Mohon tunggu...
Mochammad Al Ikhsan
Mochammad Al Ikhsan Mohon Tunggu... Bankir - Economic Research

Finance and Banking Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Skin Terbaru Coronavirus, Herd Stupidity dan Covidiot

22 Juni 2021   20:06 Diperbarui: 22 Juni 2021   20:20 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumlah kasus COVID-19 tercatat tembus menyentuh angka 2 juta, atau tepatnya 2.014.536 pada hari Selasa, 22 Juni 2021. Selain itu sebanyak 54.956 orang meninggal dunia dan 1.801.761 dinyatakan sembuh. Alasan mengapa jumlah kasus meningkat karena mobilisasi setelah Hari Raya Idul Fitri dan baru-baru ini muncul varian baru dari Covid-19. Namun sebenarnya, mengapa hal ini tetap bertambah parah dilain sisi negara-negara lain sudah menerapkan kebebasan tanpa masker seperti Amerika?.

Belakangan terdapat etimologi baru mengenai COVID-19, yaitu Herd Stupidity. Pandu Riono dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menilai Indonesia sudah mencapai 'herd stupidity', bukan herd immunity. Menurutnya, baik pemerintah dan masyarakat sama-sama acuh terhadap COVID-19. Mari kita menyelam dari sisi masyarakat, mengapa mereka dan mungkin saja kita juga kadang acuh terhadap COVID-19 ini. Ada beberapa faktor mengapa hal ini terjadi, diantaranya adalah :

1. Tingkat Kepatuhan Protokol Kesehatan atau PROKES

Satuan Tugas Penangan COVID atau Satgas COVID menghimbau masyarakat untuk menerapkan 3M yang terdiri dari ; mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak. Kita setuju bahwa mencuci tangan dan memakai masker sudah mulai banyak dilaksanakan dan sudah terbawa alam bawah sada bahwa apabila keluar rumah harus memakai masker. Permasalahannya adalah di "M" terakhir yaitu Menjaga Jarak. Menurut penelitian diketahui jarak aman untuk mencegah penularan adalah 2 meter, tapi faktanya adalah banyak masyarakat yang tidak menaati jarak aman ini. Hal ini terjadi setiap hari dan setiap jam di Pasar, Mall, dan tentunya tempat nongkrong. Tanda himbauan 3M dirasa kurang efektif. Hal ini perlu tindakan yang tegas baik dari pemerintah ataupun pemilik/penyelenggara tempat.

2. Covid-19 dianggap sepele dan menurunnya kepercayaan.

Bagi masyarakat yang belum merasakan ganasnya COVID-19 karena belum menjadi korban atau belum pernah menjumpai korban COVID-19 kadang menyepelekan prokes dan menganggap enteng masalah ini. Parahnya lagi, terdapat masyarakat yang naasnya tergolong sebagai masyarakat COVIDiot. Dilansir pada Macmilian dictionary, menyebutkan covidiot sebagai istilah untuk seseorang yang mengabaikan saran kesehatan terkait dengan Covid -19. Faktor lain yang turut memberi kontribusi bagi menurunnya tingkat kepatuhan masyarakat terhadap prokes adalah adanya inkonsistensi imbauan yang disampaikan oleh pemerintah dengan pelaksanaan kebijakan di lapangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun