Mohon tunggu...
Gufron Ramadhan
Gufron Ramadhan Mohon Tunggu... Aku adalah Imigran dari surga sang penikmat kata berupa fatamorgana.

Hidup itu aneh, jadi aku tulis saja. Biar nanti bisa dibaca ulang, dan ditertawakan bersama, atau ditangisi sendirian

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membokar Akar Korupsi: Salah Siapa, Pemerintahan atau Sistem Politiknya?

4 Oktober 2025   08:00 Diperbarui: 4 Oktober 2025   08:12 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi di Indonesia ibarat penyakit kronis yang tak kunjung sembuh. Padahal, puluhan tahun sudah masyarakat menuntut pemerintahan yang bersih. Pertanyaannya: apakah korupsi semata-mata kesalahan individu pejabat yang rakus, atau justru sistem politik kita yang memang cacat sejak awal?

 Mari bicara data. 

Dilansir Kompas (Nasional), Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2024 naik ke angka 37, dan peringkatnya di dunia menjadi 99.

 Kesalahan Pemerintah: Lemah dalam Menutup Celah 

Sulit menampik bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab. Regulasi ada, tetapi pengawasan lemah. Sistem e-procurement memang sudah berjalan, tapi faktanya masih banyak proyek fiktif, mark up harga, hingga laporan keuangan palsu.

Di sisi lain, birokrasi kita masih sarat budaya patronase. Pejabat kerap lebih loyal pada atasan atau partai pendukung daripada pada rakyat. Transparansi dan akuntabilitas masih sebatas jargon, bukan komitmen nyata.

Kesalahan Sistem Politik: Korupsi sebagai "Biaya Politik"

 Namun, apakah semua bisa ditimpakan ke pemerintah? Tidak juga. Sistem politik kita memberi lahan subur bagi korupsi.

  • Politik biaya tinggi membuat kandidat harus mengeluarkan dana besar untuk kampanye. Begitu terpilih, mereka mencari cara "mengembalikan modal" melalui proyek, suap, atau pengaturan anggaran.

  • Partai politik lebih sering menjadi "mesin pencari dana" daripada wadah pendidikan politik. Jabatan publik pun sering dibagi berdasarkan balas jasa, bukan kapasitas.

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Politik Selengkapnya
    Lihat Politik Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun