Mohon tunggu...
Moch Farrel Ferdiansyah
Moch Farrel Ferdiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi Traveling

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ancaman Tarif Impor Donald Trump: Retaliasi atau Tidak?

29 April 2025   03:18 Diperbarui: 29 April 2025   03:25 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu yang lalu, dunia sedang dihebohkan dengan kebijakan Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump terkait dengan aturan tarif impor terhadap barang luar negeri yang masuk ke AS. Adapun yang dimaksud dengan tarif impor sendiri yaitu persentase nilai pajak yang diberlakukan kepada suatu barang atau produk yang diimpor oleh AS dari negara-negara lain. Tarif impor ini berdampak pada naiknya harga barang atau produk dari ekspor negara lain di dalam pasar AS. Hal ini dapat menurunkan permintaan pasar di AS terhadap barang-barang impor dari negara lain, menaikkan biaya produksi pada sektor ekspor negara lain, meningkatnya kompetisi di antara negara-negara yang juga mengekspor barang atau produknya ke AS, menurunnya volume ekspor ke AS, dan lain sebagainya.

Tentu, adanya tarif impor yang diterapkan oleh Donald Trump ini mengundang berbagai reaksi dan komentar dari berbagai kalangan di seluruh penjuru dunia. Khususnya negara-negara di dunia yang memiliki kerja sama ekspor dan impor dengan AS. Contoh negara-negara yang terkena dampak dari adanya tarif dari Donald Trump ini yaitu Vietnam, Singapura, Tiongkok, Inggris, bahkan Indonesia. Dimana Vietnam mendapat porsi tarif impor sebesar 46%, Singapura sebesar 10%, Inggris sama dengan Singapura yaitu 10%. Untuk Indonesia sendiri, nilai tarif impor dari AS adalah senilai 32% dan rentan untuk naik pada beberapa waktu ke depan.

Khusus untuk tarif impor terhadap barang dari Tiongkok, jumlah nilai tarif impor AS terus meningkat seiring waktu hingga saat ini. Tarif impor yang diterapkan Donald Trump terhadap Tiongkok pada awalnya sebesar 34%. Tercatat nilai tertinggi dari tarif impor AS terhadap barang dari Tiongkok adalah senilai 245%. Nilai tarif impor ini merupakan nilai yang sangat fantastis jika dibandingkan dengan tarif impor AS terhadap negara lain selain Tiongkok.

Maka dari itu, tidak sedikit dari negara-negara tersebut yang ingin untuk mengajukan sebuah perundingan dengan Donald Trump terkait nasib dari barang-barang mereka yang diekspor ke AS. Misalnya negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Malaysia. Dimana kedua negara di ASEAN ini telah terlebih dahulu mengambil inisiatif untuk melakukan perundingan secara diplomatik dengan pihak AS terkait kebijakan tarif impor guna menjaga dan menjamin kestabilan perdagangan di kawasan mereka dengan AS. Sedangkan respon negara-negara di luar Asia Tenggara seperti Inggris, Australia, Brasil, dan Jepang sempat menyesalkan adanya regulasi tarif impor oleh Donald Trump ini. Inggris berusaha untuk menjaga penetapan tarif impor yang ada agar tidak naik dan di saat yang sama berusaha untuk meringankan nilai tarif yang telah ditetapkan.

Namun, terdapat beberapa negara yang justru berani menentang kebijakan tarif impor yang telah ditetapkan oleh Donald Trump. Retaliasi negara-negara tersebut dilakukan dengan cara membalas kebijakan Donald Trump itu dengan juga menaikkan tarif impor terhadap barang ekspor AS yang masuk ke dalam negara mereka. Negara-negara yang berani untuk membalas kebijakan Donald Trump yakni Tiongkok dan Kanada. Tiongkok sebagai negara dengan nilai tarif impor yang dipatok sangat tinggi oleh AS ternyata tidak tinggal diam. Tiongkok kemudian juga mematok tarif impor terhadap barang-barang dari AS sebesar 34%. Respon keras dari Tiongkok ini kemudian memancing tanggapan balik dari AS dengan terus menaikkan tarif impor terhadap Tiongkok sampai angka tertingginya saat ini. Sejauh ini, Tiongkok telah menetapkan nilai tarif impor tertinggi kepada AS sebesar 125%. Sementara itu, Kanada sebagai salah satu negara yang terdampak tarif juga tidak tinggal diam dalam menanggapi tarif impor dari AS. Kanada beranggapan bahwa tarif impor yang diputuskan oleh AS ini terkesan tidak masuk akal. Untuk itu, Kanada akan melawan tarif impor ini dengan menetapkan tarif impor sebesar 25% bagi industri otomotif dari AS. Kanada melakukan balasan tarif impor tersebut guna memberikan perlindungan bagi ekonomi di negaranya.

Lebih lanjut, protes bahkan juga datang dari pihak internal AS sendiri yaitu 12 Negara Bagian AS yang menggugat aksi Donald Trump yang menerapkan tarif Impor. Mereka memandang Donald Trump seharusnya tidak sewenang-wenang dalam menentukan aturan tarif impor yang luas terhadap negara-negara di dunia. Mereka juga menilai tarif impor justru akan mengancam perekonomian AS karena dapat berakibat pada timbulnya kekacauan ekonomi di seluruh AS seperti meningkatnya inflasi, pengangguran, dan ancaman resesi.

Lantas, apakah Indonesia juga bisa membalas tarif impor yang ditetapkan oleh Donald Trump dengan retaliasi seperti apa yang telah dilakukan oleh Tiongkok? Dan Kebijakan seperti apa yang bisa dibentuk oleh Indonesia guna bertahan di tengah ancaman tarif impor AS?

Menurut Penulis, Indonesia sebenarnya bisa membalas tarif impor dari AS dengan juga menaikkan tarif impor kepada barang AS yang masuk ke Indonesia tapi dampaknya akan sangat merugikan. Ada beberapa pertimbangan yang harus pemerintah estimasikan sebelum meretaliasi tarif impor dari AS. Diantaranya yaitu potensi eskalasi tarif impor dari AS, ketegangan dalam hubungan diplomatik, dan dampak negatif bagi ekonomi.

Retaliasi justru akan memicu adanya eskalasi perang tarif impor yang merugikan masing-masing negara. Khususnya akan sangat merugikan bagi negara dengan kapabilitas ekonomi yang lebih lemah yaitu Indonesia. Dibandingkan dengan AS, kapabilitas ekonomi Indonesia untuk melakukan retaliasi tidak akan mampu menyaingi kemampuan ekonomi yang dimiliki AS. Jika AS terus menaikkan tarif impornya akibat dari Indonesia yang meretaliasi AS seperti apa yang dialami oleh Tiongkok.

Maka, sektor ekspor Indonesia akan sangat terancam. Di sisi lain, dampak dari naiknya tarif impor Indonesia terhadap barang dari AS juga akan mempengaruhi sektor domestik. Tarif impor yang tinggi terhadap barang dari AS akan melambungkan harga dari produk-produk di pasar domestik. Sebagai contoh, Kedelai yang menjadi hajat hidup orang banyak akan menjadi lebih mahal dari biasanya akibat tarif impor. Dengan begitu, komoditas makanan olahan seperti Tahu dan Tempe akan menjadi lebih mahal untuk dapat diakses oleh masyarakat Indonesia. Hal ini jelas akan membebani konsumen dalam negeri Indonesia semisal retaliasi itu terjadi.

Retaliasi tarif justru akan menimbulkan ketegangan di antara kedua negara. Hubungan diplomatik Indonesia dengan AS akan mengalami gangguan dengan persaingan tarif impor. Ketegangan akibat retaliasi tarif akan berisiko membuat hubungan Indonesia dengan AS memburuk. Akibatnya aktivitas ekspor produk Indonesia ke AS bisa terkendala. Hal ini akan merugikan sektor ekspor dalam negeri. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah menghindari konfrontasi yang terlalu keras dengan AS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun