Mohon tunggu...
Moh. Nazmudin
Moh. Nazmudin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sedikit skeptik. Ya, saya suka baca. Dan tak jarang menantang diri sendiri untuk melakukan sesuatu dan menantang diri dalam memahami sebuah konsep hidup, alur hidup, pemahaman umum-khusus dan cara berfikir dan bertindak baik yang sama, sedikit sama atau berbeda sama sekali.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Syukur dan Batasannya

14 Juli 2013   15:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:34 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1373789097694628280

Saat itu saya dan teman saya membicarakan tentang angka depresi yang sangat besar di tiap-tiap Negara. Kemudian teman saya bercerita tentang mimpi-mimpi dan ambisinya dalam hidup. Dia pun sering terserang rasa depresi karena target yang ditetapkan cukup banyak yang hasilnya tak sesempurna harapannya. Namun dia merasa bahagia karena mengenal konsep bersyukur.

Syukur atau bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk penerimaan dan terimakasih, baik perasaan dan tindakan dalam menanggapi sebuah proses hidup memang terkadang sering dilupakan. Pun ini sering terjadi kepada saya.

Menggunakan media social untuk sekedar menengok kawan lama dan mencari kawan baru sering menggerus rasa syukur saya kepada apa yang telah Tuhan berikan. Sering merasa iri melihat gambar-gambar yang di publish oleh teman-teman lama. Iri rasanya, kenapa saya tak seheboh dan sesukses itu. Dan bodohnya terkadang sadar tidak sadar rasa itu sedikit demi sedikit menurunkan penghargaan atas prestasi pribadi yang mana membuat lupa bahwa dirinya pun seberharga apa yang diharapkan.

Ya, itulah rasa depresi dan hilangnya rasa syukur sesaat yang sebenarnya mengancam. Bagaimana tidak, terkadang, photo-photo dan tulisan yang terbaca dan terlihat di jejaring social tersebut membuat rasa terimakasih akan hidup yang selama ini nikmat menjadi tiba-tiba tidak ada. Selalu ada rasa kurang. Kurang puas. Kurang pas. Kurang.

Sehingga ini memaksa saya untuk membuat sebuah batasan, batasan diri. Bolehlah iri pada kehidupan orang lain selama itu mampu membuat kinerja di kehidupan yang ada meningkat. Batasan itu juga menciptkan sebuah persepsi bahwa saya punya batas akan hidup saya baik itu di level rendah, menengah dan atas ada dimana.

Saya, manusia yang selalu merasa kurang, memang harus selalu juga diingatkan akan batasan kemampuan diri dan sebuah konsep yang sering dilupakan, bersyukur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun