Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ketika Cicak Nyipok Buaya....!

25 Januari 2015   22:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:23 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama sekali saya harus minta maaf kepada sohib saya KoswaraPurwasismita karena judul tulisan inimirip dengan judul bukukarangannyayakni Cicak di Cipok Buaya. Ya jujur saja,memangjudul buku itu menjadi inspirasi untuk saya jadikan judul tulisan ini. Hanya saja pada judul buku, terkandung arti bahwa subyek yang melakukan kegiatan/perbuatanadalah sang Buaya. Sedangkan pada tulisan ini , justrusang buaya yang menjadi obyekdari perbuatan sang cicak. Perbedaan lain dari makna judul itu menurut sohib saya Boyke Pribadi ; yang pertama langsung bonyok, sedangkan yang keduaakan dibalas sampai bonyok.

Adapun tentang buku “Cicak di Cipok Buaya”, tak lain adalah sebuah buku fabelyang mengisahkan tentangperilaku para binatang di Alam Rimba Raya. Ditulis dengan tutur bahasayangkocakdengan nilai sastra yang tinggi, membuattak segan untuk membacanya.

Koswara sendiri menyatakan bahwa isi tulisannya tidak dimaksudkan untuk menjelek jelekkan atau memprovokasi habitat tertentu dalam dunia binatang yang ahir ahir ini sedang berseteru yakni Cicak dan Buaya. Tetapi ini murni hanya sekedar cerita tentang binatang dengan segala tingkah polahnya.

Tokoh sentraldalam fabel ini tidak lain adalah Cicak dan Buaya yang sedang berseteru, namun karena Cicak dan Buaya hidup di Alam Rimba Raya, maka tak ayal kemudian melibatkan juga sang penguasa rimba yang di sebut Harimau.Harimau berupaya untuk menjadipenguasa yang netral, namun upaya sang penguasa rimba direcoki oleh habitat lain yang sok pintar dan angkuh macam si kancil. Binatang satu ini sebetulnya pencuri juga, hobinya mencuri ketimun, tapi prilakunya memang tengil dan sombong, dianggapnya binatang lain yang ada rimba raya inibodoh. Ada pulasang kura kura, binatang yang kelihatan ngga punya nyali dan nyaris tak bisa bergerak cepat, tapi justru bisa bikin keok sang kancil karena strateginya yang jitu saat kancil mengajaknya “berlomba” untuk adu kecepatan(lari) . Ada kodok yang kerjanya ngorek ngorek tapi suka memangsa nyamuk juga.

Persetruan Cicak lawan Buaya ini ahirnya cepat menyebar ke seluruh antero rimba raya akibat santernya kabar yang di bawa oleh burung-burung yang sukanya beterbangan kesana kemari di alam rimba. Tak ayal,dunia binatang terbelah, ada yang ngeblok ke Cicak, ada yang dukung Buaya kecuali para belalang yang ngga mau tau soal kekisruhan ini. Ringkasnya, hampir semua tokoh habitat binatang ahirnya ikut nimbrung menyikapi persetruan Cicak dan Buaya.

Sebagai orang yang berkecimpung dalam dunia hukum, Koswara yang pengacara serta dosensalah satu Perguruan Tinggi di Rangkas Bitung serta Kabid Hukum di KONI Banten, sangatlah wajar menulis cerita fabel dengan berlatar situasi kekinian dalam dunia hukum yang carut marut di negeri ini. Settingnya adalahpersetruan antara KPK dengan Polri yang diistilahkan Cicak lawan Buaya. Dengan demikian tak ayal jika cerita Cicak di Cipok Buaya ini merupakanpenggambaran moraalitas dan karakter manusia sekaligus kritik tentang kehidupan.

Adapun Ketika Cicak Nyipok Buaya, sebagaimana judul tulisan ini- pun--, tak lepas dari sebuah ungkapan kegelisahan masyarakat awam --dan jelas-- melihat carut marut penegakan hukum bagi dan oleh penegak hukum di negeri yang di Presideni Joko Widodo ini. Utamanya melihat ontar ontaran antara KPK dan Polri (yang dulu digambarkan sebagai Cicak lawan Buaya) dengan lontaran molotov BG dijadikan sebagai tersangka Tipikor oleh KPK,padahal BG adalah calon tunggal untuk menduduki orang nomor satu di Kepolisian,

Tak lama kemudian BWsebagai wakil ketua KPK di jadikan tersangka oleh Polri dengan sangkaan telah melakukan tindak pidana saat BW menjadi kuasa hukum salah satu pasangan calon Bupati/Wakil Bupatipada Pilkada Kabupaten Waringin Barat beberapa tahun lalu yang perkaranya di sidangkan di MK.

Melihat euforia rakyat yang tidak jelas menurut pandangan menkopolhukam) mendukung dan mengajak rakyat berbondong bondong ke KPK dalam persetruan ini, “Saya hati hati melontarkan pendapat, sebab hawatir jangan jangan akan muncul stigma anti Pemberantasan Korupsi “, demikian kata salah seorang sohib saya Dedy Mawardi di lampung sana menyikapi Cicak lawan Buaya jilid 2 ini, Apalagi dengan satatusnya sebagai suami dari Siti Nurlaela yang ketua Komnas HAM itu, dan sayapun mengamininya.

Sungguhpun demikian, sebagai orang awam yang selalu di suguhi berita berita di media, baik media cetak maupun media eloktronik, cukup kiranya untuk menyimpulkan sendiri bahwa apa yang sesungguhnya terjadi saat ini dan apa yang dilakukanoleh dua institusi penegak keadilan yang sama sama di lantik oleh Presiden ini, justru telah menimbukan kesan di masyarakat – sekali lagi kesan—bahwa semuanya bertendensi politis.

Dalam bahasa para cerdik pandai yang ada disana yakni adanya politisasi, kriminalisasi, pelemahan bahkan penghancuran fungsi lembaga penegak hukum maupun person penegak hukum itu sendiri. Kalaupun dikaitkan dengan penegakan hukum, maka kesan yang muncul dengan adanya kasus BG dan BW ini, mengindikasikan bahwa hukum di negeri ini tak lain adalah mencari cari kesalahan dan arena balas dendam.

Hal ini bisa digambarkan bahwa ketika Cicak nyipok Buaya, buaya tidak suka karena cipokannya terasa menyakitkan. Sababiah itulah , buaya kemudian marah sehingga Cicakpun di cubit hingga kesakitan. Oleh karenahanya sekedar kesan, maka tidak ada alat yang bisa mengukur kebenarannya, bisa benar bisa juga tidak, jadi relative begitu adanya.

Yang pasti, lepas apakah itu politisasi atau bukan, kriminalisasi atau bukan, pelemahan atau bukan, penghancuran atau bukan, faktanya adalah BG sudah tersangka, BW pun sudah tersangka. “Tersangka” adalah sebuah status dalam proses penegakan hukum dan proses peradilan, Apabila masing masing penyidik sudah berkeyakinan dan menganggap sudah memenuhiunsure unsure perbuatan sehingga seseorang layak di “tersangka” kan dengan cukup alat bukti permulaan, maka tak ada yang bisa menurunkan status itu kecuali di buktikan di Meja hijau dengan status terdakwa.

Di Meja Hijau inilah argument argument hukum bisa di uji, siapa yang salah dan siapa yang benar, bukan siapa yang kuat, siapa yang lemah. Selamat menegakakkan hukum bagi penegak hukum dan oleh penegak hukum.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun