Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

''Jawara Jiper'' ; Sisi Lain Perjuangan Kemerdekaan di Banten.

8 Agustus 2015   12:58 Diperbarui: 9 Agustus 2015   16:17 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini adalah sisi lain dari kisah perjuangan Kemerdekaan. Seperti kita tahu, pada masa pendudukan penjajah baik oleh Belanda maupun Jepang di Tanah air kita ini penuh dengan heroisme . Banten sebagai bagian dari tanah air Indonesia Raya, merupakan daerah yang mempunyai banyak catatan sejarah pemberontakan terhadap penjajah. Kalau tidak percaya silahkan tanya kepada Ratu Belanda, berapa banyak catatan itu ada di Perpustakaan Negeri Belanda sana.

Sejak zaman Kesultanan Banten yang dimulai Abad 17 hingga Abad 19, yang namanya pemberontakan di Banten tak pernah berhenti. Pemberontakan muncul dalam bentuk perlawanan dari para punggawa Kesultanan maupun dari Struktur masyarakat di luar Kesultanan utamanya setelah Kesultanan Banten di aneksasi, dihancur leburkan Belanda pada 1808 silam.

Pemberontakan paling terkenal yang terjadi pada abad 19, terjadi di Cilegon pada 1888 yang oleh embahnya sejarawan Indonesia Profesor Sartono Kartodirjo di sebut’’ Pemberontakan Petani Banten 1888’’. Sebutan itu merupkan judul Disertasinya di Universitas Leiden untuk meraih gelar doctor dengan meneliti peristiwa yang menggegerkan para pejabat Hindia Belanda yang ada di Indonesia maupun di Negerinya sana. Adapun desertasi itu kemudian dibukukan dan diterbitkan oleh Balai Pustaka dengan judul yang sama, sayang sekarang mencari buku ini sangatlah tidak mudah alias sulit ditemui di toko buku manapun. Orang Cilegon sendiri mengenalnya berdasarkan cerita yang berkembang dimasyarakat dengan sebutan ‘’Geger Cilegon’’.

Saya pernah juga berdialog langsung dengan Prof, Sartono Kartodirjo saat ngilmu di Sosiologi UGM. Kebetulan salah satu pelajarannya adalah Ilmu Gerakan Sosial. Pak Sartono bilang bahwa pemberontakan-pemberontakan di Banten, mempunyai keunikan sendiri jika dilihat dari tokoh pemantik maupun pelakunya yakni adanya perpaduan antara Kiyai/Ulama dengan Jawara. Kiyai berperan sebagai pemompa semangat perang fi sabilillah dan anti penjajah, sementara Jawara merupakan kelompok social yang didalamnya berkumpul para pendekar, jagoan dan menjadi benteng utama yang menyokong pemberontakan bersama rakyat dan berfungsi juga sebagai melindungi para kiyai dari pengejaran musuh, dan itu terus berlanjut hingga masa perjuangan Kemerdekaan yakni pada masa Pendudukan Jepang maupun zaman Agresi Belanda.

Apa yang dikemukakan oleh Prof. Sartono Kartodirjo diatas ternyata betul adanya. Saya coba menggali dari kepustakaan, maupun observasi langsung tentang  tokoh tokoh Perjuangan di Banten. Ternyata betul bahwa Tokoh tokoh Pemantik atau para jawaranya mempunyai benang merah yang tak terpisahkan dari tokoh sebelumnya.

Yang paling terkenal diantara yang terkenal sebagai tokoh Pejuang Banten pada masa Pendudukan Jepang dan Masa Agresi Belanda atau yang biasa dikenal Tokoh Pejuang Kemerdekaan adalah Ki Syam’un. ia terkenal sebagai Ulama yang mendirikan Pesantren di Citangkil Cilegon yakni AL-Khairiyah pada  tahun 1925. Patut disayangkan Pesantren ini sekarang pamornya menurun sejak adanya konflik kepentingan sesame keluarga, Adapun secara geneologis, Ki Syam’un merupakan keturunan langsung dari Ki Wasid, pemimpin dan pemantik dari Pemberontakan 1888.

Pada Masa pendudukan Jepang, beliaunya juga terkenal sebagai pejuang yang menyelusup ke Peta, lantas memberontak ke Jepang merebut Kemerdekaan di Banten. Ia kemudian diangkat sebagai Bupati Serang pertama setelah Indonesia merdeka dan merangkap sebagai Komandan Siliwangi di Banten.

Di sinilah kelihatan betul bagaimana kolaborasi ‘’Kelompok Sosial’’ bersatu dalam struktur birokrasi di Banten. Ulama dan Jwara banyak menguasai birokrasi. Bupati dan Camat banyak dikuasai Ulama, sementara Jawara lebih banyak berada di bidang keamanan, ada yang menjadi militer dan ada yang ke lembaga legislatifnya  atau dulu disebut Dewan Rakyat serta menguasai struktur birokrasi paling bawah yang disebut Lurah.

Jawara Jiper

Saya pernah bergumul dengan para Jawara yang masih ada di Banten baik yang sudah sepuh maupun orang yang dianggap Jawara. Saya coba mengorek informasi bagaimana kisah kisah perjuangan Kemerdekaan. Salah satu dari sekian banyak kisah perjuangan kemerdekaan saya dapatkan dari Bapak Nawasi, Ia adalah salah seorang yang disebut Jawara yang tinggal di Cilegon. Beliuanya adalah mantan lurah Citangkil era tujuh puluhan dan merupakan putra dari Lurah Damiri. Lurah Damiri sendiri adalah murid dari Ki Sya’mun.

Lurah Nawasi bercerita, bahwa pada masa Agresi Belanda, Ki Syam’un menjadi sasaran utama pengejaran Belanda. Ki Syam’un bergerilya dari satu tempat ke tempat lain hingga ahirnya mengehembuskan nafasnya di daerah pegunungan yang bernama Kamasan, Wilayah Anyar. Selama masa pengejaran itulah, Ki Syam’un banyak diikuti oleh para Jawara dan muridnya untuk melindungi dari serangan Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun