Mohon tunggu...
Mochamad Sodik
Mochamad Sodik Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

ubahlah semua dengan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Boneka Buat Tata

8 Juni 2020   08:08 Diperbarui: 8 Juni 2020   08:24 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mochamad Sodik

Suara gergaji mesin yang memekakkan telinga itu tidak begitu dihiraukan telinga Sarmin. Keringat sudah bercucuran membasahi sekujur tubuhnya. Udara siang itu memang cukup panas walaupun hujan lebat sering turun di pegunungan tersebut. baju lusuhnya sudah cukup kotor terkena lumpur hutan yang pekat. Dengan lincahnya tangannya memotong batang batang pohon yang sebentar-sebentar berdebuman jatuh menimpa tanah menambah suasana riuh hutan yang cukup jauh dari pemukiman itu. Sudah dua hari, sarmin dan keempat rekannya berada di hutan lereng pegunungan itu. Sarmin dan temann-temanya sudah hampir dua bulan bekerja pada juragan Gembong seorang cukong depo kayu di desanya.

            Pekerjaan sebagai penebang kayu bukan pekerjaan yang mereka inginkan. Hanya karena himpitan ekonomilah mereka terpaksa melakukan pekerjaan yang penuh risiko tersebut. Tertangkap polisi hutan, kecelakaan kerja, dan harus meringkuk di sel adalah beberapa konsekuensi perkejaan tersebut. Semenjak pabrik tempat bekerja Sarmin gulung tikar, ia bersama puluhan buruh di pabrik tersebut pun dengan terpaksa harus menerima kenyataan di-PHK tanpa uang pesangon karena pabrik dinyatakan pailit. Sebagai buruh yang tidak mempunyai keahlian apa pun selain mengangkat barang-barang pabrik ke gudang, tentunya Sarmin sangat kebingungan menerima situasi ini. Anak semata wayangnya yang masih berumur tiga tahun dan istrinya yang hanya ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya mengurus rumah merupakan beban pikiran tersendiri bagi Sarmin.

            “nging…ngiiing….” Suara bising mesin gergaji menyadarkan lamunan Sarmin. Sebuah pohon berdiameter satu meter sudah hampir terbelah. Cipratan butiran-butiran kayu berhamburan mengenai tangan dan wajah sarmin serta sebagian tubuh depannya. Tidak berapa lama pohon setinggi lima belas meter berdebum untuk kesekian kalinya menyentuh tanah hutan tersebut. Tampak raut-raut kepuasan  di wajah sarmin dan teman-temannya. Mereka segera membersihkan ranting-rantingnya dan menyingkirkan ke tepi setelah itu dikumpulkan dengan potongan kayu yang sudah cukup banyak itu. Biasanya apabila senja menjelang truk-truk pengangkut kayu akan segera membawa kayu-kayu ke penadah untuk dijual dan setelah transaksi penjualan selesai biasanya Sarmin dan kawan-kawannya segera menerima upah dari juragan Gembong.

            “Sudahlah…Min tidak usah dipikirkan yang penting kamu bekerja dan dapat uang untuk menghidupi keluargamu.” Kata Trimo teman sesama penebang liar melihat Sarmin sedang melamun. “Ya Trim…gimana lagi lha wong bisanya kita bekerja seperti ini, kalau nggak kerja mau makan apa kita.” Jawab Sarmin. “Kemungkinan buruknya kalau kita ketangkep petugas hutan…wah bisa fatal…Trim..”sambungnya lagi.

“Walah..ya gimana lagi nyari yang haram aja susah apalagi yang halal…Min…Min.” Tukas Trimo. Kembali wajah kecil anak semata wayangnya Tata dan istrinya, Siti, dengan wajah kuyunya , menari-nari di benaknya. Himpitan ekonomi ini telah membulatkan tekadnya untuk bekerja kepada juragan Gembong, cukong penebang liar di desanya walaupun ada perasaan yang mengganjal dalam hati nuraninya. Akan tetapi, perasaan itu lambat laun menguap sedikit demi sedikit tergerus oleh rasa kalut yang terdesak kebutuhan hidup keluarganya. Hati nurani  semakin pudar diterjang kemiskinan hidup.


            Ini hari ketiga, Sarmin dan kawan-kawannya berada di tengah hutan lebat itu. Biasanya mereka bermain kucing-kucingan dengan petugas kehutanan. Mereka sangat hafal dengan jam-jam patroli polisi hutan di kawasan ini. Biasanya polisi hutan berkeliling pada siang hari dan menjelang senja. Mereka berpura-pura memburu binatang di tengah hutan dan menyimpan alat-alat penebang pohon di tempat-tempat yang cukup aman sehingga tidak mengundang kecurigaan petugas hutan yang seringkali lewat itu.” Aman …aman…yo kita hajar lagi…target kita hari ini beberapa pohon saja..sebentar lagi truk pengangkut sudah siap dipinggir hutan sebelah selatan..” Teriak Trimo. “ ayo kawan-kawan kita kerja cepat biar hari ini kita bisa pulang.” Sambung Sarmin bersemangat. Bayangan wajah anak dan istrinya menambah semangat kerja Sarmin untuk segera menyelesaikan pekerjaannya itu.

” Kang…apa nggak ada pekerjaan lain yang lebih baik..kang…aku takut kalau ada apa-apa sama Kang Sarmin.” Kata istrinya sambil memangku si kecil Tata yang merengek-rengek sambil berteriak-teriak lucu. “ sabar dulu bue...bingung nggak ada kerjaan laen.” Jawab Sarmin.” Lagian…lumayanlah untuk mencukupi hidup kita..anggap saja untuk nyambung hidup dulu bue…bisa buat makan kita sehari-hari.” Tambah Sarmin. “  Ya..kang….” jawab istrinya pasrah. “ Oh ya kang besok kalau pulang bisa mampir ke kota beliin boneka mainan buat Tata…kemaren nangis liat boneka milik Inem.” Pinta istrinya lagi. Memang semenjak kecil Tata tidak pernah punya mainan. Jangankan mainan pakaian saja susah membelinya.

Dalam pikiran Sarmin setelah tebangan pohon-pohon ini diangkut ke truk tentunya mereka akan segera menerima upah dan sedikit bonus bulanan dari juragan gembong. Niatnya sudah bulat sepulang dari hutan ia akan pergi ke kota untuk membeli beberapa liter beras dan sebuah boneka untuk anak kesayangannya itu. Tak sampai hati ia melihat anaknya merengek-rengek meminta boneka milik Inem anak tetangga sebelah rumahnya. Ia tidak ingin melihat air mata meleleh di pipi anaknya. Selama ini sarmin merasa belum bisa membahagiakan dan mencukupi kebutuhan mereka berdua, anak dan istri tercintanya. Penghasilannya selama ini hanya pas-pasan hanya cukup untuk makan. Untunglah sudah dua bulan ini ia dan teman-temannya mendapat bonus bulanan dari juragannya itu.

“Min jadi pergi ke kota?” Tanya Trimo.” Jadi Kang…aku mau beli beras sama mainan buat anakku.” Jawab Sarmin. “agaknya mau hujan lebat Min…lihatlah awan hitam sudah cukup pekat…apa nggak pulang saja..ditunda besok saja lebih pagilah.” Sambung Trimo.” Nggak papa Trim nanti bisa berteduh di kota.” Jawab Sarmin lagi. “ ya dah hati-hati Min…aku pulang dulu tuh angkudes sudah menunggu…” Teriak trimo sambil berlari menuju angkudes.” Oke…mpe ketemu lagi Trim.!” Tukas Sarmin lagi.

Beberapa saat perempatan jalan itu tampak sepi hanya beberapa kendaraan lalu-lalang. Selepas ashar keadaan kota kecamatan ini pun  memang semakin lenggang. Hanya ada satu  angkudes mangkal di tempat itu  yang akan segera berangkat menuju desa Sarmin, sedangkan yang menuju kota masih beberapa tampak mangkal di perempatan kota kecamatan itu. Sarmin pun segera berlari menuju angkudes yang akan berangkat ke kota. Hujan rintik-rintik jatuh dari langit semakin kerap cukup menyengat kulit. Sarmin duduk di depan samping sopir.” Dah mau berangkat Kang?” Tanya  Sarmin.”Yo bentar lagi..tunggu satu penumpang lagi..kang.” Jawab sopir yang berperawakan agak kurus dan berkumis tipis itu. Tampak handuk kumal melingkar dileher sesekali digunakan untuk menyeka keringatnya.” Kota..kota…pasar Pak…pasar…Bu!” teriak sopir angkudes itu.” Ayo…yo..kurang satu berangkat…!!” Teriaknya lagi.” Wah..narik angkudes sekarang susah Mas…penumpang semakin sedikit setoran malah naik.” kata sopir angkudes membuka pembicaraan.” Oh gitu Mas…memang sekarang ini semuanya serba sulit Mas..kita ini orang-orang kecil semakin susah saja apalagi BBM naik…harga semuanya naik tapi penghasilan kita tidak naik-naik.” Jelas Sarmin.” Iya mas…memang harus sabar..sabar.” Jawab sopir angkudes lagi. Mereka pun terdiam sesaat bermain dengan khayalan masing-masing. Setelah penumpang penuh, angkudes pun berjalan menuju ke kota seiring dengan hujan yang semakin lebat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun