Setiap kali mendengar anggaran desa, maka yang terbayang adalah wajah seorang bupati dengan suaminya yang baru beberapa waktu lalu ditangkap KPK. Alasan dibalik penangkapan itulah anggaran desa tergambar.Â
Sudah biasa jika jabatan seorang kepala desa atau lurah yang kosong sengaja diperpanjang untuk pemberian kesempatan pada Penjabat sementara beraksi memenuhi birahi korupsinya. Anggaran desa siapa yang bisa mengawasi?Â
Di kampung rata rata tidak melek anggaran. Mereka sudah senang jika ada pembangunan di kampungnya. Apalagi jika lurah atau Penjabat lurah punya centeng kaya jaman Demang di film film lawas. Siapa berani utak atik?Â
Korupsi di anggaran desa itu juga sampai di bapak bupati atau walikotanya. Â Semua kebagian maka semua aman. Kecuali ada yang jatahnya kurang, maka KPK bisa langsung mencium ketidakberesan.Â
Lagi lagi, cukup melihat apa yang terjadi di Probolinggo. Karena kebetulan yang sedang sial bupati probolinggo, Mbak Puput. Padahal, di daerah lain siapa yang berani bilang beda?Â
Jika untuk menjadi penjabat lurah saja mereka berani membayar 20 juta, maka dapat dibayangkan bahwa nilai keuntungan lebih besar dari nilai investasi. Hanya orang bodoh saja yang melakukan investasi hanya untuk rugi.Â
Apakah dana desa ditarik saja?Â
Lha wong akibatnya sama juga. Ditarik pun artinya cuma memindahkan ladang korupsi ke orang lain yang sudah menunggu kesempatan.Â
Maka, sebaiknya memperkuat pengawasan nya saja. Jadi, lembaga desa seperti LKMD harus diperkuat. Â Bukan malah kong kali kong seperti banyak terjadi saat ini.Â
Mari kita cegah muncul wajah Puput Puput baru. Cukup satu Puput saja.Â