Mohon tunggu...
Mochammad Mukti Ali
Mochammad Mukti Ali Mohon Tunggu... CEO Global Teknik Engineering dan Rektor Universitas INABA

Guru Besar di Global Academy of Financial and Management (GAFM) pada bidang Strategi Manajemen Bisnis dan Manajemen Pemasaran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Abolisi dan Amnesti dalam Perspektif Political Marketing

4 Agustus 2025   17:04 Diperbarui: 4 Agustus 2025   17:04 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar Political Marketing (Mukti.Dok.)

Political Branding dan Ideological Consistency

Ormrod dkk menekankan bahwa keberhasilan strategi political marketing juga tergantung pada konsistensi ideologis dan kohesi pesan. Seorang pemimpin yang sering "menjual pengampunan" tanpa dasar moral dan hukum yang kuat, justru dapat merusak brand politiknya. Jika Presiden konsisten membangun brand kepemimpinan berintegritas dan reformis, maka setiap tindakan abolisi/amnesti harus dijustifikasi dengan narasi nilai seperti keadilan restoratif, rekonsiliasi nasional, atau penghargaan terhadap jasa tokoh. Kegagalan membangun narasi ini akan membuat keputusan tersebut dianggap sebagai "politik balas budi" dan memperlemah legitimasi kepemimpinan di mata publik.

Environmental Analysis dan Tactical Responsiveness

Buku "Political Marketing: Theory and Concepts" dan "The Phenomenon of Political Marketing" juga menekankan bahwa political marketing harus selalu mempertimbangkan lingkungan politik; media, opini publik, oposisi, dan lembaga negara lain. Dengan kata lain, keputusan abolisi/amnesty harus menjadi bagian dari taktik adaptif terhadap tekanan politik. Jika Hasto diserang oleh oposisi atau media sebagai simbol keterlibatan elite dalam skandal, maka respons Presiden melalui strategic silence atau public statement (bukan abolisi langsung) bisa menjadi bentuk pengelolaan citra politik yang lebih tepat. Demikian pula, jika Lembong dianggap sebagai korban konflik kepentingan antar elite, maka keputusan amnesti bisa menjadi alat untuk menurunkan tensi dan menunjukkan keberpihakan pada stabilitas politik nasional.

Analisis Strategi Political Marketing

Dalam kerangka O'Shaughnessy, keputusan yang diambil Presiden untuk memberikan abolisi dan amnesti dapat dilihat sebagai political marketing dalam bentuk:

Product Repackaging. Presiden dapat mengemas keputusan abolisi sebagai bentuk reformasi hukum, menyuarakan bahwa "hukum tidak boleh dijadikan alat politik", sehingga mendulang simpati dari masyarakat sipil dan pemilih moderat.

Audience Segmentation. Segmentasi target audiens menjadi penting. Publik pro-Hasto dan kalangan nasionalis akan melihat ini sebagai bentuk keberpihakan politik terhadap kader partai. Sementara dalam kasus Lembong, pemberian amnesti atau perlindungan hukum bisa dilihat sebagai bentuk "perlindungan" terhadap kalangan profesional dan investor.

Emotional Branding. Amnesti bisa menjadi simbol "rekonsiliasi nasional" atau "politik memaafkan", yang memperkuat narasi kepemimpinan humanis. Ini beresonansi dengan strategi emotive marketing sebagaimana dikaji O'Shaughnessy.

Crisis Containment. Dalam kondisi krisis atau skandal politik, abolisi atau amnesti dapat digunakan untuk meredam gejolak dan meminimalkan kerugian elektoral jangka panjang, menjadikan ini sebagai instrumen damage control ala political marketing.

Akan tetapi, pemanfaatan kewenangan ini juga menimbulkan dilema etis. Apabila digunakan secara manipulatif, akan berpotensi melemahkan supremasi hukum dan menciptakan persepsi bahwa kekuasaan berada di atas hukum. O'Shaughnessy sendiri mengingatkan bahwa political marketing yang tidak berakar pada nilai akan merusak kepercayaan publik dan menjadikan politik hanya sebagai "pertunjukan" pencitraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun