Ah, dia sedang menikmati perjamuan.
Baju yang dipakainya mengkilat. Â Apalagi saat cahaya memantul ke arahnya. Â Dan senyum pun selalu bertengger di wajahnya.
Laila tak mau sombong. Â Walau dia seorang bidadari. Â Yang cantik dan penuh anggun. Â Kecantikan nya tak bakal ada yang mampu mengalahkan nya. Â Keanggunan nya tak ada yang bisa menandingi.
Laila tahu betul bagaimana nasib para kawula. Â Makan pun yang penting ada. Â Urusan gizi sih urusan nanti saja. Â
Laila juga paham bagaimana takutnya para kawula itu. Â Jangankan salah, benar pun masih penuh ketakutan. Â Bahkan kadang harus mengaku salah pada sesuatu yang tak pernah bisa dimengerti nya.
Laila harus mampu menjadi pelindung. Â Bidadari adalah pelindung. Â Yang harus menghadapi mara bahaya lebih dulu dari siapa pun.
Laila akan berbuat adil. Â Akan. Ya, akan.
Meski Laila cuma sedang bermimpi. Â Bermimpi menjadi bidadari.
"Perempuan itu sudah gila. Â Sering menganggap dirinya bidadari. Â Siap menolong siapa saja. Â Cuih... Menolong dirinya saja tak bisa. Â Masa ditinggal suami, langsung gila begitu."
"Iya. Ya. Kegedean mimpi."