Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak Rantau sebagai Anak Kuliah

27 Juni 2022   09:26 Diperbarui: 27 Juni 2022   09:50 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hai kompasianer. Saya yakin semua atau sebagian besar kompasianer mahasiswa atau anak kuliahan mungkin pernah menjadi perantau dan menuntut ilmu di daerah lain. Saya sendiri merupakan salah satu dari sekian banyak kompasianer yang pernah meninggalkan rumah, menyeberang pulau.

Ada banyak suka dan duka menjadi mahasiswa di negeri orang. Setiap masa tentu memiliki pengalaman yang berbeda. Mahasiswa tahun 80-an, 90-an, sampai 2000-an akan memiliki cerita yang tidak sama.

Saya ingat betul jatah bulanan saat itu tahun 90-an hanya 50-75 ribu rupiah. Dengan uang itu saya harus mengelola keuangan secara bijak. Jatah itu mencakup biaya makan, minyak kompor, dan yang paling utama kebutuhan kuliah. Sesekali saya membeli rokok batangan.

Era itu tentu kompasianer seusia saya tahu bahwa teknologi komunikasi belum berkembang seperti saat ini. Hidup tanpa gawai, tanpa laptop, atau belum ada wartel. Komunikasi dengan keluarga hanya dapat dilakukan melalui surat. 

Untuk memberi kabar keluarga saya atau mahasiswa perantau harus menulis surat semalaman agar informasi yang disampaikan kepada orang tua lengkap. Setelah surat selesai, saya harus menuju kantor pos untuk mengirim surat tersebut setelah ditempelkan perangko. Surat akan sampai ke kampung dan diterima orang tua atau keluarga bisa mencapai seminggu. Seminggu berikutnya baru surat balasan dari orang tua dapat diterima.

Jika mahasiswa kala itu ingin agar informasi yang disampaikan lebih cepat diterima orang tua, pilihan lainnya dapat menggunakan jasa telegram. Tentu saja bukan telegram seperti salah satu aplikasi media sosial saat ini. Biasanya jasa telegram kala itu digunakan untuk hal-hal yang bersifat mendesak dan penting.

Telegram adalah surat atau berita yang pengirimannya disalurkan melalui pesawat morse, teleks, atau teleprinter. Telegram biasanya digunakan untuk mengirim berita yang harus cepat diterima oleh orang yang dituju. Berita yang dikirim dengan telegram harus singkat dan jelas.Pasalnya, biaya pengirimannya terbilang cukup mahal karena dihitung menurut jumlah kata yang dikirimkan. (1)

Kiriman jatah bulanan juga diterima dengan cara yang sangat konvensional. Rerata mahasiswa tidak memiliki rekening. Maka pengiriman biaya kuliah dari orang tua dilakukan melalui wesel pos. Mahasiswa masa kini tentu belum pernah merasakan kegirangan yang membukit saat tukang post datang dengan membawa kabar berupa wesel pos.

Mahasiswa era digital saat ini dapat menyelesaikan tugas kuliah dengan sumber referensi yang melimpah hanya dengan googling tanpa perlu beranjak dari tempat duduknya. Berbeda dengan kami pada kurun waktu tahun 90-an. Untuk menyelesaikan tugas harus berkunjung ke perpustakaan untuk memperoleh buku sumber yang dibutuhkan.

Lalu bagaimana membuat tugas kuliah?  Double folio menjadi pilihan utamanya. Kompasianer tentu bisa membayangkan bagaimana menyelesaikan tugas dengan media berbasis kertas. Membuatnya harus hati-hati. Saat mengerjakannya, Anda harus menyiapkan cairan putih bernama tip ex untuk menutupi kesalahan tadi lalu ditulis ulang.

Ada pula yang menggunakan mesin tik. Di tempat kost saya hanya satu orang yang memiliki alat itu. Sebuah perangkat yang cukup mewah pada masa itu. Tetapi tetap saja sama dengan mengerjakan tugas dengan cara tulis tangan. Kita membutuhkan cairan typo. Lagi pula hanya sebagian mahasiswa yang terbiasa menggunakan mesin tik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun