena asal nya ketika meninggalkan rumah ketika dalam keadaan hidup. Akan tetapi imam Syafi'i menegaskan bahwa ketentuan hidup atau mati menurutnya ketika sudah mencapai umur 90 keatas dan rata-rata orang yang sebayanya telah meninggal maka dianggap telah meninggal. Dan didalam KUHPerdata dijelaskan bahwa harta warisanny akan diberikan kepada ahli waris pengganti

D. Penutup

•Kesimpulan

Jadi bisa disimpulkan bahwa mengenai ahli waris yang tidak diketahui keberadaannya. Harta warisan tersebut boleh dibagikan asalkan ada pewaris pengganti yaitu antara suami atau istri dari orang yang tidak hadir anak dari orang yang tidak hadir tersebut. Dan Adapun jika ahli waris tersebut telah kembali (pulang) dan tidak mendapat harta warisan tersebut maka ahli waris tersebut bisa melakukan tuntutan kepada orang yang telah mendapatkan harta warisan tersebut.

•Saran

Terkait masalah orang hilang/tidak diketahui keberadaannya jangan langsung di bagikan harta warisannya. Sebaiknya dilakukan ijtihad terlebih dahulu menggunakan kaedah/dalil-dalil fikih. Supaya dalam pembagiannya tidak ada masalah lain yang dapat merusak hubungan kekerabatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun