Di era digital dan sosial media yang kian dominan, fenomena perilaku konsumen turut mengalami transformasi. Perkembangan teknologi digital dan sosial media telah membentuk dinamika baru dalam perilaku konsumen. Salah satu tren yang lagi viral di dalam pemasaran ritel saat ini adalah munculnya segmen perilaku konsumen yang disebut dengan istilah "ROJALI" (Rombongan Jarang Beli) dan "ROHANA" (Rombongan Hanya Narsis). Istilah ini menggambarkan kelompok konsumen yang hadir secara fisik di tempat usaha/bisnis namun dengan intensi pembelian rendah, bahkan tanpa melakukan transaksi pembelian. Kedua kelompok konsumen ini menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku bisnis, khususnya dalam sektor retail.
Buku "Consumer Behavior and Marketing Strategy" oleh Dhanalakshmi Marar Tahun 2025 memberikan pendekatan strategis dan teoritis yang relevan untuk menghadapi pola perilaku kelompok konsumen ini secara efektif dalam pemasaran modern. Melalui pendekatan dari buku tersebut, kita dapat memahami bagaimana strategi pemasaran dirancang secara lebih cerdas untuk menjawab tantangan dari tipe kelompok konsumen seperti "ROJALI" dan "ROHANA", yang umumnya memiliki motif sosial, narsistik, dan hedonik, bukan motif pembelian fungsional.
Memahami Perilaku Konsumen
Dalam buku "Consumer Behavior and Marketing Strategy", Marar menekankan bahwa perilaku konsumen merupakan hasil dari interaksi antara kebutuhan psikologis, sosial, dan situasional. Konsumen modern tidak hanya membeli untuk memenuhi kebutuhan utilitarian, tetapi juga untuk mengekspresikan identitas, memperoleh pengakuan sosial, dan membentuk pengalaman emosional.
Memahami "Rojali" dan "Rohana" Sebagai Segmen Konsumen
Dalam terminologi kontemporer, "ROJALI" merujuk pada sekelompok konsumen yang datang secara berombongan ke suatu tempat, seperti kafe atau toko, namun jarang melakukan pembelian signifikan. Mereka cenderung menikmati fasilitas tanpa kontribusi ekonomi yang proporsional. Sementara itu, "ROHANA" lebih cenderung pada konsumen yang datang dengan niat utama untuk berfoto, bersosialisasi, dan berbagi di media sosial tanpa intensi membeli atau menggunakan layanan.
Menurut Marar, segmentasi konsumen berbasis motif konsumsi dan value-driven behavior menjadi kunci dalam memahami pola ini. "ROJALI" dan "ROHANA" cenderung digerakkan oleh hedonic value dan social gratification, bukan oleh kebutuhan fungsional atau pembelian rasional. Oleh karena itu, strategi marketing tradisional berbasis produk atau harga semata tidak akan efektif.
Terkait fenomena "ROJALI" dan "ROHANA", Marar membuat beberapa konsep penting terkait pola konsumsi dari konsumen dengan membagi menjadi 3(tiga) kelompok yaitu;
- Hedonic Consumption: Konsumsi didasarkan pada kesenangan dan pengalaman emosional, bukan semata kebutuhan praktis.
- Symbolic Consumption: Konsumen membeli (atau sekedar memamerkan) produk untuk menunjukkan status sosial atau afiliasi kelompok.
- Situational Influence: Keputusan membeli sangat dipengaruhi oleh konteks sosial, waktu, dan suasana.
Untuk menghadapi fenomena kelompok konsumen "ROJALI" dan "ROHANA", pengusaha perlu menjalankan beberapa cara/ strategi agar usaha atau bisnisnya tidak mengalami kegagalan dalam penjualan produk yang ditawarkan.
Segmentasi Psikografis dan Lifestyle Targeting
Marar menekankan pentingnya mengklasifikasikan konsumen tidak hanya berdasarkan demografi, tetapi juga berdasarkan gaya hidup, minat, dan nilai-nilai sosial. Dalam bukunya, Marar menekankan pentingnya strategi Behavioral Segmentation, yaitu memetakan konsumen berdasarkan perilaku aktual dan niat konsumsi.
Dalam kasus "ROHANA" dan "RJALI", kedua kelompok konsumen tersebut termasuk dalam kategori "experience seekers" atau "social showcasers". Dalam konteks kedua kelompok konsumen tersebut, strategi ini menuntut pengusaha untuk mengidentifikasi; Apakah mereka bagian dari content seekers atau experience sharers?. Sejauh mana kedua kelompok tersebut memberi dampak word-of-mouth atau social proof?. Perusahaan dapat menawarkan produk dan layanan yang mendukung ekspresi diri dan status sosial, misalnya menyediakan tempat foto estetik, menu eksklusif yang "Instagramable," dan desain interior yang artistik. Dengan Langkah tersebut, pelaku usaha bisa menciptakan pengalaman yang engaging bagi kelompok konsumen 'ROJALI" dan 'ROHANA" yang dapat diarahkan pada konversi pembelian.
Experiential Marketing dan Emotional Engagement
Marar menyoroti pentingnya pemasaran berbasis pengalaman. Konsumen perlu dibangun keterikatannya melalui interaksi emosional dan pengalaman yang berkesan. "ROJALI" dan "ROHANA" sama-sama mempunyai keinginan yang tinggi terkait pengalaman yang ingin didapatkan. Oleh karena itu, Experiential Marketing menjadi strategi yang tepat untuk menghadapi kedua kelompok konsumen tersebut.Â
Perusahaan dapat melakukan kegiatan berupa aktivasi produk di tempat (contoh: free tester, photo booth bertema), melakukan pembatasan waktu duduk non-pembeli dengan sistem digital queue, dan memberikan penawaran khusus berbasis interaksi (misalnya: "meng-upload foto dengan tagar tertentu, dapat diskon 10%").Â
Perusahaan dapat menciptakan pengalaman yang tak terlupakan di toko atau tempat usaha, misalnya dengan music ambiance, aroma wewangian khusus, atau event bertema meskipun konsumen tidak membeli, pengalaman yang mereka dapatkan bisa menumbuhkan brand attachment. Strategi ini selaras dengan pendekatan affective response yang dijelaskan Marar yaitu membentuk koneksi emosional agar mendorong pembelian tidak langsung namun berkepanjangan.
Social Proof dan User-Generated Content (UGC)
Menurut Marar, konsumen masa kini sangat terpengaruh oleh opini sesama konsumen. Dalam konteks "ROHANA", kelompok konsumen tersebut bisa menjadi agen promosi melalui konten yang mereka bagikan. Marar juga menyoroti konsep Value Co-Creation, yakni membangun pengalaman bersama konsumen. Pelaku usaha dapat memfasilitasi perilaku narsistik "ROHANA" menjadi strategi pemasaran melalui; Spot foto estetik dengan watermark brand, memberikan tantangan atau lomba pembuatan konten user-generated (UGC), dan penggunaan QR Code yang menuju ke katalog digital dengan promo khusus untuk "konten kreator".Â
Perusahaan dapat mendorong kelompok konsumen tersebut untuk membagikan pengalaman di media sosial dengan tagar tertentu, kemudian di beri insentif seperti diskon, fitur repost, atau program loyalitas. Dengan demikian, interaksi yang awalnya pasif bisa dikonversi menjadi aktivitas promosi berbasis konsumen.
Utilisasi Data Digital dan Behavioral Tracking
Marar juga membahas penggunaan data perilaku konsumen untuk memahami pola konsumen. Dengan analitik digital, brand bisa mengetahui siapa yang datang tapi tidak membeli, durasi kunjungan, dan interaksi sosial mereka. Perusahaan dapat menggunakan WiFi tracking, QR scan, atau aplikasi khusus untuk memetakan perilaku konsumen. Berdasarkan informasi data tersebut, perusahaan bisa mengembangkan program re-marketing seperti pengiriman voucher digital pasca-kunjungan.
Konversi Tidak Langsung melalui Community Marketing
Tidak semua perilaku konsumen harus dikonversi secara langsung. Dalam jangka panjang, pendekatan komunitas dapat menghasilkan loyalitas yang lebih tinggi. Perusahaan dapat membangun komunitas loyal di media sosial atau WhatsApp grup pelanggan. Dengan melibatkan kelompok konsumen "ROJALI" dan "ROHANA" menjadi bagian dari tribe brand melalui konten eksklusif, acara komunitas, dan sistem referral.
Perilaku kelompok konsumen seperti "ROJALI" dan "ROAHANA" memang menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan, karena tidak langsung menghasilkan pendapatan. Berdasarkan dari buku Consumer Behavior and Marketing Strategy, jika kedua kelompok tersebut dikelola dengan strategi yang tepat, kelompok konsumen seperti "ROJALI" dan "ROHANA" akan dapat menjadi Brand amplifiers melalui media sosial, dapat menjadi Experience advocates yang membentuk reputasi, dan Future buyers yang berubah dari sekadar pengunjung menjadi pelanggan setia. Dalam pemasaran modern, keberhasilan tidak hanya diukur dari transaksi jangka pendek, tetapi dari ekuitas merek jangka panjang.
Dalam menghadapi fenomena "ROJALI" dan "ROHANA", pelaku usaha tidak perlu alergi terhadap perilaku non-transaksional. Jika dikelola dengan tepat, kelompok ini tidak hanya menjadi "beban biaya di ruang duduk," tetapi juga aset strategis dalam membangun merek yang kuat dan relevan di era digital. Perilaku kedua kelompok konsumen tersebut mungkin menjadi beban biaya dalam jangka pendek, akan tetapi dengan pendekatan strategis berdasarkan pada pemahaman perilaku seperti yang diuraikan oleh Dhanalakshmi Marar dalam buku "Consumer Behavior and Marketing Strategy", kedua kelompok segmen konsumen ini justru dapat dioptimalkan sebagai motor promosi tidak langsung. Dengan demikian, pelaku usaha tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga berinovasi di tengah tren konsumen yang terus berubah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI