Baru siang ini, anakku pulang dengan membawa senyumannya yang paling manis.. Iya, bener. Suwer. Bukan karena aku bapaknya terus asal saja ngasih penilaian pada anak. Bukan. Sekali lagi, bukan.Â
Biasanya dia pulang dengan menangis. Kalaupun tak menangis, mukanya selalu terlipat dia belas. Sehingga serbet yang suka kelupaan nyuci pun masih kalah kucel dari  wajah anakku saat pulang sekolah.Â
Pelajaran melukis yang selalu menjadi persoalan. Â Gurunya memberi tugas melukis. Apa saja boleh.Â
Pertama, anakku gambar burung. Â Semangat dia menggambarnya. Â Dan ketika berangkat sekolah juga tak kurang semangat.Â
"Tumben? " ledekku.Â
"Nilai melukis dede pasti cepek, Yah, " kata anakku menyombongkan lukisan burungnya.Â
Tapi apa yang aku lihat ketika dia, anakku itu, pulang?Â
Mukanya sudah dilipat lipat. Â Pokoknya, komposisi hidung sama bibir seakan tertukar tempat nya.Â
"Kenapa? "
"Kata Bu Guru, kepala burung dede terlalu kecil. Disuruh lukis yang lain saja, " jawab anakku setengah terisak.Â